Sunday, 4 June 2017

⁠⁠⁠Kisah Mukjizat Melafal Amituofo Nusantara

⁠⁠⁠Kisah Mukjizat Melafal Amituofo Nusantara

Melafal Amituofo Memperoleh Penjemputan

Sekitar pertengahan tahun 2015, saya berjumpa dengan seorang bhiksuni di salah satu vihara di Jawa Barat. Bhiksuni tersebut berbagi kisah Dharma kepada saya tentang seorang praktisi wanita, umat di vihara tersebut, yang dengan tulus dan tekun melafal Amituofo, sehingga mengetahui terlebih dahulu waktu kepergiannya. Kisahnya begini.



“Dalam ingatan saya, kurang lebih belasan tahun yang lalu, ada seorang praktisi wanita yang sering datang ke vihara ini, dan dia tinggal hanya dengan putra tunggalnya”, cerita pembuka bhiksuni kepada saya.

Bhiksuni melanjutkan bahwa sepatah Amituofo tak terpisahkan dari aktivitas harian dari praktisi wanita tersebut. Baik dalam mengurus rumah, membantu di vihara, bahkan saat duduk, berdiri, berjalan, dan berbaring, dia selalu melafal Amituofo. Bhiksuni juga sering melihat gerakan bibir praktisi wanita tersebut sedang melafal Amituofo dengan suara kecil (melafal dengan Gaya Vajra).

“Sampai suatu ketika, praktisi wanita tersebut jarang terlihat oleh saya. Putranya yang datang ke vihara mengatakan bahwa mama mulai mengurangi aktivitas dan sedang serius menjalani jadwal melafal Amituofo yang dibuatnya”, cerita bhiksuni.

Bhiksuni menuturkan bahwa jadwal praktisi wanita itu adalah pagi setelah bangun tidur, dia mengurus rumah selama 3 jam. Kemudian 3 jam berikutnya masuk ke dalam kamar yang terkunci untuk melafal Amituofo, dan 3 jam berikutnya adalah keluar dari kamar untuk melakukan aktivitas rumah lagi. Begitulah kegiatannya sehari-hari antara melakukan aktivitas rumah dan melafal Amituofo yang diberi jeda 3 jam dari pagi hingga malam hari.

Sampai akhirnya tiga tahun kemudian, praktisi wanita tersebut tiba-tiba berpamitan kepada putranya.

“Tolong, nak, 7 hari lagi, undang bhiksu di vihara kita untuk membantuku melafal Amituofo di rumah, sebab Buddha Amitabha akan segera menjemputku”, kata praktisi wanita tersebut kepada putranya, dimana putranya menganggap ucapan si mama adalah sembarangan. Si mama juga sudah berpesan agar putranya mengurus rumah dengan baik.

Meski demikian, putranya tetap menuruti apa yang diminta si mama. Dan akhirnya dia mendapat informasi bahwa semua bhiksu sedang berada di Taiwan. Dan dijadwalkan pulang dari Taiwan, adalah tepat sehari, setelah hari penjemputan praktisi wanita tersebut.

Kemudian putra itu melapor kepada mamanya tentang hal ini. Dan hanya ditanggapi dengan senyuman yang teduh tanpa meminta bantuan putranya untuk melafal Amituofo untuknya.

“Saya sempat menceritakan hal ini kepada saudara seperguruan saya, dan dia meragukan dengan mengatakan bahwa mana mungkin di Indonesia ada peristiwa penjemputan oleh Buddha Amitabha”, tutur bhiksuni kepada saya.

Selanjutnya, bhiksuni mengatakan bahwa benar adanya bahwa tepat di hari ke-7, praktisi wanita tersebut terlahir ke Sukhavati, meninggal di kamarnya dengan usaha melafal Amituofo sendiri tanpa bantuan siapapun, dengan wajah yang tenang dan lembut.

Anaknya mengatakan bahwa sempat ada yang mencium bau yang sangat harum di rumahnya hingga ada yang mendengar alunan musik yang indah setelah meninggalnya praktisi wanita tersebut. Setelah dikremasi, juga didapati beberapa relik (sarira) yang indah.

Mereka yang mengetahui dan menyaksikan kisah ini, semakin yakin bahwa melafal Amituofo dengan tulus dan tekun, akan memperoleh kepastian penjemputan dari Buddha Amitabha. Sekalipun itu dengan usaha sendiri yang telah dilatih dalam sehari-hari.

Ditulis pada 26 Mei 2017 oleh Dharma Sena.

No comments:

Post a Comment