1.
Begini sajakah hidup ini ? Mengapa kehidupan sepertinya
kurang berarti ?
Jawab :
Jika seseorang sehat
dan cukup harta, tapi merasa hidupnya kurang bahagia atau membosankan, maka
kemungkinan orang itu pikirannya terlalu kotor.Jawab :
“
- Nafsu keduniawian / keserakahan / rasa suka yang terikat menggilai sesuatu
- Kebencian / rasa tidak suka dan niat jahat
- Kemalasan / keengganan
- Kekhawatiran / kegelisahan
- Keraguan pada hal-hal yang baik dan bermanfaat.”
( Samannaphala Sutta, Digha
Nikaya)
2. Kehidupan yang bermakna, apa dan bagaimana ?
Jawab : Hidup akan bahagia dan bermakna, jikalima
kotoran pikiran bisa dihilangkan ,
Jawab : Hidup akan bahagia dan bermakna, jika
atau setidaknya dikurangi sampai batas aman.
Sang Buddha membuat perumpamaan berikut :“
Bagaikan seseorang yang berhutang untuk modal usaha, dan
usahanya berhasil,
sehingga ia bisa mengembalikan pinjamannya. Bahkan
keuntungannya cukup untuk menikah,
membangun sebuah keluarga. Lalu ia berpikir
: “ Sebelumnya saya berhutang,
tapi sekarang saya terbebas dari hutang dan
hidup sejahtera.
” Maka ia akan merasa bahagia mengingat hal ini. Bagaikan seseorang yang sakit parah,
tidak nafsu makan,
badannya lemah dan menderita.
Setelah berobat dan mendapat perawatan yang
tepat, kesehatannya berangsur pulih,
nafsu makannya kembali normal, dan ia
sembuh total. Lalu ia berpikir :
“Sebelumnya saya sakit, tapi sekarang sudah
sembuh dan tubuh saya terasa nyaman kembali.
“ Maka ia merasa bahagia mengingat
hal ini.
Demikian pula selama lima
kotoran pikiran ini masih ada,
maka ia merasa tidak nyaman seperti berhutang,
merasa seperti sakit
Tetapi setelah lima
kotoran ini bisa dihilangkan, maka ia merasa seolah-olah terbebas
dari hutang,
seolah-olah terbebas dari sakit parah.
Kebahagiaan
muncul dalam dirinya,
ia merasakan kenikmatan yang bukan bersifat duniawi,
pikirannya menjadi tenang dan terpusat.”
(
Samannaphala Sutta, Digha Nikaya)
Cara membersihkan kotoran pikiran salah satunya adalah
dengan mengawasi
pikiran itu sendiri secara terus menerus ( Anguttara Nikaya 76),
mencermati hal-hal apa saja yang dipikirkan
(Mahasatipathana Sutta, Digha Nikaya).
3.
Apakah Buddhisme menganggap satu ras lebih unggul
dibandingkan ras yang lain ?
Jawab : Perbedaan ras kurang
penting, seperti kata Buddha :
“ Manusia secara fisik mirip satu sama lainnya, kalaupun ada perbedaan tidaklah kentara.
Ini berbeda dengan binatang yang
memang ada banyak jenis
dengan perbedaan yang bisa sangat mencolok.
Perbedaan
nyata antar manusia hanyalah dalam perbuatan.”(Sutta Nipata,
Vasettha Sutta)
“ Tubuh manusia dipenuhi kotoran
( jika anda pernah kuliah di fakultas kedokteran, anda pasti paham
maksudnya.).
Jika ada orang yang membanggakan tubuhnya ( Apakah lebih cakep atau lebih atletis)
dan
merendahkan orang lain. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dalam
dirinya.”
(Vijaya Sutta,
Sutta Nipata)“
Orang menjadi rendah derajatnya karena perbuatan
buruk
Orang menjadi
tinggi derajatnya karena perbuatan baik.” (Vasala Sutta,
Sutta Nipata)
4.
Kemana orang
setelah mati ?
Jawab : Kemungkinannya ada lima alam :
1.
Neraka, 2. Binatang, 3. Hantu, 4. Manusia 5. Dewa /
Surga.
( Sangiti Sutta, Digha Nikaya )
5.
Jadi Buddhisme punya surga dan neraka ?
Karena setahu
saya Cuma ada reinkarnasi jadi manusia lagi.
Jawab : Ya, bahkan Buddhisme
punya versi yang lebih lengkap.
Neraka ada lebih dari satu jenis (Majima Nikaya 129 – 130, Kokalika Sutta,
Sutta Nipata).
Surga jauh lebih banyak lagi.
( Saleyyaka Sutta, Majjhima Nikaya)
6.
Apa Buddhisme menganggap surga dan neraka itu kekal ?
Jawab : Tidak.
Ada sabda
Buddha yang sangat terkenal dan dijadikan semboyan
bagi umat Buddha, yaitu : “ Sabbhe Sangkhara Anicca “ ,
artinya : “ Segala sesuatu yang terbentuk adalah
bersifat tidak kekal.
“ ( Mahaparinibbana Sutta, 6-7, Digha Nikaya).
Termasuk
surga ( Anguttara Nikaya X, 29).
Memang ada surga dan
neraka tertentu yang masa hidup para penghuninya sangat panjang.
Sehingga wajar
timbul persepsi bahwa kehidupan disana kekal.
( Kokalika Sutta – Sutta Nipata, Brahmanimantanika Sutta – Majjhima
Nikaya)
7. Apa itu karma
?
Jawab : “ Niat / pikiran pencetus,
itulah yang disebut karma.
Berdasarkan niat, baru seseorang melakukan suatu
tindakan melalui tubuh,
ucapan dan pikiran “
(Anguttara Nikaya 6 – 131)
Jika suatu tindakan terjadi secara tidak sengaja, atau tidak didahului
oleh niat,
maka itu bukan karma. Tidak
akan menimbulkan akibat karma di masa depan.
Misal : Jika ada orang yang secara
tidak sengaja menabrak orang lain sampai tewas,
maka orang ini akan dipenjara.
Ini adalah akibat duniawi, bukan akibat karma.
8. Kalau nasib seseorang tergantung pada karma masa lampau, lantas apa
peran serta Tuhan ?
Jawab : Nasib seseorang tidak
sepenuhnya tergantung pada karma masa lalu /
takdir. Karena jika seandainya benar seperti itu, tentulah rasa sakit yang timbul karena dengan
sengaja
melukai diri sendiri, juga merupakan bagian dari takdir.
( Anguttara Nikaya 3 – 35 )
Konteks pertanyaan ini tidak relevan diajukan karena Buddhisme memiliki
konsep
ke-Tuhanan yang berbeda dengan ajaran lain.
9. Kalau begitu, bagaimana konsep ke-Tuhanan menurut Buddhisme ?
Monotheisme, polytheisme, atau apa ?
Jawab : “ Ada sesuatu yang tidak dilahirkan ( Ajatam ),
yang tidak menjelma (
Abhutam ), yang tidak berbentuk ( Akatam ),
yang mutlak ( Asankhatam ). “( Udana 8, 3)
10. Apakah Buddhisme mempercayai adanya kiamat ?
Jawab : “ Suatu saat, bumi ini
akan habis terbakar api matahari,
tapi itu bukanlah akhir. “(Gaddula Sutta, Samyutta Nikaya)
11. Siapalah teman sejatiku ?
Jawab : “ Seseorang patut
dijadikan sahabat bila ia memiliki tujuh hal berikut :
- Dia bisa memberikan sesuatu yang biasanya sulit diberikan oleh orang lain.
- Dia bisa melakukan sesuatu yang biasanya sulit dilakukan oleh orang lain.
- Dia dengan sabar bisa menahan hal-hal yang tidak menyenangkan dan membebani.
- Dia memberitahukan rahasianya kepadamu.
- Dia menjaga rahasiamu.
- Dia tidak meninggalkan orang lain dalam kesulitan
- Dia tidak menghina orang lain atau menertawakan kemalangan orang lain.
( Anguttara Nikaya 7 – 141 )
12. Saya dengar Buddha sebelumnya adalah seorang Pangeran, dan
meninggalkan keluarga dan kerajaanNya untuk pergi bertapa. Beliau sungguh
egois.
Jawab : Tidak. Justru
sebaliknya, Jika Beliau tetap tinggal di istana untuk mengurus
keluarga dan
kerajaanNya, itu baru egois. Beliau pergi mengembara
untuk mencari obat penderitaan
(Ariyapariyesana Sutta, Majjhima
Nikaya ), berdasarkan kasih sayang
pada semua mahluk( Anguttara Nikaya 1 – 8 ).
Toh Beliau pergi untuk sementara, setelah jadi Buddha, Beliau kembali lagi,
dan
pada akhirnya, seluruh anggota keluargaNya mencapai kesucian tertinggi,
bebas dari
penderitaan.. Hal ini tidak akan terjadi jika Beliau tetap tinggal mengurus
keluarga.
13. Apakah dengan menjadi Bhikku / petapa berarti melanggar
kodrat
manusia, maksudnya tidak menikah / hidup selibat ?
Jawab : Itu bukan kodrat
manusia, manusia dikodratkan untuk menjadi tua, sakit dan mati.
Penderitaan ini
hanya dapat diakhiri dengan memutus siklus kehidupan dan kematian ( Samsara).
Siklus samsara baru akan terputus jika mencapai pencerahan
/ kesucian
tertinggi.
( Lihat hukum Pattica
Samupada, atau sebab awal yang saling bergantungan
di Mahanidana Sutta, Digha Nikaya).
Dengan menjadi Bhikku / petapa, berarti seseorang mengabdikan seluruh
hidupnya guna mencapai tujuan ini.
“
Kehidupan duniawi penuh noda dan ikatan, sedangkan kehidupan petapa
adalah bersih
dan bebas dari ikatan. Sangat sulit untuk mencapai kesucian
jika tetap hidup
berumah tangga. Bagaimana jika saya meninggalkan
keduniawian untuk menjadi
petapa ? “
( Samanaphala Sutta 41, Digha
Nikaya )
Kehidupan petapa sangatlah kondusif untuk mencapai kesucian.
14. Tapi jadi Bhikku kan
harus mengemis makanan ? Rendah amat.
Jawab : “ Bhikku dilarang meminta
makanan dari masyarakat atau orang yang tidak
memiliki hubungan kekeluargaan
dengannya. “
Peraturan ini dibuat oleh Sang Buddha sendiri, dan tercantum dalam
kitab Vinaya Pittaka.
Jika anda melihat Bhikku
berjalan mengumpulkan persembahan makanan, itu adalah untuk
mempermudah dirinya
sendiri mendapatkan makan, dan mempermudah orang lain melakukan
kebaikan.
Hampir semua petapa dan pendeta dari aliran manapun hidupnya bergantung dari
persembahan masyarakat, baik secara langsung
( menerima makanan, pakaian, obat
dan tempat tinggal ),
maupun secara tidak langsung ( menerima uang ).
15. Bagaimana sikap umat Buddha jika agamanya dihina ?
Jawab : “ Para Bhikku, jika
ada yang menghina Saya ( Buddha),
Dhamma ( Ajaran Buddha), atau Sangha (
Perkumpulan para Bhikku Suci),
maka kalian tidak boleh marah, atau merasa
terganggu.
Karena jika kalian sampai marah, maka kalian tidak akan bisa
berpikir jernih.
Yang harus kalian lakukan adalah memberikan penjelasan dengan
baik,
bahwasanya tuduhan yang mereka lontarkan itu tidak benar.
“ ( Brahmajala Sutta 1.5, Digha Nikaya )
16. Apa kewajiban umat Buddha ?
Jawab : “ Ada empat kewajiban :
- Harus menghentikan perbuatan buruk, dan hanya melakukan perbuatan baik
- Harus menghentikan ucapan buruk, dan hanya memiliki ucapan baik
- Harus menghentikan pikiran buruk, dan hanya memiliki pikiran baik
- Harus menghentikan pandangan salah, dan hanya memiliki pandangan benar. “
(
Anguttara Nikaya 4, 75 )
Pandangan benar adalah mengetahui atau memandang segala
sesuatu sebagaimana adanya
Kalau tidak tahu, akuilah ketidaktahuan ini, dan
jangan buat kesimpulan sendiri,
karena bisa jadi kesimpulannya salah. Dan kalau
orang meyakini kesimpulan yang salah ini
sebagai suatu kebenaran, maka orang
itu disebut memiliki pandangan salah.
Jika pandangan salah ini
berkaitan dengan hal-hal yang penting dan mendasar, maka akan
membahayakan
orang itu sendiri.
“ Saya ( Buddha )
nyatakan bahwa pandangan salah mengarahkan pelakunya
pada salah satu dari dua
alam setelah kematian, yaitu neraka, atau alam binatang.
“ ( Lohica Sutta 10,
Digha Nikaya )
Secara khusus, pandangan benar yang disebutkan dalam Saleyyaka Sutta, Majjima Nikaya,
diantaranya adalah sebagai berikut : menganggap / mempercayai / meyakini adanya
hukum karma, ada alam lain, ada mahluk halus, dan ada orang suci.
17. Apakah Sang Buddha adalah “ Juru Selamat “ ?
Jawab : Bukan. “ ( Buddha adalah ) Guru Agung bagi para
Dewa dan manusia.”
( Buddhanusati)
18. Apakah keselamatan / kebahagiaan / kesucian merupakan suatu anugerah
dari pihak luar ?
Jawab : “
Oleh diri sendirilah kejahatan dilakukan
Oleh diri sendirilah kejahatan tidak
dilakukan
Suci
atau tidak suci sepenuhnya tergantung pada diri sendiri
Tidak
ada seorangpun yang bisa menyucikan orang lain.
(
Attavagga 9 – Dhammapada )
19. Jadi umat Buddha harus mengandalkan / bergantung pada dirinya sendiri
?
Jawab : Ya.
“ Sebenarnya diri sendirilah yang
dapat melindungi / menyelamatkan diri sendiri.
Buat apa mencari perlindungan dari
pihak luar ?
Dengan mengendalikan diri sendiri,
berarti telah melindungi diri sendiri. “
( Atta Vagga 4 – Dhammapada )
“
Buatlah pulau perlindungan bagi dirimu sendiri
Jangan
berlindung pada pihak luar ( di luar diri )
Jadikanlah
Dhamma ( Kebenaran ) sebagai pulau perlindunganmu.”
( Mahaparinibbanna Sutta, Digha Nikaya )
Maksudnya pulau perlindungan adalah yang melindungi dari lautan
penderitaan.
20. Bagaimana doa menurut agama Buddha ?
Jawab : Menurut Buddha,
perbuatan, ucapan dan pikiran baik adalah
lebih efektif daripada doa.( Anguttara Nikaya V – 43 )
21. Apakah Tripitaka benar-benar berisi ajaran Buddha ?
Bagaimana kita
tahu buku ini belum berubah sejak pertama kali ditulis ?
Jawab : “ Jika suatu ajaran mengarah pada pelenyapan
nafsu duniawi,
mengarah pada ketenangan,
mengarah pada peningkatan kesadaran
atau pencerahan, maka dapat dipastikan
ajaran itu benar.
( Anguttara Nikaya VII – 79 )
Kata-kata dalam Tripitaka bisa berubah, tergantung penerjemahnya.
Tapi
yang penting adalah maknanya tidak boleh berubah, mengacu pada sabda di atas.
22. Mengapa ada banyak penderitaan di dunia ini ?
Jawab : Memang demikianlah sifat alami kehidupan, tidak terlepas dari penderitaan.
, di alam
ini maupun di alam lain, di dalam segala
bentuknya.
(Mahasatipatana Sutta 18,
Digha Nikaya )
( Anguttara Nikaya III, 134 ) Sewaktu petapa Gotama dalam
proses menjadi Buddha,
Beliau melihat / menyadari / menemukan “ Empat Kebenaran
Mulia “
( Catur Ariya Saccani ).
“ Secara langsung Saya ( Buddha) mengetahui adanya penderitaan (
Dukha),
sebab penderitaan ( Dukha Samudaya), lenyapnya penderitaan ( Dukha
Nirodha),
dan cara menuju lenyapnya penderitaan ( Dukha Nirodha Gamini
Patipada).
“( Bhayaberava Sutta 4 – 31, Majjhima Nikaya )
Beruntung jika pertanyaan
ini timbul dalam diri anda,
berarti anda punya potensi spiritual yang besar,
manfaatkanlah rasa ingin tahu itu untuk menyadari hakekat kehidupan.
“
Renungkanlah hal ini : “ aku bukanlah satu-satunya yang mengalami penderitaan,
tapi semua mahluk juga mengalaminya.”
Jika seseorang sering merenungkan fakta
ini,
maka terbukalah baginya jalan menuju pencerahan.”
( Anguttara Nikaya V – 57 )
23. Bagaimana pandangan Buddhisme tentang minum alkohol ?
Jawab : “ Ada
enam akibat buruk yang ditimbulkan karena ketagihan minuman keras :
- Menghabiskan banyak uang
- Meningkatkan resiko perselisihan dengan orang lain.
- Merusak kesehatan
- Kehilangan nama baik
- Bisa melakukan hal-hal yang tidak pantas
- Menurunkan kecerdasan.”( Sigalovada Sutta 8, Digha Nikaya )
“ Suka mabuk, inilah
penyebab kehancuran seseorang. “
(
Parabhava Sutta 16, Sutta Nipata )
“
Menghindari minuman keras, itu adalah suatu berkah. “
(Mahamanggala Sutta 7, Sutta Nipata )
24. Hidup tanpa ketakutan,
mungkinkah ?
Jawab : “ Ada orang yang perbuatannya masih belum
cukup baik,
ucapannya masih belum cukup baik, pikirannya masih sangat kotor,
serakah, penuh nafsu, dan bisa berniat jahat.
Maka
orang ini masih bisa merasa takut.” (Bhayabherava
Sutta 4 – 9 , Majjhima Nikaya)
Jika kita bisa menghilangkan hal-hal yang jelek ini, maka
kita akan hidup bahagia tanpa rasa takut.
Jawab : “ Jika para siswa mempraktekkan kebenaran secara utuh.
Tidak
melanggar kebenaran. Maka orang itu telah memberikan penghormatan
dan pemujaan
tertinggi pada Buddha “
(Mahaparinibbana
Sutta 5. 3, Digha Nikaya )
26. Siapakah yang menciptakan
manusia ?
Jawab : “ Aku
terlahir karena perbuatanku sendiri
(diciptakan
oleh karma di masa lalu, di kehidupan sebelumnya)” ( Anguttara Nikaya V, 57)
27. Apakah ada ‘Sang Pencipta’ ? Siapa yang menciptakan alam ini ?
27. Apakah ada ‘Sang Pencipta’ ? Siapa yang menciptakan alam ini ?
Jika agama Buddha tidak bisa memberikan
penjelasan yang memuaskan,
maka saya mau keluar dari agama Buddha.
Jawab : Ada seseorang yang bernama Malunkyaputta,
dia
mengajukan beberapa pertanyaan
( yang lebih tepat disebut tuntutan ),
diantaranya tentang alam
semesta, yaitu apakah alam ini terbatas atau tidak,
berikut
jawaban dari Buddha :
“ Malunkyaputta, apakah pernah Saya berkata pada anda seperti ini :
“ Ayo, masuklah agama
Buddha dan Saya akan menjawab semua pertanyaan ini ?
” Tidak pernah. Bhante (Guru yang dimuliakan, sebutan bagi Buddha
atau para Bhikku )”
Jawab
Malunkyaputta.
“ Lalu apakah anda pernah berkata pada saya seperti ini :
“ Saya akan menjadi
pengikut Buddha, hanya jika Buddha menjawab semua pertanyaan ini.” ? “
“ Tidak pernah. Bhante
.“ Jawab Malunkyaputta.
“ Kalau
tidak pernah, maka tuntutan anda sama sekali tidak relevan diajukan pada Saya.
Bila seseorang baru mau menjadi pengikut Buddha setelah mendapat jawaban
atas
pertanyaan – pertanyaan yang spekulatif mengenai alam semesta, maka ia sudah
keburu meninggal sebelum pertanyaannya terjawab.
Hal ini bagaikan seseorang yang terkena panah beracun. Pada
saat mau diobati, ia berkata :
“ Tunggu dulu. Saya tidak mau diobati sebelum
saya tahu data diri penembaknya dan jenis
busur yang digunakan.”
Sebelum pertanyaannya terjawab, maka orang ini sudah keburu
meninggal.
Kesucian tidak tergantung pada hal-hal yang baru saja anda
tanyakan.
Dan jawaban atas pertanyaan anda tidak berhubungan dengan penderitaan
yang selalu ada dalam kehidupan.
Sedangkan ajaran Saya berguna untuk melenyapkan penderitaan.
Apakah yang Saya ajarkan ?
Yaitu Empat Kebenaran Mulia ( Catur Ariya Saccani ).
“
( Culamalunkyaputta Sutta, Majjhima Nikaya )
28. Mengapa Buddha layak
menerima pujian ?
Jawab : Mengutip Brahmajala
Sutta, Digha Nikaya, Sang Buddha layak dipuji karena
dua hal, yaitu :
1. Hal mendasar
yang berkaitan dengan gaya hidup dan moralitas.
Buddha memiliki gaya hidup petapa dan moralitas
yang sempurna.
2. Hal
mendalam yang berkaitan dengan pengetahuan transendental.
Pengetahuan ini bukan didapat dari belajar teori, tetapi
Beliau melihat lansung ( visi) /
menyadari / mengetahui dengan menggunakan kesaktian pikiran.
29. Apa tujuan hidup ini ?
Jawab : Mencapai
kebahagiaan.
30. Apa tujuan tertinggi agama
Buddha ?
Jawab : Mencapai
kebahagiaan tertinggi.
“ Nibbana ( Nirwana) adalah
kebahagiaan tertinggi “
( Dhammapada 184)
“ Lenyapnya nafsu /
keserakahan / keterikatan ( rasa suka
karena melekat )
Lenyapnya kebencian /
penolakan ( rasa tidak suka karena
kebencian )
Lenyapnya kegelapan pikiran ( yang disebabkan oleh rasa suka dan tidak
suka )
Itulah yang disebut Nibbana “
( Anguttara Nikaya
III, 55)
Selamat siang, namo buddhaya. Maaf mau nanya, bagaimana hukumnya bagi umat awam ( umat agama Buddha ) , klw tidak memilih sebagai perumah tangga dan bhikkhu ?
ReplyDeleteTerima kasih