Saturday 30 June 2018

Apakah Saya harus mengamati atau melepas mereka ?

Apakah Saya harus mengamati atau melepas mereka ?
( Ajahn Brahm , Bear Meditation)

Tanya:
Berusaha tidak mengendalikan batin, saya menjalani penyadaran selagi berjalan atau makan. Saya hanya konsentrasi pada gerakan badan saya, tetapi pikiran tidak baik muncul. Seiring saya mengamati, mereka lenyap. Namun saat saya melepas, mereka terus muncul seperti  gerbong kereta, pikiran demi pikiran. Apakah saya harus mengamati atau melepas mereka?

Friday 29 June 2018

BELAJAR TETAPI TIDAK BERLATIH

" BELAJAR TETAPI TIDAK BERLATIH "
(Oleh : Ven. Ajahn Chah)

Bila kita belajar tanpa berlatih kita TIDAK AKAN MENDAPAT MANFAAT APA-APA.

Seperti orang yang MEMELIHARA AYAM tetapi TIDAK MENGAMBIL TELURNYA, yang dia peroleh HANYALAH KOTORAN AYAM.

Thursday 28 June 2018

SATI DAN SAMPAJANNA

" SATI DAN SAMPAJANNA "
(Oleh UP. Dharma Mitra / Peter Lim ).

Didalam sabda Nya, Sang Buddha menyabdakan bahwa TERDAPAT DUA JENIS DHAMMA (kebenaran), yang bisa memotivasi diri kita, untuk MAU MENYEMAI DAN MENIMBUN KEBAJIKAN.

KEDUA JENIS DHAMMA (kebenaran) tersebut adalah SATI dan SAMPAJANNA.

Nasehat Nasehat dari YM. Atisha (Guru besar Tantra yang datang ke bumi Nusantara)

Nasehat Nasehat dari YM. Atisha (Guru besar Tantra yang datang ke bumi Nusantara)

Suatu ketika Atisha ditanya oleh muridnya,

"Apakah ajaran yang tertinggi itu?"

Wednesday 27 June 2018

Waktu Adalah Nafas Kita

Waktu Adalah Nafas Kita
Oleh: Ven. Ajahn Chah

Ada orang yang lahir dan mati tanpa pernah sekalipun menyadari nafas masuk dan keluar dari tubuhnya. Itu menunjukkan betapa jauhnya mereka hidup dari dirinya sendiri.
Waktu adalah nafas kita saat ini.

Anda berkata bahwa Anda terlalu sibuk untuk bermeditasi. Apakah Anda punya waktu untuk bernafas? Meditasi adalah nafas Anda. Mengapa Anda punya waktu untuk bernafas tetapi tidak punya waktu untuk bermeditasi? Bernafas adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang. Jika Anda melihat bahwa latihan Dhamma penting bagi hidup Anda, maka Anda akan merasa bahwa bernafas dan berlatih Dhamma adalah sama pentingnya.

Sumber :
Dhamma Citta

Tuesday 26 June 2018

Pikiranmu lahir sebelum tubuh mati

"Pikiranmu lahir sebelum tubuh mati."

Pertanyaan (M): "Ketika seseorang meninggal, apakah dia segera terlahir kembali?"

Than Ajahn: "Jika orang itu akan dilahirkan kembali sebagai manusia, ia harus menunggu tubuh baru. Tetapi Anda secara otomatis menjadi makhluk yang telah Anda kembangkan dalam hidup Anda. Jika Anda seorang deva (karakter) , Anda akan menjadi dewa. Jika Anda seorang brahma (karakter), Anda akan menjadi brahma. Jika Anda seorang Sotāpanna, Anda akan menjadi Sotāpanna segera. Pikiran Anda lahir sebelum tubuh itu mati. "

Sunday 24 June 2018

Sekarang Meditasi Begitu Populer. Jadi, Meditasilah !

Sekarang Meditasi Begitu Populer. Jadi, Meditasilah !

Mardiana bertanya kepada Ajahn Brahm, “Apakah kita boleh belajar meditasi sendiri hanya dengan panduan buku?”

Ajahn Brahm:
Buddha bermeditasi sendirian, Ia tak punya guru, Ia mencapai pencerahan. Jadi, Anda bisa meditasi sendiri. Dan kita punya banyak sekali buku bagus zaman sekarang, buku itu adalah I Love Meditation!

Thursday 21 June 2018

RENUNGAN: "sudah lengkap"

RENUNGAN: "sudah lengkap"
👉 Manusia terlahir di dunia  sudah membawa potensi sangat lengkap. Mulai dari negatif ada, positif punya, dan bukan negatif maupun bukan positif juga ada. Tergantung bagaimana manusia untuk mengelola pontensi, yang sudah terbawa sejak terlahir dengan lengkap.
👉 Sifat buruk sebagai potensi negatif, jika mendapan kondisi bisa berkembang. Kondisi itu bisa berupa tempat tinggal atau pergaulan, menjadi orang yang semula tidak jahat menjadi jahat.
👉 Sifat baik merupakan potensi positif bisa tumbuh berkembang, ketika mendapat faktor penompangnya sebagai kondisinya; berteman dengan orang bijaksana, selalu mendapat motivasi serta contoh berbuat baik, maka orang bisa menjadi baik, bahkan sangat baik.
👉 Manusia juga memiliki sifat netral sebagai potensi bukan negatif juga bukan positif. Jika mendapat kondisi akan tumbuh berkembang menjadi batin keseimbangan, tidak terombang ambing oleh hal negatif maupun positif.
👉 Karena manusia memiliki potensi lengkap, maka bisa jadi jahat, bisa juga jadi baik, dan sangat mungkin menjadi orang bijaksana. Tergantung pada kemauan, serta kondisinya, dan akan terbentuk sesuai sebabnya.
✍ (B Saddhaviro)

Wednesday 20 June 2018

APA YANG HARUS KITA LAKUKAN KETIKA TERJADI TERORISME/KEJAHATAN MERAJALELA?

APA YANG HARUS KITA LAKUKAN KETIKA TERJADI TERORISME/KEJAHATAN MERAJALELA?

1. Tetap tenang, jangan terprovokasi.
Jangan panik dan melakukan tindakan gegabah seperti menyebarkan info teror berlebihan, mengumpat ataupun melakukan kekerasan dan ikut menebarkan kebencian.

2. Hindari kemarahan terhadap pelaku terorisme
Ini memang hal yang sangat sulit, bagaimana bisa tidak benci atau marah terhadap pelaku terorisme? Namun kita harus ingat kata-kata Buddha: "Bahkan ketika gerombolan penjahat mencincang tubuhmu dengan ganas, ..., barang siapa yang marah karena menyaksikan itu bukanlah kaum yang menjalankan ajaranku."

Mengapa demikian?
Arya Shantidewa mengatakan: "Jika semua dewa dan manusia menjadi musuhku, mereka semua masih belum mampu melemparku ke kobaran api Neraka Avici; hanya sang musuh perkasa, klesha yang mampu melemparku ke kobarannya." Ketika kita marah, kita sendiri yang merasakan kerugian, kemarahan membakar kebajikan kita dan menyebabkan kita terlahir di neraka.

3. Doakan korban agar terlahir di alam baik, keluarganya tabah dan pelaku kejahatan menemukan jalan benar.
Semoga semua bisa menemukan kebahagiaan dan menjauh dari penderitaannya.
Kita perlu bersimpati kepada para pelaku kejahatan, karena mereka dibutakan ketidaktahuan dan menjerumuskan diri mereka sendiri hingga merugikan diri sendiri dan orang banyak.

4. Kumpulkan banyak kebajikan untuk menangkal kejahatan!
Apabila kekuatan kebajikan melemah, kekuatan kejahatan akan merajalela, maka kita harus banyak melakukan kebajikan. Di bulan bajik ini, bulan Waisak 2018, alangkah baiknya kita menggunakan kesempatan ini untuk melakukan:
A. Membaca Trisarana, Karaniya Metta Sutta, Prajnaparamita Sutra, ataupun mantram pendek "Om mani padme hum" atau "Om Muni muni maha muni ye swaha."
B. Fangshen
C. Berdana
D. Belajar, merenung dan bermeditasi Dharma
E. Menjaga Sila (Pancasila, Atthasila atau Dasasila)
Dikatakan dalam sutra: "Moral yang baik adalah harta termulia, Senjata yang tak ada bandingnya [bagi pengembara] moral baik adalah jimat yang tak ada bandingnya, yang mana membuat diri kita dapat melewati perjalanan jauh dan luas dengan selamat. Pikiran setan akan senantiasa menyalahi dunia, dan bila meninggal akan penuh dengan kesedihan, penuh penyesalan. Tidak ada moralitas yang tertanam dalam dirinya."

5. Dedikasi atau Lakukan pelimpahan jasa atas perbuatan bajik demi kebahagiaan semua makhluk dan kedamaian bangsa Indonesia.

#keongbergema #prayforindonesia #bulanbajik #waisak2018 #vesakhday #buddhism #buddhist #buddha #dharma #dhamma #peace

Monday 18 June 2018

Kisah Sirima (Dhammapada 11 : 147)

Kisah Sirima (Dhammapada 11 : 147)

(147) Pandanglah tubuh yang indah ini, penuh luka, terdiri dari rangkaian tulang, berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan.
Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya.

Di Rajagaha tinggal seorang pelacur yang sangat cantik bernama Sirima. Setiap hari Sirima berdana makanan kepada delapan bhikkhu.
Suatu ketika, salah seorang dari bhikkhu-bhikkhu itu mengatakan kepada bhikkhu lain betapa cantiknya Sirima dan setiap hari ia mempersembahkan dana makanan kepada para bhikkhu.

Sunday 17 June 2018

Jika kebijaksanaan kita berkembang maka berkah akan datang dengan sendirinya.

Dalam mempraktekkan Buddha Dharma banyak sekali umat menjadi takhayul, begitu banyak paritta yang sudah di lafalkan, banyak berdana, mengunjungi banyak vihara dan duduk setelah lama meditasi, kenal banyak Rinpoche, Suhu dan para Bhante.
Akan tetapi bisnis dan semua keinginan tidak lancar.
Apakah Buddha Dharma tidak mempunyai manfaat dalam berkah kehidupan ini.
Dan kecurigaan mulai muncul.
Ini semua karena kita belajar Buddha Dharma tanpa melatih diri.
Sang Buddha mengatakan bahwa walaupun anda belajar dan mempraktekan Buddha Dharma, anda tetap akan sakit, tua dan mati.
Dan Sang Buddha juga tidak menjanjikan bahwa setelah kita belajar Buddha Dharma kita akan menjadi kaya raya dan sukses dalam usaha, Tipitaka tidak pernah ada perjanjian demikian.

Akan tetapi jika kita belajar dan mempraktekan Buddha Dharma maka kebijaksanaan kita akan tumbuh maka berkah dan kebahagiaan kita juga akan ikut berkembang.
Jika hari ini hujan maka secara spontan selokan dan parit juga akan penuh dengan air.
Jika kebijaksanaan kita berkembang maka berkah akan datang dengan sendirinya.

~ Passang Rinpoche

Thursday 14 June 2018

Dhammadesana oleh Ajahn Visalo

Dhammadesana oleh Ajahn Visalo

5 Mei 2018, Vihara Toa Se Bio

Ada saatnya kita sakit, tua dan meninggal. Ini merupakan fakta kehidupan, suka atau tidak suka. Malah ada yang belum sampai tua sudah meninggal.

Sebelum Sang Buddha terbebaskan, saat menjadi Pangeran, melihat fakta org sakit, tua dan meninggal yang membuat beliau akhirnya berlatih dan menjadi Buddha. Beliau terguncang saat melihat fakta2 kehidupan tersebut. Ini membuat Sang Buddha berpikir semua suatu saat akan hilang. Saat Sang Buddha melihat pertapa, memberi harapan bagi beliau mungkin ada jalan utk terbebas dari fakta2 tua, sakit, menderita dan meninggal. Akhirnya beliau meninggalkan kerajaan

Monday 11 June 2018

Khotbah tentang Māra

Māra Sutta
(Khotbah tentang Māra)

Di Sāvatthī. Yang Mulia Rādha mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, dikatakan ‘Māra, Māra.’ Bagaimanakah, Yang Mulia, Māra itu?”

“Ketika ada bentuk (rūpe), Rādha, maka di sana ada Māra, atau pembunuh, atau seorang yang terbunuh. Oleh karena itu, Rādha, lihatlah bentuk (rūpaṃ) sebagai Māra, lihatlah ia sebagai pembunuh, lihatlah ia sebagai seorang yang terbunuh. Lihatlah ia sebagai penyakit, sebagai tumor, sebagai anak panah, sebagai kesengsaraan, sebagai kesengsaraan sejati. Mereka yang melihat demikian, melihat dengan benar.

“Ketika ada perasaan (vedanāya)… Ketika ada persepsi (saññāya)… Ketika ada bentukan-bentukan kehendak (saṅkhāresu)… Ketika ada kesadaran (viññāṇe), Rādha, maka di sana ada Māra, atau pembunuh, atau seorang yang terbunuh. Oleh karena itu, Rādha, lihatlah kesadaran (viññāṇaṃ) sebagai Māra, lihatlah ia sebagai pembunuh, lihatlah ia sebagai seorang yang terbunuh. Lihatlah ia sebagai penyakit, sebagai tumor, sebagai anak panah, sebagai kesengsaraan, sebagai kesengsaraan sejati. Mereka yang melihat demikian, melihat dengan benar.”

“Apakah, Yang Mulia, tujuan melihat dengan benar (sammādassanaṃ)?”

“Tujuan melihat dengan benar (sammādassanaṃ), Rādha, adalah kejijikan (nibbidatthaṃ).”

“Dan apakah, Yang Mulia, tujuan kejijikan (nibbidā)?”

“Tujuan kejijikan (nibbidā) adalah kebosanan (virāgatthā).”

“Dan apakah, Yang Mulia, tujuan kebosanan (virāgo)?”

“Tujuan kebosanan (virāgo) adalah pembebasan (vimuttattho).”

“Dan apakah, Yang Mulia, tujuan pembebasan (vimutti)?”

“Tujuan pembebasan (vimutti) adalah Nibbāna.”

“Dan apakah, Yang Mulia, tujuan Nibbāna?”

“Engkau telah melampaui batas pertanyaan, Rādha. Engkau tidak mampu menangkap batas dalam mempertanyakan itu. Karena, Rādha, kehidupan suci dijalani dengan Nibbāna sebagai dasar, Nibbāna sebagai sasaran, Nibbāna sebagai tujuan akhir.”

Saṃyutta Nikāya 23.1

Sunday 10 June 2018

Khotbah tentang Ini Milikku

Etaṃmama Sutta
(Khotbah tentang Ini Milikku)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada apakah, dengan terikat pada apakah, maka seseorang menganggap hal-hal sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā …”

“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, maka seseorang menganggap hal-hal sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’ Ketika ada perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran, maka seseorang menganggap hal-hal sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’

“Bagaimanakah menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”

“Tidak kekal, Yang Mulia.” ...

“Tetapi tanpa melekat pada apa yang tidak-kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, dapatkah seseorang menganggap hal-hal sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘ … tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’”

Saṃyutta Nikāya 22.151

Saturday 9 June 2018

Apakah Buddha Dhamma itu kuno?

Apakah Buddha Dhamma itu kuno?

“sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci diantara orang-orang yang membenci”

Kalau kita melihat agama Buddha 'secara sekilas' maka kita akan dihadapi pada satu tanggapan bahwa agama Buddha adalah agama yang tidak menarik, agama yang kadang-kadang terlihat bersifat mistis dan sudah tidak lagi cocok dengan kehidupan modern seperti sekarang ini.
Mengapa demikian?

Thursday 7 June 2018

Menabung Sebagai Bekal Hidup

Menabung Sebagai Bekal Hidup

Kita sering mendengarkan anjuran dari orang tua agar kita rajin menabung sehingga dimasa datang akan dimudahkan kehidupannya karena memiliki tabungan.

Demikianpula kehidupan kita pada saat ini, maupun kehidupan setelah kematian. Setiap orang akan menikmati hasil dari tabungan yang sudah diperbuat. Tabungan kebajikan menikmati kemudahan, tabungan keburukan menuai kesulitan.

Guru agung Buddha selalu mengingatkan kita untuk melakukan kebajikan sebagai tabungan. Bekal tabungan kebajikan setelah kematian yang akan kita tuai dimasa datang dalam banyak kemudahan.

"Semua makhluk akan mati, Karena kehidupan berakhir pada kematian. Mereka akan mengembara sesuai dengan perbuatan mereka, Memetik buah dari kebajikan dan kejahatan mereka: Pelaku kejahatan pergi ke neraka, Pelaku kebajikan menuju alam bahagia.
Oleh karena itu, seseorang harus melakukan apa yang baik Sebagai Tabungan bagi kehidupan mendatang. Kebajikan adalah penyokong makhluk hidup [Ketika mereka muncul] di alam lain.” (S.i, 97)

B.Diki Nyanamano S.Pd., CPS®

Tuesday 5 June 2018

DUA JENIS TANGISAN

DUA JENIS TANGISAN
oleh : Andi Kusnadi

Ini adalah penjelasan dari pertanyaan yang diajukan oleh seorang yogi pada Sayadaw.

Pertanyaan :
Saya sangat menikmati meditasi selama retret, tetapi karena berbagai macam hal, saya harus kembali ke rumah.
Kesenangan yang  didapat tak dapat dibandingkan dengan
kesenangan lain apapun. Saya ingin menangis dan sebenarnya saya menangis ketika saya
harus kembali ke rumah. Apakah ini baik? Apakah ini merupakan keadaan baik (kusala) atau keadaan tidak baik (akusala)?

Monday 4 June 2018

REVATA, SUCIWAN CILIK

REVATA, SUCIWAN CILIK

Setelah Sariputra menjadi bhikkhu, adik-adiknya pun ikut menjadi bhikkhu dan bhikkhuni, hingga tersisa adik bungsu mereka, Revata.

Karena takut anak bungsu mereka ini menjadi bhikkhu, orang tua mereka segera menikahkan Revata yang masih berusia 7 tahun. Pada pesta pernikahannya, Revata didoakan supaya berumur panjang seperti neneknya. Saat Revata bertemu dengan neneknya yang telah tua, ia menjadi ketakutan karena ia dan istrinya juga akan menjadi tua. Revata lalu melarikan diri.

Revata bertemu dengan sekumpulan bhikkhu yang pernah diberi pesan oleh Bhikkhu Sariputra untuk mentahbiskan Revata menjadi Samanere apabila bertemu dengannya. Revata pun ditahbiskan menjadi Samanera.

Suatu saat, Samanera Revata ingin ke Savatthi untuk menemui Bhikkhu Sariputra. Bhikkhu di wihara mengajarkan meditasi kepada Revata supaya ia siap melewati perjalanan yang berbahaya.
Di tengah hutan, turunlah musim hujan. Samanera Revata tidak bisa meneruskan perjalanannya. Ia akhirnya bermeditasi di hutan dan mencapai kesucian tertinggi dan meraih kesaktian.

Setelah musim hujan berakhir, Sang Buddha dan Sariputra serta beberapa bhikkhu lainnya pergi mengunjungi Revata. Mereka melewati daerah yang tidak berpenghuni, dimana tidak ada yang memberikan makanan atau tumpangan tempat tinggal. Saat itu, Sang Buddha juga mengajak Bhikkhu Sivali, Bhikkhu Yang Unggul Dalam Memperoleh. Berkat Bhikkhu Sivali, rombongan menerima makanan dan dibangunkan wihara oleh para dewa.
Sementara itu, dengan kesaktiannya, Revata mengetahui kedatangan rombongan Sang Buddha dan membangun vihara untuk tempat tinggal Sang Buddha dan para bhikkhu.

Rombongan Sang Buddha tinggal disana selama 2 bulan. Setelah itu, Bhikkhu Sariputra mengajak Revata untuk tinggal bersama di Savatthi, namun Revata menolak. Ia lebih suka tinggal di hutan. Sang Buddha memberi julukan kepada Revata sebagai Bhikkhu Yang Unggul Dalam Tinggal di Hutan.

(Anguttara Nikaya i, 24; Dhammapada Atthakatha ii, 188)

Sunday 3 June 2018

Khotbah tentang Tempayan

Ghaṭa Sutta
(Khotbah tentang Tempayan)

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia Mahāmoggallāna sedang berdiam di Rājagaha dalam satu tempat tinggal di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian, pada suatu malam, Yang Mulia Sāriputta keluar dari keheningan dan mendekati Yang Mulia Mahāmoggallāna. Ia saling bertukar sapa dengan Yang Mulia Mahāmoggallāna dan, ketika mereka mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepadanya:

Friday 1 June 2018

Luangkan Waktu Untuk Membaca Kisah Ini

Nasib Bisakah Dirubah" ?

(Luangkan Waktu Untuk Membaca Kisah Ini)

Alkisah hiduplah seorang peramal terkenal bernama Chen Pau Lie dan seorang anak laki-laki tunggalnya bernama Chen Wen Cien disebuah kota kecil di Cina selatan. Pak Lie umurnya sudah 60 tahun dan anaknya baru berumur 19 tahun sedangkan istri dari pak Lie telah meninggal waktu Wen Cien berumur 15 tahun. Bapak dan anak ini hidup dengan serba bercukupan, hal ini dikarenakan pak Lie selain menjadi peramal terkenal yang ramalannya selalu tepat dia juga adalah tabib terkenal juga. Tugas Wen Cien setiap pulang sekolah adalah meracik obat-obatan di apotik mereka bersama dua orang pembantunya sementara pak Lie sibuk melayani pasien yang sangat banyak setiap harinya.