Bhante, saya ingin menanyakan beberapa hal:
1. Bagaimana cara melakukan pelimpahan jasa untuk para leluhur kita? Apakah setelah berbuat baik, cukup dengan berkata dalam hati: "Semoga para leluhur berbahagia?"
Mohon Bhante menjelaskan.
2. Saya pernah mendengar bahwa ada seseorang yang sudah menikah cukup lama
tetapi belum memiliki anak. Dan ketika orang tersebut pergi meminta bantuan paranormal, paranormal mengatakan bahwa orang tersebut sangat jarang sembahyang para leluhurnya. Dan setelah orang tersebut mendengar petunjuk paranormal tersebut, dia mulai rajin untuk sembahyang para leluhurnya. Tidak lama kemudian, mereka berhasil mempunyai anak.
Bhante, yang ingin saya tanyakan adalah: apakah memang orang tersebut berbuat salah terhadap leluhurnya sehingga dihukum lama untuk mempunyai anak?
Apabila kita bersalah pada leluhur, apa yang mesti dilakukan?
3. Bhante, di ajaran agama lain dikatakan bahwa dunia ini diciptakan. Dikatakan pula
bahwa ada nabi yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang sakit. Apakah memang nabi itu ada dan memiliki kekuatan menyembuhkan orang sakit? Jika hal itu benar, apakah benar pula bahwa ada yang menciptakan dunia ini?
4. Bhante, apakah memang dewa ada?
Bagaimana membuktikannya? Karena biasanya ketika teman saya yang beragama lain bertanya, dan saya jawab "Ya", tetapi dia seakan-akan tidak percaya karena saya tidak
dapat memberi sebuah bukti.
Mohon Bhante membantu.
Jawaban:
1. Mempunyai niat untuk melakukan pelimpahan jasa kepada leluhur adalah
merupakan niat yang mulia. Sebaiknya, pelimpahan jasa ini selain dilakukan pada waktu-waktu tertentu dengan upacara ritual keagamaan, juga dapat dilakukan setiap hari. Pelimpahan jasa setiap hari dapat dilakukan pada malam hari sebelum beristirahat.
Setelah melakukan suatu kebajikan, misalnya dengan membaca paritta dan
bermeditasi maka dapat diucapkan tekad dalam batin: "Semoga dengan kebajikan
yang telah dilakukan sampai saat ini akan memberikan kebahagiaan untuk para
leluhur di kehidupan yang sekarang. Semoga leluhur bahagia. Semoga semua makhluk bahagia."
Ucapkan kalimat ini berulang-ulang sampai dirasakan cukup.
Pelimpahan jasa dapat juga dilakukan dengan membaca Ettavatta Gatha yang pada
salah satu syairnya berisi:
Semoga jasa-jasa ini melimpah
Pada sanak keluarga yang telah meninggal. Semoga mereka berbahagia.
2. Orang yang lama tidak memiliki anak dan dapat melahirkan setelah
bersembahyang pada leluhur bukan berarti mereka mempunyai kesalahan kepada
leluhur. Sebenarnya keluarga itu mempunyai kekurangan karma baik sehingga sulit memiliki anak. Dengan melakukan persembahyangan kepada leluhur, keluarga itu terkondisi untuk menambah kebajikan melalui ucapan, badan dan pikirannya. Apabila, timbunan kebajikan keluarga itu telah mencukupi, maka keinginan mereka dapat terkabul. Namun, apabila timbunan kebajikan mereka belum mencukupi, walaupun telah banyak melakukan persembahyangan, mereka tetap tidak akan mempunyai keturunan.
Jadi, para prinsipnya, suatu keluarga akan dapat terkabul harapannya bila mereka
memperbanyak kebajikan dengan mengembangkan kerelaan, kemoralan dan
konsentrasi.
Bersembahyang pada leluhur adalah merupakan salah satu bentuk kerelaan. Begitu pula dengan pelepasan makhluk ke habitatnya, atau membaca paritta secara rutin, atau
bermeditasi bersama dlsb.
Jika seseorang sejak lahir belum pernah bertemu dengan leluhurnya, maka ia tidak
mempunyai kondisi untuk bersalah kepada leluhur. Namun, apabila seseorang telah pernah bertemu dengan leluhur sebelum mereka meninggal, maka ada kemungkinan ia melakukan kesalahan kepada leluhurnya tersebut.
Secara Buddha Dhamma, seseorang baik yang telah mengenal leluhur secara
langsung maupun tidak mengenal leluhur yang telah meninggal sebelum ia terlahir,
hendaknya tetap melakukan pelimpahan jasa yaitu berbuat baik atas nama leluhur.
Pelimpahan jasa ini akan mengkondisikan leluhur berbahagia di kelahirannya yang sekarang. Semakin banyak menerima pelimpahan jasa, semakin banyak pula leluhur terkondisi untuk menambah kebajikan melalui pikirannya sendiri. Timbunan kebajikan melalui pikiran inilah yang akan menyebabkan leluhur terlahir di alam yang lebih baik.
3. Memang dipercaya oleh ajaran lain bahwa dunia ini terjadi karena diciptakan.
Sedangkan dalam pengertian Agama Buddha, dunia ini terjadi sebagai hasil dari suatu
proses evolusi yang membutuhkan waktu sangat lama. Dari kedua pandangan yang amat berbeda ini sampai sekarang masih belum diketahui pandangan yang paling benar. Sedangkan para ahli ilmu pengetahuan lebih cenderung meyakini bahwa bumi ini terbentuk karena proses panjang, bukan penciptaan.
Namun, kalaupun bumi ini terjadi karena proses penciptaan, pencipta tidak harus sama dengan yang diceritakan oleh agama lain tersebut. Jadi, membicarakan masalah ini hanya akan memancing perdebatan panjang yang tidak ada habisnya. Dalam Dhamma, mengetahui bumi terbentuk karena ciptaan ataupun sebagai hasil suatu proses bukanlah hal yang penting dibandingkan perbaikan perilaku, ucapan dan
pikiran seseorang. Tanpa mengetahui asal usul bumi sekalipun, orang hendaknya
tetap berjuang memperbaiki kualitas moralnya.
Mengenai penyembuhan, memang dalam dunia ini ada orang yang mampu mengkondisikan kesembuhan orang yang sedang sakit. Dikatakan 'mengkondisikan'
karena sebenarnya tidak ada orang yang sembuh dari sakit HANYA karena kekuatan
orang lain. Orang itu hanya mengkondisikan saja. Artinya, si sakit mungkin seharusnya akan sembuh dalam waktu sebulan, karena dikondisikan ia sembuh dalam waktu tiga hari.
Kalau memang si sakit sembuh HANYA karena pengaruh seseorang, maka tentunya si penyembuh dapat pergi dan bekerja di rumah sakit. Akibatnya, rumah sakit akan
segera kosong ditinggalkan pasien yang mendadak memperoleh kesembuhan.
Kenyataannya tentu tidak demikian. Tidak semua orang sakit dapat memperoleh
kesembuhan. Mereka yang sembuh adalah orang yang mempunyai dukungan karma
baik yang cukup.
Hal ini sama dengan orang yang memberi zat kimia tertentu pada buah yang akan
masak. Bila kondisi buah itu mendukung, maka buah yang seharusnya masak dalam
waktu satu minggu dapat dipercepat menjadi tiga hari. Kalau kondisi buah tidak
sesuai persyaratan, maka berapapun zat kimia yang diberikan kepadanya tidak akan
memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Adapun kemampuan seseorang mengkondisikan kesembuhan suatu penyakit bukanlah jaminan bahwa bumi ini diciptakan olehnya. Kedua hal ini sungguh berbeda
permasalahannya. Dewasa ini, mudah diketemukan paranormal yang mampu
menyembuhkan penyakit yang parah sekalipun, namun tentunya bukan mereka yang menciptakan dunia.
4. Dalam pengertian Buddhis, dewa dan dewi adalah merupakan makhluk penghuni
surga. Dalam istilah agama lain, para dewa dan dewi ini disebut sebagai 'malaikat'.
Apabila ada orang yang tidak mempercayai keberadaan para penghuni surga ini, maka sebenarnya hal ini adalah hak mereka. Orang tidak dapat memaksakan suatu
kepercayaan kepada orang lain. Keberadaan dan kebahagiaan para penghuni surga itu
tidak akan berubah meskipun ada orang yang mempercayai mereka maupun tidak
mempercayainya. Oleh karena itu, ketidakpercayaan orang akan adanya para dewa dan dewi janganlah ditanggapi dengan emosi. Lebih baik, berilah waktu kepadanya
untuk berpikir dan merenungkannya.
Umat Buddha meskipun mempercayai keberadaan para penghuni surga tersebut,
hendaknya tidak menggantungkan diri kepada mereka. Umat Buddha hendaknya tetap berjuang untuk mengatasi ketamakan, kebencian dan kegelapan batin tanpa harus dipengaruhi dengan pengertian ada atau tidak adanya para penghuni surga tersebut.
Para dewa dan dewi bukanlah penolong. Mereka adalah sesama makhluk hidup yang
tinggal pada dimensi yang berbeda dengan manusia.
Dengan penjelasan ini semoga dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan.
Salam metta,
B. Uttamo.
No comments:
Post a Comment