MEMBERI, MEMBERI, DAN MEMBERI
Oleh YM. Bhante Sri Pannavaro Mahathera
Belajar agama Buddha itu tidak sulit. Ini adalah ajaran tentang kenyataan alam. Bukan menghafal ayat sekian, nomor sekian, halaman sekian. Sama sekali bukan ! Melainkan ajaran tentang keniscayaan, yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Anda harus latihan melepaskan. Kalau Anda tidak pernah melepas, maka Anda akan sengsara. Menderita.
"Tapi bagaimana caranya melepas, Bhante?"
"Latihan melepaskan dengan berdana, Saudara. Ya, berdana."
Memberilah dengan pikiran yang luhur. Bukan hina dana, bukan majjhima dana 'dana tengahan', melainkan panita dana, yaitu berdana dengan tujuan tertinggi.
Apa tujuannya?
Memberikan adalah latihan melepaskan. Orang yang bisa melepas, dia sangat bahagia.
Bagaimana dengan kebahagiaan dalam memberi dan menerima?
Buang saja bagian menerimanya. Karena mampu memberi itu sudah merupakan kebahagiaan. Memberi saja. Tanpa perlu mengharapkan untuk menerima.
Coba pilih, lebih baik mana, menerima atau memberi?
Ketika ada bencana alam seperti banjir, gunung meletus, banyak orang yang menjadi pengungsi karena kehilangan rumahnya. Rumahnya hancur, kehilangan harta benda. Kemudian orang-orang yang tidak terkena bencana berdatangan untuk memberikan sumbangan. Dalam situasi seperti ini, Anda lebih memilih jadi korban yang disumbang atau orang yang menyumbang? Tentu Anda akan memilih menjadi orang yang memberi, bukan orang yang diberi.
"Tetapi kan orang yang diberi itu perasaannya bahagia, Bhante?'
"Benar, Saudara. Tetapi tidak seberapa. Orang yang bisa memberi jauh lebih bahagia daripada orang yang diberi."
Kitab suci agama Buddha, Tipitaka, tidak pernah mengajarkan umatnya untuk memohon, meminta-minta. Tidak pernah ! Guru Agung kita mengajarkan kita untuk memberi, memberi, memberi. Orang yang bijaksana pikirannya hanya diisi dengan memberi dan memberi. Dia tidak pernah memikirkan menerima, mendapatkan, memohon untuk mendapatkan. Tidak pernah ! Pikirannya hanya diisi memberi, memberi dan memberi.
"Bhante, apakah kita tidak boleh mengharapkan kapan dan bagaimana buah dari perbuatan memberi?"
"Tidak perlu, Saudara. Kalau kita yakin tentang hukum karma, mengapa kita harus mengharap-harap?"
Orang beramal pasti dicintai. Orang yang memberi pasti akan memetik. Dia akan sejahtera. Tidak akan kekurangan. Pasti ! Mengapa diragukan? Mengapa harus diharap-harap? Mengharap itu mengotori pikiran. Mengotori batin.
Besok, matahari pasti terbit disebelah timur. Pasti !Jadi nanti malam tanpa perlu diharap-harapkan, esoknya matahari pasti akan terbit di sebelah timur. Mengharap-harapkan besok semoga matahari terbit di timur, jangan sembunyi, jangan terbit di utara; adalah perbuatan seorang yang bodoh, karena mengharapkan sesuatu yang sudah pasti. Tidak perlu mengharapkan matahari terbit kembali.Lebih baik pikirannya digunakan untuk memikirkan apa yang harus dilakukan besok. Ini lebih bermanfaat.
Karena itulah Guru Agung kita mengajarkan bahwa silahkan saja menginginkan nama baik, hidup tidak kekurangan, dan sejahtera. Silahkan. Namun demikian, belajarlah melepas. Sehingga bisa mengurangi penderitaan. Belajar melepaskan adalah untuk melepas kelengketan. Melepaskan upadana. Melepaskan kemelekatan. Dengan demikian kotoran batin akan berkurang.Saat kotoran batin berkurang itu kebahagiaan hidup.Meskipun memiliki banyak materi, kaya raya, tetapi kebencian, kemarahan, penasaran, dendam membakar dirinya. Apakah dia bahagia? Tidak ! Kotoran batin harus dikurangi, itulah bahagia yang sesungguhnya.
Semoga Semua Makhluk Berbahagia
No comments:
Post a Comment