LIMA FAKTOR YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEORANG MEDITATOR
Penyebab Penderitaan
(dikutip dari buku Meditasi Vipassana 'Ceramah mengenai meditasi pandangan terang'
Penulis :
Sayadaw U Janakabhivamsa
Chanmyay Yeiktha
Buddha menemukan sebab dari penderitaan (dukkha). Menurut ajaran Beliau, segala sesuatu muncul karena suatu kondisi. Apapun yang ada di dunia ini mempunyai sebab; tidak ada sesuatu yang muncul tanpa sebab. Ketika Buddha ingin menghentikan penderitaan (dukkha), Beliau harus menemukan penyebabnya. Ketika penyebabnya telah dimusnahkan, maka tidak akan ada akibat. ketika Buddha yang Maha Tahu mencapai penerangan sempurna, Beliau menemukan penyebab dari penderitaan adalah "kemelekatan" (tanha). Pengertian dari kata tanha adalah keserakahan, nafsu keinginan, pendambaan, dan kesukaan. Cendikiawan agama Buddha menterjemahkan tanha sebagai kemelekatan sehingga itu meliputi semua keinginan. Jadi di dalam bahasa Indonesia, kami menggunakan kata kemelekatan untuk tanha.
Tanha atau kemelekatan adalah penyebab dari penderitaan. Bila ada tanha pasti ada penderitaan (dukkha). Ketika seseorang dapat melenyapkan tanha, ia pasti dapat melenyapkan penderitaan (dukkha). Tanha muncul karena suatu sebab. Jika tidak ada sebab, tanha tidak akan muncul. Tanha adalah keadaan mental dan proses mental yang terkondisi. Buddha yang Maha Tahu menemukan bahwa penyebab kemelekatan adalah pandangan salah, misalnya pandangan salah terhadap jiwa, diri, 'aku' atau 'kamu', kepribadian atau individu yang dikenal sebagai Sakkaya-ditthi atau atha-ditthi. Jadi Sakkaya-ditthi atau atha-ditthi adalah sebab dari tanha yang penderitaan (dukkha) muncul. Lalu apa yang menjadi sebab dari pandangan salah ini (Sakkaya-ditthi atau atha-ditthi)?.
Buddha yang Maha Tahu menunjukkan bahwa kebodohan batin (moha atau avijja dalam bahasa pali) dari proses alamiah batin dan jasmani yang menjadi penyebab dari pandangan salah terhadap jiwa atau diri. Sehingga dengan merealisasi atau pengertian benar tentang proses batin dan jasmani secara alamiah, kita akan membasmi kebodohan batin. Kemudian kita dapat mengetahui hukum sebab dan akibat.
Kita dapat menyimpulkan hubungan dari sebab dan akibat seperti ini :
kebodohan batin sebagai sebab, pandangan salah (Sakkaya-ditthi atau atha-ditthi) sebagai akibat.
Pandangan salah sebagai sebab, kemelekatan sebagai akibat.
Kemelekatan sebagai sebab, penderitaan sebagai akibat.
Kemudian kita mengetahui, jika proses batin dan jasmani dapat dimengerti dengan benar, pengertian benar ini akan membasmi kebodohan batin. Ketika kebodohan batin telah dibasmi, maka tidak ada pandangan salah terhadap jiwa, diri, seseorang dan makhluk. Ketika pandangan salah telah dimusnahkan, maka kemelekatan tidak akan muncul. Ketika kemelekatan telah dimusnahkan, maka tidak akan ada penderitaan. Lalu kita mencapai tingkat dimana semua penderitaan tidak akan muncul, berhentinya penderitaan akan dicapai (Nirodha-sacca).
Seorang meditator harus memiliki lima faktor untuk bisa mendapatkan kemajuan dalam meditasi pandangan terang.
FAKTOR PERTAMA adalah keyakinan (saddha).
Seorang meditator harus memiliki keyakinan yang kuat dan teguh pada Buddha, Dhamma, Sangha. Tapi yang paling utama adalah Dhamma yang mencakup teknik meditasi yang sedang dilatihnya.
FAKTOR KE DUA adalah ia harus sehat batin dan jasmani.
Jika ia menderita sakit kepala, sering pusing, masalah lambung, perut, atau sakit yang lainnya, ini bukan berarti ia tidak sehat. Ia dianggap sehat sejauh ia dapat mengamati proses batin dan jasmani. Makanan yang dimakannya harus bisa dicerna (yaitu : makanan yang tidak menyebabkan masalah lambung), karena jika ia menderita masalah pencernaaan, ia tidak akan mampu berlatih dengan baik.
FAKTOR KE TIGA adalah ia harus jujur dan apa adanya.
Ini berarti bahwa ia tidak boleh berbohong pada guru atau teman berlatihnya (meditator lain). Kejujuran adalah prosedur terbaik.
FAKTOR KE EMPAT adalah energi/semangat/usaha (viriya).
Bukan semangat biasa tetapi semangat atau usaha yang tak tergoyahkan, kuat dan teguh (padhana). Seorang meditator harus mempunyai faktor yang satu ini agar berhasil dalam perjuangannya menuju kebebasan. Ia tidak boleh membiarkan semangat atau usahanya menurun, tetapi harus terus- menerus memperbaiki atau meningkatkannya. Jika viriya atau padhana meningkat, perhatian penuhnya menjadi berkesinambungan, konstan dan tak terganggu. Jika hal di atas tercapai, konsentrasinya menjadi dalam dan kuat. Pandangan terang akan menjadi tajam dan menembus hasilnya adalah pengertian yang jelas terhadap sifat alamiah yang sebenarnya dari proses batin dan jasmani.
FAKTOR KE LIMA adalah kebijaksanaan (panna).
Walaupun kita menggunakan kata kebijaksanaan, ini tidak mengacu pada kebijaksanaan biasa atau pengetahuan. Hal ini mengacu pada kebijaksanaan pandangan terang terang tentang timbul tenggelamnya batin dan jasmani (udayabbaya-nana) yang merupakan tingkat ke empat dari pengetahuan pandangan terang.
Tingkat pertama dari pandangan terang adalah nama-rupa pariccheda-nana - pengetahuan yang dapat membedakan antara batin dan jasmani.
Tingkat ke dua adalah paccaya pariggaha-nana - pengetahuan mengenai hubungan sebab dan akibat.
Tingkat ke tiga adalah sammasana-nana - pengetahuan yang menembus atau mengerti ke tiga karakteristik dari proses batin dan jasmani, yaitu anicca, dukkha dan anatta.
Tingkat ke empat adalah udayabbaya-nana - pengetahuan mengenai timbul dan tengelamnya fenomena batin dan jasmani.
Jadi Buddha bersabda bahwa panna di sini berkenaan dengan tingkat ke empat pengetahuan pandangan terang yang menembus pada timbul dan tenggelamnya batin dan jasmani. Seorang meditator diharapkan memiliki faktor ini. Pada awalnya seorang meditator mungkin tak memiliki faktor ini, tetapi ia harus berusaha dengan padhana (semangat yang kuat dan teguh) untuk bermeditasi pada proses batin dan jasmani untuk mencapai pengetahuan pandangan terang ke empat. Jika seorang meditator memiliki kebijaksanaan, ia pasti mendapat kemajuan hingga mencapai paling tidak pengetahuan terhadap jalan kesucian yang terendah yaitu sotapatti-magga-nana. Itulah sebabnya Buddha mengatakan bahwa seorang meditator harus memiliki kebijaksanaan yang merealisasi timbul tenggelamnya fenomena batin dan jasmani. Jadi inilah ke lima faktor yang harus dimiliki oleh seorang meditator.
Semoga semua makhluk terbebas dari segala penderitaan mental dan fisik.
Sādhu. Sādhu. Sādhu.
thanks infonya
ReplyDelete