Monday, 8 April 2019

Menunduklah, Maka…

Menunduklah, Maka…

… berubah sesuai kondisi adalah orang pandai,
bertindak mengikuti situasi adalah orang bijaksana …

Seorang bhiksu ketua sebuah vihara Chan yang berusia lanjut bermaksud mencari penerus.
Suatu hari beliau memanggil dua orang siswa utama, Huiming dan Chenyuan.
Beliau berkata, “Siapa yang berhasil memanjat tebing terjal di belakang vihara hingga mencapai puncaknya, dialah penerusku.”

Huiming dan Chenyuan segera menuju tebing yang dimaksud. Benar-benar sebuah tebing yang berbahaya dan menakutkan.


Dengan pe-de Huiming yang berbadan kekar dan kuat segera memanjat tebing itu.

Namun tak berapa lama ia jatuh terperosot. Ia bangkit dan kembali memanjat. Kali ini dengan lebih hati-hati. Tetapi ia sekali lagi harus berguling-guling jatuh ke tempat semula. Setelah beristirahat sejenak, ia kembali memanjat. Meski harus jatuh dengan hidung berdarah dan muka memar, Huiming terus berjuang pantang menyerah.

Sangat disayangkan, semangat pantang mundur itu tak membuahkan hasil. Ketika hampir mencapai pinggang gunung, ia jatuh dengan kepala membentur batu cadas yang menjorok keluar. Ketua vihara memerintahkan beberapa bhiksu untuk menurunkan Huiming yang sedang dalam keadaan pingsan.

Selanjutnya giliran Chenyuan. Seperti halnya Huiming, ia juga mati-matian memanjat tebing yang menantang itu.

Namun ia menerima hasil yang sama dengan Huiming, harus jatuh berulangkali. Ketika bersiap mengikat tali untuk kesekian kalinya, secara tak sengaja ia menunduk dan melihat pemandangan di bawahnya.

Seketika itu juga Chenyuan membuang perlengkapan panjatnya, membersihkan dan merapikan pakaian, lalu segera menuruni tebing dan berjalan ke arah kaki gunung.

Semua bhiksu yang hadir di sana tak mengerti apa yang terjadi. Benarkah Chenyuan telah menyerah kalah?
Semua ribut membicarakan Chenyuan, hanya bhiksu ketua yang berdiam diri menatap kepergian Chenyuan.

Setiba di kaki gunung, Chenyuan menyusuri aliran sungai berjalan mendaki ke atas gunung. Ia menembus barisan pepohonan, menapak lembah, …, hingga akhirnya tiba di puncak gunung yang juga merupakan puncak tebing terjal.

Sekembali ke vihara, Chenyuan menghadap bhiksu ketua. Semua bhiksu mengira bhiksu ketua pasti akan memarahinya sebagai seorang pengecut yang tak berani menghadapi tantangan, atau bahkan mengusirnya keluar dari vihara.

Tak dinyana, bhiksu ketua justru dengan penuh senyum mengumumkan bahwa Chenyuan adalah ketua vihara yang baru.

Sekali lagi, para bhiksu tak tahu apa yang sedang terjadi.
Chenyuan kemudian menjelaskan pada para bhiksu yang hadir. “Kekuatan manusia tidak mampu menaklukkan tebing terjal di belakang vihara, tetapi bila berdiri di pinggang gunung dan menundukkan kepala, maka akan terlihat sebuah jalan yang menuju ke atas gunung. Shifu sering mengatakan: ‘berubah sesuai kondisi adalah orang pandai, bertindak mengikuti situasi adalah orang bijaksana’, ini mengajarkan kita untuk bersikap fleksibel.”

Bhiksu ketua mengganggukkan kepala menyatakan kepuasannya atas penjelasan Chenyuan. Beliau menambahkan, “Bila tergoda mengejar nama dan keuntungan maka di hati kita hanya ada tebing terjal.
Tidak ada yang membuat penjara, kita sendirilah yang membuat penjara dalam hati. Kita bertikai dan menghabiskan enerji di dalam penjara nama dan keuntungan itu.
Akibatnya kita penuh diliputi kecemasan dan kesedihan, pun dapat terluka dan cacat, bahkan menjadi luluh lantak karenanya.”

Setelah menyerahkan jubah, mangkuk dan tongkat kepada Chenyuan, bhiksu ketua memberi wejangan pada semua yang hadir.

“Memanjat tebing terjal, tujuannya adalah menjajaki hati kalian. Bagi mereka yang mampu mengendalikan diri sehingga tidak terperangkap memasuki penjara nama dan keuntungan, tak ada lagi aral rintangan dalam hatinya.
Ia bertindak sesuai kondisi. Itulah orang yang kuinginkan.”

Demikianlah orang bodoh di dunia ini.
Banyak di antara mereka yang terpaku pada keberanian dan kekeraskepalaan, namun acap kali menerima akibat seperti halnya Huiming dalam kisah di atas. Mereka tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan, justru yang diperoleh hanyalah muka memar dan pulang dengan tangan kosong.
Untuk dapat mewujudkan keinginan, yang kita perlukan adalah menengok ke bawah dengan hati yang tak kemaruk akan godaan dan tenang.

(SINAR DHARMA)

Diposting oleh DHAMMA VAGGA

No comments:

Post a Comment