Ven Ajahn Chah.
Buddha mengajarkan kita untuk mengenali dan mengamati pikiran. Pikiran adalah sesuatu yang hanya dapat kita ketahui dari aktivitasnya. Pikiran yang murni dan sejati tidak dapat diukur dengan alat apa pun. Pikiran dalam keadaannya yang asli itu kokoh, tidak terguncang dan tidak berubah dan damai. Saat kebahagiaan muncul, pikiran hanyut dalam pengaruh-pengaruh mental, ia terusik bergerak! Saat pikiran terusik itulah, kemelekatan dan kesenangan muncul. Buddha telah membabarkan ajaran-Nya dengan sempurna. Tapi kita sama sekali malas melatihnya, kecuali hanya dengan kata-kata. Apa yang kita ucapakan tidak selaras dengan pikiran kita - kita cenderung berkata kosong. Dan ajaran Buddha bukanlah suatu ajaran yang hanya dengan dibicarakan, ditafsir-tafsir atau direka-reka. Ia adalah sungguh suatu pengetahuan tentang hakikat sesungguhnya dari kehidupan. Itulah mengapa Sang Buddha mengatakan, "Tahtagata hanyalah Penunjuk Jalan." Beliau tidak dapat melatihnya untuk Anda, karena kebenaran adalah sesuatu yang tidak dapat diungkapan dengan kata-kata atau di oper-operkan kepada orang lain. Anda sendirilah yang harus menemukannya sendiri.
Semua ajaran hanyalah kiasan-kiasan dan perbandingan-perbandingan, untuk membantu pikiran melihat Kebenaran - sebelum melihat Kebenaran kita akan terus hidup menderita. Contohnya, ketika suatu pagi Anda sedang berjalan ke tempat kerja, ada seseorang yang berteriak memaki Anda dari seberang jalan. Segera setelah Anda mendengarnya, pikiran berubah dari keadaan biasanya menjadi perasaan tidak enak, Anda merasa tersinggung dan sakit hati sehingga membuat Anda sangat marah, bahkan sampai pulang ke rumah rasa marah itu masih terasa, Anda menyimpan dendam dan ingin menumpahkannya.
Beberapa hari kemudian ada seorang teman berkunjung ke rumah Anda dan berkata, "Tahukah Anda? Yang kemarin lusa memaki kamu itu hari adalah orang gila, seorang penyakit jiwa. Sudah beberapa tahun ia menderita penyakit itu! Dia memaki setiap orang yang lewat seperti ia memaki Anda. Tetapi setelah mengetahui kalau yang memaki mereka adalah orang gila maka tidak seorang pun yang memasukkannya kedalam hati. "Segera setelah Anda mendengar ini, Anda pun merasa lega. Perasaan marah dan sakit hati yang Anda bawa beberapa hari tiba-tiba lenyap. mengapa? Karena Anda sudah mengetahui masalah sebenarnya. Ketika sebelum Anda mengetahui masalah sebenarnya, Anda berpikir yang memaki itu adalah orang yang normal pikirannya, maka Anda merasa marah sekali. Ketidak mengertian itu menyebabkan Anda menderita. Setelah menemukan kebenaran sesungguhnya, segala sesuatu pun berubah. "Oh, rupanya dia orang gila! Pantasan dia memaki semaunya." Setelah mengerti, Anda merasa lebih baik dan dapat mengenyahkan masalah itu jauh-jauh. Inilah contoh gambaran mengenai pengetahuan tentang Kebenaran.
Orang yang melihat Dhamma memiliki pengalaman yang sama. Keserakahan, kebencian, dan kebodohan akan menghilang dengan cara yang sama. Ketika belum mengetahui hal-hal ini sama dengan saat Anda mengira orang gila yang memaki itu adalah orang yang pikirannya normal. Tetapi tidak seorang pun yang dapat menunjukkan kepada Anda kekotoran batin itu - hanya jika pikiran Anda sendiri menyadarinya, kita baru dapat membebaskan dan mengalahkan mereka.
Demikian pula dengan jasmani ini, yang kita sebut sebagai Sankhara, atau kelompok kehidupan. Walaupun Sang Buddha sudah menjelaskan bahwa Sankhara ini tanpa inti dan bukanlah sesuatu yang nyata, tetapi kita masih saja berkeras kepala dan melekat kepadanya.
Jika badan ini dapat berbicara, ia akan berbicara kepada kita sepanjang waktu, "Anda tahu kan? Saya bukan milik Anda." Sesungguhnya ia bercerita kepada kita sepanjang waktu, tetapi dengan bahasa Dhamma, bahasa kebenaran, sehingga kita tidak mengerti maksudnya. Contohnya, organ-organ indera seperti mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit adalah objek yang terus menerus berubah, namun saya belum pernah mendengar mereka itu meminta izin kita untuk hal itu. Begitu pun ketika kita terserang penyakit atau sakit perut - badan ini tidak pernah meminta izin sebelumnya, tiba-tiba saja sakit. Ini menunjukkan bahwa badan ini tidak mengikuti apa yang kita inginkan - kita ini bukan majikannya. Buddha menggambarkannya sebagai sesuatu yang Sunya.
No comments:
Post a Comment