Tuesday, 13 November 2018

KIASAN GONI Oleh Ajahn Brahm

KIASAN GONI
Oleh Ajahn Brahm

Sering kali kita memiliki rasa enggan untuk berubah. Berikut ini adalah kisah yg sederhana, namun kemanjurannya telah bertahan selama berabad-abad, dan mengungkapkan mengapa orang jadi begitu keras kepala sehingga kadang mereka tidak mau mendengar sama sekali.

Ada dua orang yg memutuskan menempuh perjalanan jauh untuk mencari harta. Mereka mendengar ada kota yg ditinggalkan, dan ketika orang-orang meninggalkan kota, mungkin ada barang tertinggal yg bisa mereka temukan. Mereka pun pergi ke kota ini. Ketika sedang berjalan disana, mereka menemukan goni. Pada zaman itu, goni dipakai untuk membuat benang goni, yg mirip dengan kain yg digunakan untuk membuat celana jin.


Mereka menemukan goni tercecer, mengumpulkannya, dan masing2 membawa sebuntal goni. Setelah beberapa lama, seorang dari mereka menemukan sebuntal benang goni. Tentu benang goni adalah apa yg kita ingin buat dari goni. Jadi salah satu dari mereka berkata, “Kini aku bisa membuang goniku, aku akan mengambil benang goni ini.” Namun temannya berkata, “Tidak ah, aku sudah menetapkan mengambil ini. Ini cukup buatku.”

Jadi yg satu mengganti dengan barang yg lebih berharga, sedangkan yg satu tetap menyimpan yg lama. Setelah beberapa lama, mereka menemukan kain goni. Orang yg mengubah bawaannya membuang benang goninya dan mengambil kain goni ini, sedangkan yg satunya berkata, “Tidak ah, sebuntal goniku tersayang ini sudah cukup bagus.”

Lalu mereka menemukan rami yg dipakai untuk membuat kain linen. Pria yg membawa kain goni berkata, “Kini aku tidak butuh ini. Rami jauh lebih berharga.” Sementara orang yg masih memanggul goni mengatakan, “Tidak, ini sudah cukup bagiku.”

Lalu mereka mengalami serangkaian penemuan benda yg lebih berharga, yg mana satu orang ini terus mengubah dari goni kebenang goni, ke kain goni, ke rami, ke benang linen, ke kain linen, kemudian mereka menemukan perak, lalu akhirnya emas. Dan karena yg satunya terus tidak mau berubah, maka dia tiba dirumah hanya dengan sebuntal goni, sedangkan kawannya pulang dengan sebuntal emas.

Orang yg kembali ke rumah membawa sebuntal emas disambut sangat meriah oleh keluarga dan sahabatnya, namun pria yg kembali dengan sebuntal goni tidak memberikan kepuasan atau kesenangan kepada siapa pun.
Ini adalah kiasan kuno mengenai penyebab kita tidak pernah mau mengganti pandangan dan gagasan kita.
Mengapa ketika kita memiliki gagasan tertentu, kita begitu sulit atau keras untuk mengubahnya padahal sesuatu yg lebih baik datang ?
Ini sungguh suatu pertanyaan yg menarik.

Alasannya adalah, ketika kita sudah memiliki sesuatu, “Itu goni yg kutemukan.” goni itu nyaris menjadi diri Anda. Goni adalah aku. Aku akan mati jika aku mendapat jati diri lain, identitas lain. Banyak orang ketika mendapat gagasan baru mereka berkata, “Tidak ah, paham ini cukup bagi saya…,” atau semacamnya. Kita begitu resisten terhadap perubahan, meski kita tahu bahwa ada yg lebih baik. Jika kita memahami kiasan ini, kita akan tahu apa esensi pencarian kebenaran itu.

Sumber: “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2” - Ajahn Bram

No comments:

Post a Comment