Monday 12 November 2018

HIDUPLAH DENGAN HATI-HATI

HIDUPLAH DENGAN HATI-HATI

Kita sering mendengar ungkapan Hati-Hati, kita pun sering nasihati orang lain untuk berhati-hati. Tetapi sesungguhnya yang disebut dengan hati-hati itu?

Hati-hati itu memang perlu. Di mana saja kalau hati-hati itu memang baik, tetapi kalau orang yang kita berikan nasihat itu bertanya: "Yang disebut hati-hati itu yang bagaimana?" Kita mau jawab bagaimana? Apakah kalau mengendarai kendaraan 140km/jam, itu semberono? Tapi kalau mengendarai mobil 40 km/jam, itu kelewat takut! Apakah yang hati-hati itu kalau 90 km/jam? Apakah begitu? Tidak begitu sebenarnya.


Menurut Dhamma, yang dimaksud dengan hati-hati adalah suatu sikap yang didasari dengan 'Kusala Cetana. Kusala Cetana adalah niat yang baik. Cetana artinya niat, kehendak, dorongan pikiran, motivasi, yang mendasari pemikiran kita. Dan kusala artinya baik, positif, bersih. Bersih artinya bersih dari kehendak yang tidak baik. Menurut pandangan Dhamma, apa pun yang menjadi sikap kita, perbuatan kita, yang kita lakukan dengan jasmani ataupun ucapan, sebelum kita melakukannya, itu akan muncul dalam pikiran kita sebagai 'Kehendak'.

Menurut pandangan agama Buddha, seperti yang disebutkan dalam Dhammapada: Pikiran itu adalah awal, pikiran itu adalah pemula, pikiran itu adalah pendahulu, pikiran itu adalah pemimpin. Apa pun yang akan kita ucapkan, yang kita lakukan, sebelum kita melakukan, sebelum kita mengucapkan, ia telah muncul lebih dahulu di dalam pikiran kita.

Misalnya pohon yang ada disana itu. Memang kita tidak bisa membuat pohon. Dia tumbuh secara alami. Tetapi agar pohon itu bisa ada disini, sebelumnya ada seseorang yang mempunyai niat: "Saya akan menaruh pohon di depan rupang Buddha itu." Setelah niat muncul kemudian dia berpikir lebih mendalam, di mana pohon itu harus diambil, pohon jenis apa yang cocok, kemudian dia berpikir lebih detil lagi. Juga, sebelum rupang ini muncul, ia muncul terlebih dahulu di dalam ide seseorang: "Saya ingin membuat rupang Buddha". Dari ide itu kemudian muncul rencana. Rupang Buddha yang seperti apa, yang sebesar apa, yang modelnya apa, bahannya apa, sikapnya seperti apa, kalau di beli harganya berapa, dll. Dan kemudian muncul rupang seperti ini. Sebelum bangunan ini muncul, sebelum gedung-gedung itu muncul, muncul lebih dahulu dalam pikiran seseorang. Saya akan membangun gedung 4 lantai, kemudian dibuat detilnya, dibuat rencana bangunannya, dipanggil arsitek, dihitung konstruksinya, dihitung biayanya, berapa lama bisa dilakukan, dan sebagainya, lalu dilaksanakan dan kemudian jadi.

Yang memutuskan adalah PIKIRAN kita. Jadi betapa pentingnya peranan kehendak itu. Oleh karena itu, orang yang ingin bersikap hati-hati, minimal dia harus mempunyai kehendak yang BAIK. Kehendak yang bersih dari kehendak yang tidak baik, bersih dari unsur-unsur yang tidak baik.

Semoga Semua Sehat Dan Bahagia Selalu

(Bhante Pannavaro Mahathera)

No comments:

Post a Comment