Feng Shui Vs Karma
Suatu ketika karena satu urusan penting, Waidao harus melakukan perjalanan jauh.
Setelah berjalan sedemikian jauh dan bekal minuman yang dibawanya telah terkuras habis mengisi kerongkongannya,
sangat wajar kalau ia merasa sangat haus.
Kebetulan ia melalui sebuah dusun, segera diketuknya rumah
terdekat untuk meminta seteguk air sebagai pelepas dahaga.
Di rumah yang sangat sederhana itu berdiam seorang nenek
bernama Shanliang (Bajik). 👵🏻
Nenek Shanliang dengan sangat
ramahnya menyodorkan semangkuk air kepada Waidao.
Tapi anehnya, air minum yang diberikan oleh Nenek Shanliang itu ternyata ditaburi kulit beras.
Bagi Waidao yang sangat kehausan, alangkah nikmatnya
bila air itu dapat diteguknya seketika. Tetapi sayangnya, karena di atas permukaan air ditaburi kulit beras, maka Waidao hanya
dapat meminumnya seteguk demi seteguk. Itupun dilakukannya
dengan sambil meniup kulit beras agar tidak terbawa masuk ke
dalam mulutnya. Timbul rasa benci dalam hati Waidao.
“Berani beraninya mempermainkan diriku, lihat saja akan kubalas
nanti!"
Setelah minum secukupnya, dengan hati yang berapi-api tetapi tetap menampilkan raut wajah yg penuh senyum, Waidao menyatakan terima kasih pada Nenek Shanliang dan
para penghuni rumah itu.
“Aku adalah seorang guru fengshui.
Hari ini menerima kebaikan pemberian air minum dari kalian, aku
merasa sangat berterima kasih.
Demi membalas budi kebaikan kalian, aku akan membantu melihat fengshui rumah ini.”
Tidak menyangka hanya karena memberi air minum lalu
menerima“rezeki” nomplok, keluarga Shanliang dengan segera mempersilahkannya melihat kondisi fengshui rumah mereka.
Waidao melihat sebidang tanah “kutukan” yang sangat buruk
fengshuinya, bahkan dapat menyebabkan keluarga itu terputus
keturunannya.
Tanah itu terletak lebih rendah permukaannya dari tanah yang lain.
Waidao berkata, “Ini merupakan sebidang tanah yang membawa Hokkie.
Kelak bila ada keluarga yg meninggal, makamkan di sini, untuk selanjutnya keluarga kalian akan kaya raya."
Keluarga Nenek Shanliang sangat senang mendengar
ucapan Waidao, serta merta mereka mengucapkan beribu-ribu terima kasih.
Beberapa tahun berlalu, Waidao sekali lagi melalui dusun
itu. Ia masih ingat akan penghinaan yang diterimanya dan ingin
mengetahui hasil dari pembalasannya.
Waidao yakin bahwa keluarga nenek itu pasti sudah menjadi fakir miskin.
Tetapi ia terperangah ketika melihat rumah Nenek Shanliang telah berubah menjadi rumah Gedung yang Besar dan Mewah .
Waidao berpikir, mungkin saja rumah itu telah dibeli orang dari luar dusun yang kaya raya.
Saat itulah pintu rumah terbuka. Ternyata putra Nenek Shanliang. Melihat Waidao, ia dengan gembira sekali mengundang guru fengshui ini masuk ke dalam rumah.
Tuan rumah memperlakukan Waidao layaknya seorang Raja.
Mereka menjelaskan bahwa ini semua untuk membalas budi Waidao, karena Petunjuk Waidaolah maka keluarga mereka menjadi kaya raya.
Waidao tak habis pikir, selama ini perhitungan fengshuinya tak pernah meleset, tetapi kenapa keluarga ini justru menjadi kaya raya?
“Ehm, saya kok tidak melihat Nenek Shanliang? Di mana beliau?"Tanya Waidao.
“Ibu telah meninggal sekitar setahun setelah kedatangan Anda
dulu," demikian jelas sang putra yang bernama Heping (Damai),
“dan sesuai petunjuk Anda, Ibu kami makamkan di tanah hokkie itu.”
“Oh, ya?” Semakin tak habis mengerti Waidao, bagaimana mungkin tanah “Kutukan” itu berbalik menjadi tanah “Hokkie”?
“Boleh saya menengok makam Nenek Shanliang?”
Dengan segera Heping mengantar Waidao menuju makam.
Benar, tak ada yang keliru, makam itu tepat berada di tengah lokasi tanah “kutukan”, hanya posisi tanah itu lebih tinggi dari semula.
Tak mungkin keluarga miskin itu mampu mengeluarkan biaya
meninggikan posisi tanah kutukan, pasti ada sesuatu yang terjadi, demikian pikir Waidao.
“Ehm, seingat saya tanah ini awalnya tidak setinggi ini,” pancing
Waidao.
“Oh ya, benar, kami juga tidak mengerti, ini tampaknya sudah kehendak Langit. Tepat pada malam hari sebelum pemakaman Ibu, datanglah angin topan yang dahsyat. Tanah hokkie yang rendah ini tertimbun rata oleh tanah longsor, sehingga posisinya menjadi lebih tinggi.
Tak peduli apapun yang terjadi, kami tetap mengikuti petunjuk
Anda memakamkannya di tanah ini. Sejak itu keluarga kami menjadi kaya raya. Sekali lagi, beribu-ribu terima kasih atas petunjuk Anda,” ujar Heping dengan tulus.
“Amituofo, Amituofo.” Tanpa disadari muncul seorang bhiksu tua di belakang mereka.
“Oh, Bhiksu Xinming (Hati dan Nasib), kok tumben datang ke sini,”sapa Heping.
“Guru Waidao, Bhiksu Xinming ini datang di dusun ini tepat sehari sebelum pemakaman Ibu.
Sedangkan Guru Waidao adalah guru fengshui yang telah berjasa besar pada keluarga kami,” demikian Heping saling memperkenalkan kedua tokoh itu.
“Amituofo, Pinseng (anggota Sangha miskin, sebutan merendah bagi diri sendiri) melihat adanya hubungan antara angin topan dengan tanah ini, pun dengan kulit beras dalam minuman,” ujar Xinming dengan perlahan tetapi mantap.
Keringat dingin mengucur di dahi Waidao, khususnya saat mendengar ucapan yang terakhir dari Xinming.
“Kulit beras yang ditaburkan oleh Nenek Shanliang bukan untuk
mempermainkan seseorang, melainkan berdasarkan cinta kasih dan ketulusan hati.
Adalah tidak baik bagi orang yang kehausan untuk langsung meneguk air minum dengan rakus.
Menaburkan kulit beras adalah kebajikan yang dilakukan
oleh Nenek Shanliang agar orang yang kehausan itu tidak meneguk air minum dengan seketika yang dapat membahayakan kesehatan yang bersangkutan.” Xinming berkata sambil menatap ke makam Shanliang.
“Menyerahkan Keberuntungan dan Bencana pada unsur di luar diri adalah Waidao ( jalan luar). Demikian pula mencari kebahagiaan dan pembebasan di luar diri sendiri, itu adalah Waidao.
Waidao adalah mencari kekuatan di luar diri sendiri dan pasrah sepenuhnya pada kekuatan itu. Ini berbeda dengan Buddha Dharma yang mengajarkan pelatihan diri melepas kebodohan batin untuk mencapai kemurnian Nirvana,"😇
Xinming berucap dengan pandangan tak beralih dari makam. “Shizhu (donatur pelindung Dharma) bukan orang yang bodoh, pasti memahami ucapan Pinseng.
Hanya ini yang bisa Pinseng katakan.
Pintu gubuk Pinseng senantiasa terbuka. Pinseng mohon diri. Amituofo,” Xinming berlalu sambil mengumandangkan Xinming Ge (Lagu Hati dan Nasib).
👉 Hati Baik nasib juga Baik, kaya dan berpangkat hingga Tua.
👉 Nasib Baik Hati tidak Baik, keberuntungan berubah menjadi
Bencana.
👉 Hati Baik Nasib tidak Baik, Bencana berubah menjadi keberuntungan.
👉 Hati dan Nasib tidak Baik, tertimpa Bencana dan Miskin.
Hati bisa merubah Nasib, yang terpenting adalah memiliki hati belas kasih.👍
Nasib tercipta dari Hati, kebahagiaan dan kemalangan disebabkan oleh Manusia.
Percaya Nasib aja tidak membina Hati, Siang dan Malam tidak bisa dipercaya.
Membina Hati juga menerima Nasib, Langit dan Bumi akan melindungi dengan Sendirinya.
Heping yang tidak Paham akan ucapan aneh Xinming hanya bisa terpaku Diam. Tetapi tidak demikian dengan Waidao. Memang benar Waidao bukan orang Bodoh seperti yang dikatakan Xinming.
Ia kini Paham sepenuhnya. Karma baik Nenek Shanlianglah yang menolong Sanak Keluarganya terbebas dari pembalasan Waidao.
Hukum alam yang jauh lebih Dahsyat dari tatanan Fengshui muncul berperan sebagai Kondisi yang mematangkan buah Karma Baik Nenek Shanliang.
Setelah memahami Makna di balik peristiwa ini,
Waidao menjadi Sadar bahwa Fengshui tak lebih hanya merupakan salah satu Fasilitas dalam menciptakan Kondisi Matangnya
buah KARMA , Fengshui bukan Satu-satunya Faktor Penting yang menentukan Hokkie seseorang, melainkan KARMA atau perbuatan Kitalah.
Nasib dan kebahagiaan Kita, diri Sendirilah yang menentukannya.
Waidao setengah berlari mengejar Xinming.
Dhammapada XXV, 21:
Sesungguhnya diri sendiri menjadi
TUAN bagi diri Sendiri.
Diri Sendiri adalah Pelindung bagi diri Sendiri.
Oleh karena itu
Kendalikan Diri Sendiri, seperti
pedagang kuda menguasai Kuda yang Baik.
No comments:
Post a Comment