Ringkasan : Di zaman Buddha Gotama ,
ada seorang bangsawan bernama Payasi. Ia tidak percaya pada hukum
karma dan kehidupan setelah kematian. Setelah bertemu dengan Bhikku
Kumara Kassapa, ia berubah keyakinan. Cerita ini diambil
dari Payasi Sutta, Digha Nikaya.
Suatu ketika Bhikku Kumara Kassapa ( kemampuan
berkhotbahnya nomer 2 setelah Buddha) berkunjung ke Kosala bersama
500 Bhikku. Beliau tinggal di hutan Simsapa, di sebelah utara kota
Setavya. Kota Setavya dipimpin oleh Pangeran Payasi, ia ditunjuk oleh
Raja Pasenadi dari Kosala untuk menjadi kepala daerah disana.
Selama ini Pangeran
Payasi tidak percaya pada hukum karma dan kehidupan setelah kematian.
Sehingga ia jarang melakukan perbuatan baik, karena ia berpikir bahwa
perbuatan baik tidak ada gunanya. ( Sangat mungkin orang
dengan pikiran seperti ini akan cenderung melakukan perbuatan buruk,
karena berpikir bahwa perbuatan buruk juga tidak ada gunanya.).
Mendengar bahwa
ada orang suci datang berkunjung, para penduduk kota Setavya
berbondong-bondong ingin menemui Beliau. Saat itu Pangeran Payasi
sedang berada di teras atas istananya untuk bersantai. Melihat orang
banyak berjalan menuju hutan Simsapa, kemudian ia bertanya kepada
pelayannya ada apa. Setelah diberitahu, ia pun memutuskan untuk ikut.
Kemudian Pangeran Payasi dengan diiringi oleh penduduk
kota Setavya bersama-sama pergi ke hutan Simsapa. Setelah bertemu dan
bertukar sapa dengan Bhikku Kumara Kassapa, Pangeran Payasi lalu
memulai diskusi :
Pangeran Payasi (PP) : “ Yang Mulia. Saya tidak
percaya pada hukum karma dan kehidupan setelah kematian. Alasannya
sederhana, karena para penjahat setelah mati tidak pernah muncul lagi
untuk menceritakan pengalamannya selama berada di neraka.”
Bhikku Kumara
Kassapa (BKK) : “ Baiklah Pangeran, Saya akan bertanya, jawablah
apa yang menurut anda benar. Misalkan ada penjahat tertangkap, lalu
dijatuhi hukuman mati. Apa bisa hukumannya ditunda dulu, supaya ia
bisa bersaksi kepada teman-temannya ? (
Untuk menceritakan kepada teman-teman si penjahat bahwa berbuat jahat
bisa dihukum.)
(PP) : “ Tidak bisa, hukumannya akan langsung
dilaksanakan. “
(Di zaman itu tidak ada penundaan eksekusi hukuman
mati seperti sekarang. Eksekusi dilakukan paling lambat 1 hari
setelah hukuman dijatuhkan, dan selama 1 hari itu terhukum
dikerangkeng)
(BKK) : “ Demikian pula di neraka, Pangeran. Mahluk
yang muncul disana tidak akan bisa merayu penjaga neraka dengan
berkata : “ Tuan penjaga neraka, mohon hukuman saya ditunda dulu,
karena saya mau melapor kepada Pangeran Payasi bahwa ada hukum karma
dan ada kehidupan setelah kematian (ada
neraka). Permohonannya tidak akan dikabulkan karena
penjaga neraka akan langsung menyiksa mahluk yang banyak omong itu.”
(PP) : “ Saya masih beranggapan bahwa tidak ada hukum
karma dan tidak ada kehidupan setelah kematian, karena tidak ada
orang baik yang setelah meninggal muncul lagi untuk menceritakan
pengalamannya selama berada di surga.”
(BKK) : “ Misalkan ada orang yang tercebur ke
septik tank ( lubang
penampungan tinja), kemudian orang itu diangkat,
dibersihkan lalu dibawa ke istanamu untuk tinggal menetap sampai
seterusnya. Apakah orang itu akan mau tercebur lagi ke septik tank ?
“
(PP) : “ Tentu tidak, karena tidak perlu diceritakan
lagi kalau septik tank jorok dan mengerikan. “
(BKK) : “ Demikian pula, Pangeran, para mahluk
yang muncul di surga (
setelah menikmati keindahan pemandangan, kenikmatan rasa makanan, dan
kecantikan para bidadari surga ) biasanya tidak akan
mau lagi kembali ke alam manusia, karena mereka beranggapan alam
manusia adalah jorok dan mengerikan (
jika dibandingkan dengan alam surga ). Itulah sebabbya
kenapa tidak ada mahluk surga yang muncul di alam manusia untuk
melapor pada anda tentang keadaan di surga.
Selain itu alam manusia dengan alam surga memiliki
dimensi waktu yang sangat berbeda. Satu hari di surga sama dengan
puluhan atau bahkan ratusan tahun di alam manusia, dan usia para dewa
(penghuni surga)
mencapai ratusan atau bahkan ribuan tahun surgawi (
Jadi bisa dibayangkan betapa panjangnya usia para dewa kalau dihitung
menurut waktu manusia, mencapai jutaan tahun ).
Jika
seandainya orang baik yang muncul di surga berpikir : “ Saya sudah
janji pada Pangeran Payasi untuk menceritakan keadaan di surga. Baik,
akan saya lakukan, tapi sebelum itu saya mau beristirahat dan
bersenang-senang dulu disini selama beberapa hari. Baru setelah itu
saya akan balik ke alam manusia.”
Menurut anda, apakah orang itu akan bisa bertemu
dengan anda, Pangeran ? “
(PP) : “ Tidak, karena pada saat itu kita pasti sudah
lama meninggal. Tetapi, darimana Yang Mulia tau begitu banyak
mengenai alam surga ? Karena saya meragukan semua keterangan Yang
Mulia mengenai alam surga. Bahkan saya tidak percaya kalau alam surga
itu ada. “
(BKK) : “ Pangeran, misalkan ada orang yang buta
sejak lahir. Ia tidak dapat melihat bulan dan bintang. Kemudian ia
berkata : “ Saya tidak dapat melihat bulan dan bintang, bahkan saya
juga tidak dapat merasakan keberadaan benda benda itu, maka benda
yang disebut bulan dan bintang pasti tidak ada.”
Apakah orang ini menarik kesimpulan dengan benar ? “
(PP) : “ Tidak, karena bulan dan bintang benar-benar
ada. Kalau orang buta tidak bisa melihat dan merasakannya, bukan
berarti benda itu tidak ada. “
(BKK) : “ Demikian pula dengan anda, Pangeran. Anda
bagaikan orang buta ketika mengatakan alam surga tidak ada. Alam
surga, neraka, dan alam halus lainnya tidak bisa dilihat dan
dirasakan dengan panca indera.
Orang yang berlatih meditasi secara tekun, mereka
akan bisa memiliki mata batin, dan dengan mata batin itu, barulah
alam halus bisa terlihat.”
( Pangeran Payasi masih saja membantah. Ia
mengemukakan sembilan sanggahan diluar yang sudah disebutkan diatas,
dan Bhikku Kumara Kassapa menanggapinya dengan sembilan penjelasan
yang berbeda untuk setiap sanggahannya. Supaya singkat, langsung saja
kita ke bagian akhir diskusi.)
(PP) : “ Yang Mulia. Saya sebenarnya sudah senang
dengan penjelasan yang pertama. Hanya saja untuk lebih meyakinkan
saya. Saya sengaja membantah dengan berbagai alasan guna mendengar
jawaban cerdas dari Yang Mulia.
Mulai sekarang saya menyatakan diri sebagai pengikut
Buddha. Oh ya, Yang Mulia.Saya ingin melakukan perbuatan baik secara
besar-besaran, saya ingin menyumbang secara besar-besaran. Mohon
petunjuk bagaimana cara melakukannya.
( Kemudian Bhikku Kumara Kassapa menjelaskan bagaimana
cara menyumbang. Intinya adalah : sumbangan boleh apa saja, asalkan
sesuai dengan kebutuhan penerimanya. Yang penting adalah tidak boleh
ada hewan yang dibunuh. Tambahan lagi, jika ingin agar sumbangan /
persembahan itu bisa memberikan akibat karma yang maksimal, maka baik
penyumbang dan penerima haruslah orang baik.)
Setelah pertemuan usai. Pangeran Payasi mempersiapkan
barang-barang yang akan disumbangkan. Barang itu adalah makanan
berkualitas rendah dan pakaian dari kain kasar. Kemudian Pangeran
Payasi menuruh bawahannya, seorang pemuda bernama Uttara, untuk
membagikan sumbangan itu kepada semua orang yang membutuhkannya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Uttara berkata : “
Melalui sumbangan ini, saya berkumpul dengan Pangeran Payasi di dunia
ini, tapi berpisah di dunia berikutnya.” ( Nanti di akhir cerita
akan jelas maksud perkataan ini ).
Pangeran
Payasi mendengar perkataan ini. Lalu ia memanggil Uttara dan bertanya
kenapa ia berkata demikian.Setelah mendapat jawaban. Pangeran berkata
; “ Baiklah, Uttara. ,Kita ulang sumbangannya. Sekarang
barang-barang yang akan disumbangkan harus berkualitas baik.Berasnya
sama dengan yang saya makan, kainnya sama dengan baju yang saya
pakai. Kamu yang atur semuanya. Sya terima beres saja. ”
Kemudian Uttara
melakukan persembahan ulang seperti yang disuruh. Dan, Pangeran
Payasi, karena telah menyelenggarakan persembahan dengan rasa enggan
(tidak tulus, tidak gembira), tidak memberikannya secara langsung
(diwakilkan oleh Uttara), tanpa perhatian yang layak ( terima beres
saja), seperti membuang barang yang tidak terpakai. Setelah
kematiannya, muncul sebagai dewa di surga Catumaharajika ( surga
tk I, paling rendah). Di
sana, ia tinggal sendirian di sebuah istana yang kosong (
tidak ada pelayan tidak ada bidadari, semua self service ).
Sedangkan Uttara,
yang bersikap sebaliknya, setelah meninggal, muncul di surga
Tavatimsa. ( Surga
tingkat II, lebih tinggi dari Catumaharajika, inilah maksud perkataan
Uttara, “...berpisah di dunia berikutnya.”)
Pada
saat itu, Bhikku Gavampati
sedang berkunjung ke surga Catumaharajika ( dengan kesaktianNya).
Lalu Beliau memasuki istana milik dewa Payasi untuk beristirahat
siang ( mungkin Beliau
mengira istana itu belum terisi).
Dewa Payasi yang tahu rumahnya kedatangan Tamu Agung, langsung
menemuai Tamunya, bersujud dan berdiri dengan sikap hormat.
Kemudian terjadi percakapan berikut :
Bhikku Gavampati (BG) : “ Siapa anda ? “
Dewa Payasi ( PS) : “ Yang Mulia, saya dulunya adalah
Pangeran Payasi. “
BG : “ Bukankah anda sewaktu menjadi manusia tidak
percaya pada hukum karma dan kehidupan setelah kematian ? “
(PP) : “ Ya Yang mulia. Sebelumnya saya memang begitu.
Tapi setelah bertemu dengan Bhikku Kumara Kassapa, saya berubah
keyakinan. .”
(BG) : “ Uttara sudah meninggal. Muncul di alam
mana ia sekarang ? “
(DP) : “ Sekarang ia ada di surga Tavatimsa.
Mohon Yang mulia kalau sudah kembali ke bumi,
beritahukanlah kepada semua orang, agar mereka menyumbang dengan
tulus, memberikannya secara langsung, dilakukan dengan penuh
perhatian dan dengan sikap yang hormat.
Beritahukan pula tentang kisah Pangeran Payasi dan
Uttara sebagai contoh nyata. “
Dan demikianlah, Bhikku Gavampati, setelah kembali ke
bumi, Beliau menjadikan kisah Pangeran Payasi dan Uttara sebagai
topik untuk berkhotbah.
============Pangeran Payasi Tamat=========
No comments:
Post a Comment