Wednesday, 25 May 2016

PANGERAN PAYASI

Ringkasan : Di zaman Buddha Gotama , ada seorang bangsawan bernama Payasi. Ia tidak percaya pada hukum karma dan kehidupan setelah kematian. Setelah bertemu dengan Bhikku Kumara Kassapa, ia berubah keyakinan. Cerita ini diambil dari Payasi Sutta, Digha Nikaya.

Suatu ketika Bhikku Kumara Kassapa ( kemampuan berkhotbahnya nomer 2 setelah Buddha) berkunjung ke Kosala bersama 500 Bhikku. Beliau tinggal di hutan Simsapa, di sebelah utara kota Setavya. Kota Setavya dipimpin oleh Pangeran Payasi, ia ditunjuk oleh Raja Pasenadi dari Kosala untuk menjadi kepala daerah disana.
Selama ini Pangeran Payasi tidak percaya pada hukum karma dan kehidupan setelah kematian. Sehingga ia jarang melakukan perbuatan baik, karena ia berpikir bahwa perbuatan baik tidak ada gunanya. ( Sangat mungkin orang dengan pikiran seperti ini akan cenderung melakukan perbuatan buruk, karena berpikir bahwa perbuatan buruk juga tidak ada gunanya.).
Mendengar bahwa ada orang suci datang berkunjung, para penduduk kota Setavya berbondong-bondong ingin menemui Beliau. Saat itu Pangeran Payasi sedang berada di teras atas istananya untuk bersantai. Melihat orang banyak berjalan menuju hutan Simsapa, kemudian ia bertanya kepada pelayannya ada apa. Setelah diberitahu, ia pun memutuskan untuk ikut.
Kemudian Pangeran Payasi dengan diiringi oleh penduduk kota Setavya bersama-sama pergi ke hutan Simsapa. Setelah bertemu dan bertukar sapa dengan Bhikku Kumara Kassapa, Pangeran Payasi lalu memulai diskusi :

Pangeran Payasi (PP) : “ Yang Mulia. Saya tidak percaya pada hukum karma dan kehidupan setelah kematian. Alasannya sederhana, karena para penjahat setelah mati tidak pernah muncul lagi untuk menceritakan pengalamannya selama berada di neraka.”

Bhikku Kumara Kassapa (BKK) : “ Baiklah Pangeran, Saya akan bertanya, jawablah apa yang menurut anda benar. Misalkan ada penjahat tertangkap, lalu dijatuhi hukuman mati. Apa bisa hukumannya ditunda dulu, supaya ia bisa bersaksi kepada teman-temannya ? ( Untuk menceritakan kepada teman-teman si penjahat bahwa berbuat jahat bisa dihukum.)

(PP) : “ Tidak bisa, hukumannya akan langsung dilaksanakan. “
(Di zaman itu tidak ada penundaan eksekusi hukuman mati seperti sekarang. Eksekusi dilakukan paling lambat 1 hari setelah hukuman dijatuhkan, dan selama 1 hari itu terhukum dikerangkeng)

(BKK) : “ Demikian pula di neraka, Pangeran. Mahluk yang muncul disana tidak akan bisa merayu penjaga neraka dengan berkata : “ Tuan penjaga neraka, mohon hukuman saya ditunda dulu, karena saya mau melapor kepada Pangeran Payasi bahwa ada hukum karma dan ada kehidupan setelah kematian (ada neraka). Permohonannya tidak akan dikabulkan karena penjaga neraka akan langsung menyiksa mahluk yang banyak omong itu.”





(PP) : “ Saya masih beranggapan bahwa tidak ada hukum karma dan tidak ada kehidupan setelah kematian, karena tidak ada orang baik yang setelah meninggal muncul lagi untuk menceritakan pengalamannya selama berada di surga.”

(BKK) : “ Misalkan ada orang yang tercebur ke septik tank ( lubang penampungan tinja), kemudian orang itu diangkat, dibersihkan lalu dibawa ke istanamu untuk tinggal menetap sampai seterusnya. Apakah orang itu akan mau tercebur lagi ke septik tank ? “

(PP) : “ Tentu tidak, karena tidak perlu diceritakan lagi kalau septik tank jorok dan mengerikan. “

(BKK) : “ Demikian pula, Pangeran, para mahluk yang muncul di surga ( setelah menikmati keindahan pemandangan, kenikmatan rasa makanan, dan kecantikan para bidadari surga ) biasanya tidak akan mau lagi kembali ke alam manusia, karena mereka beranggapan alam manusia adalah jorok dan mengerikan ( jika dibandingkan dengan alam surga ). Itulah sebabbya kenapa tidak ada mahluk surga yang muncul di alam manusia untuk melapor pada anda tentang keadaan di surga.
Selain itu alam manusia dengan alam surga memiliki dimensi waktu yang sangat berbeda. Satu hari di surga sama dengan puluhan atau bahkan ratusan tahun di alam manusia, dan usia para dewa (penghuni surga) mencapai ratusan atau bahkan ribuan tahun surgawi ( Jadi bisa dibayangkan betapa panjangnya usia para dewa kalau dihitung menurut waktu manusia, mencapai jutaan tahun ).
Jika seandainya orang baik yang muncul di surga berpikir : “ Saya sudah janji pada Pangeran Payasi untuk menceritakan keadaan di surga. Baik, akan saya lakukan, tapi sebelum itu saya mau beristirahat dan bersenang-senang dulu disini selama beberapa hari. Baru setelah itu saya akan balik ke alam manusia.”
Menurut anda, apakah orang itu akan bisa bertemu dengan anda, Pangeran ? “

(PP) : “ Tidak, karena pada saat itu kita pasti sudah lama meninggal. Tetapi, darimana Yang Mulia tau begitu banyak mengenai alam surga ? Karena saya meragukan semua keterangan Yang Mulia mengenai alam surga. Bahkan saya tidak percaya kalau alam surga itu ada. “

(BKK) : “ Pangeran, misalkan ada orang yang buta sejak lahir. Ia tidak dapat melihat bulan dan bintang. Kemudian ia berkata : “ Saya tidak dapat melihat bulan dan bintang, bahkan saya juga tidak dapat merasakan keberadaan benda benda itu, maka benda yang disebut bulan dan bintang pasti tidak ada.”
Apakah orang ini menarik kesimpulan dengan benar ? “

(PP) : “ Tidak, karena bulan dan bintang benar-benar ada. Kalau orang buta tidak bisa melihat dan merasakannya, bukan berarti benda itu tidak ada. “






(BKK) : “ Demikian pula dengan anda, Pangeran. Anda bagaikan orang buta ketika mengatakan alam surga tidak ada. Alam surga, neraka, dan alam halus lainnya tidak bisa dilihat dan dirasakan dengan panca indera.
Orang yang berlatih meditasi secara tekun, mereka akan bisa memiliki mata batin, dan dengan mata batin itu, barulah alam halus bisa terlihat.”
( Pangeran Payasi masih saja membantah. Ia mengemukakan sembilan sanggahan diluar yang sudah disebutkan diatas, dan Bhikku Kumara Kassapa menanggapinya dengan sembilan penjelasan yang berbeda untuk setiap sanggahannya. Supaya singkat, langsung saja kita ke bagian akhir diskusi.)

(PP) : “ Yang Mulia. Saya sebenarnya sudah senang dengan penjelasan yang pertama. Hanya saja untuk lebih meyakinkan saya. Saya sengaja membantah dengan berbagai alasan guna mendengar jawaban cerdas dari Yang Mulia.
Mulai sekarang saya menyatakan diri sebagai pengikut Buddha. Oh ya, Yang Mulia.Saya ingin melakukan perbuatan baik secara besar-besaran, saya ingin menyumbang secara besar-besaran. Mohon petunjuk bagaimana cara melakukannya.

( Kemudian Bhikku Kumara Kassapa menjelaskan bagaimana cara menyumbang. Intinya adalah : sumbangan boleh apa saja, asalkan sesuai dengan kebutuhan penerimanya. Yang penting adalah tidak boleh ada hewan yang dibunuh. Tambahan lagi, jika ingin agar sumbangan / persembahan itu bisa memberikan akibat karma yang maksimal, maka baik penyumbang dan penerima haruslah orang baik.)

Setelah pertemuan usai. Pangeran Payasi mempersiapkan barang-barang yang akan disumbangkan. Barang itu adalah makanan berkualitas rendah dan pakaian dari kain kasar. Kemudian Pangeran Payasi menuruh bawahannya, seorang pemuda bernama Uttara, untuk membagikan sumbangan itu kepada semua orang yang membutuhkannya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Uttara berkata : “ Melalui sumbangan ini, saya berkumpul dengan Pangeran Payasi di dunia ini, tapi berpisah di dunia berikutnya.” ( Nanti di akhir cerita akan jelas maksud perkataan ini ).
Pangeran Payasi mendengar perkataan ini. Lalu ia memanggil Uttara dan bertanya kenapa ia berkata demikian.Setelah mendapat jawaban. Pangeran berkata ; “ Baiklah, Uttara. ,Kita ulang sumbangannya. Sekarang barang-barang yang akan disumbangkan harus berkualitas baik.Berasnya sama dengan yang saya makan, kainnya sama dengan baju yang saya pakai. Kamu yang atur semuanya. Sya terima beres saja. ”
Kemudian Uttara melakukan persembahan ulang seperti yang disuruh. Dan, Pangeran Payasi, karena telah menyelenggarakan persembahan dengan rasa enggan (tidak tulus, tidak gembira), tidak memberikannya secara langsung (diwakilkan oleh Uttara), tanpa perhatian yang layak ( terima beres saja), seperti membuang barang yang tidak terpakai. Setelah kematiannya, muncul sebagai dewa di surga Catumaharajika ( surga tk I, paling rendah). Di sana, ia tinggal sendirian di sebuah istana yang kosong ( tidak ada pelayan tidak ada bidadari, semua self service ).


Sedangkan Uttara, yang bersikap sebaliknya, setelah meninggal, muncul di surga Tavatimsa. ( Surga tingkat II, lebih tinggi dari Catumaharajika, inilah maksud perkataan Uttara, “...berpisah di dunia berikutnya.”)

Pada saat itu, Bhikku Gavampati sedang berkunjung ke surga Catumaharajika ( dengan kesaktianNya). Lalu Beliau memasuki istana milik dewa Payasi untuk beristirahat siang ( mungkin Beliau mengira istana itu belum terisi). Dewa Payasi yang tahu rumahnya kedatangan Tamu Agung, langsung menemuai Tamunya, bersujud dan berdiri dengan sikap hormat.
Kemudian terjadi percakapan berikut :
Bhikku Gavampati (BG) : “ Siapa anda ? “
Dewa Payasi ( PS) : “ Yang Mulia, saya dulunya adalah Pangeran Payasi. “
BG : “ Bukankah anda sewaktu menjadi manusia tidak percaya pada hukum karma dan kehidupan setelah kematian ? “
(PP) : “ Ya Yang mulia. Sebelumnya saya memang begitu. Tapi setelah bertemu dengan Bhikku Kumara Kassapa, saya berubah keyakinan. .”
(BG) : “ Uttara sudah meninggal. Muncul di alam mana ia sekarang ? “
(DP) : “ Sekarang ia ada di surga Tavatimsa.
Mohon Yang mulia kalau sudah kembali ke bumi, beritahukanlah kepada semua orang, agar mereka menyumbang dengan tulus, memberikannya secara langsung, dilakukan dengan penuh perhatian dan dengan sikap yang hormat.
Beritahukan pula tentang kisah Pangeran Payasi dan Uttara sebagai contoh nyata. “
Dan demikianlah, Bhikku Gavampati, setelah kembali ke bumi, Beliau menjadikan kisah Pangeran Payasi dan Uttara sebagai topik untuk berkhotbah.
============Pangeran Payasi Tamat=========


No comments:

Post a Comment