Tuesday 4 August 2020

Apakah kita harus menyelesaikan sebab jodoh kita atau kita bisa langsung menjadi seorang biarawan?

Dari: Ferry Liang, Yogyakarta

Namo Buddhaya,

Banthe saya mau bertanya lagi. Hidup selibat atau hidup tanpa menikah dalam arti kita membiara, bukankah menjadikan makhluk lain yang memiliki kesempatan untuk terlahir menjadi manusia menjadi hilang, dalam hal ini jika misalkan semua manusia hidup membiara. Dan bukankah Sabda Sang Buddha mengatakan bahwa semua sebab jodoh harus diselesaikan dan bila sebab jodoh itu telah muncul bukankah harus diselesaikan.


Hingga seperti Sang Buddha ketika akan menjadi Buddha, Sang Tathagata harus menyelesaikan jodohnya dengan anaknya Rahula dan Istrinya. Jadi bagaimana penjelasannya Bhante, saya agak bingung apakah kita harus menyelesaikan sebab jodoh kita dengan semua makhluk atau kita bisa langsung menjadi seorang biarawan?

Terima kasih atas bimbingan Bhante.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Sadhu, sadhu

Answer

Kalau seseorang menjalani hidup tanpa menikah, maka hubungan karma dengan mahluk lain akan berubah bentuknya. Mahluk yang seharusnya menjadi anaknya, mungkin nanti akan menjadi murid sekolah minggu binaannya yang paling disayanginya. Atau, mungkin ada orang yang seharusnya karena karmanya menjadi istri, kalau ia sudah menjadi viharawan, wanita itu mungkin malah menjadi sponsor yang setia sampai tua. Jadi, perjalanan karma cukup banyak variasinya, tidak harus melalui jalur perkawinan saja. Karena kalau semua hubungan karma yang sering disebut sebagai 'jodoh' itu harus diselesaikan dengan jalur perkawinan, bagaimana dengan orang yang sudah sedemikian banyak mengalami kelahiran kembali? Ia tentu telah banyak pula memiliki ikatan dengan orang yang seharusnya menjadi pasangan hidupnya. Apakah mereka semua kemudian harus diikat dalam perkawinan di kehidupan yang sekarang? Kalau demikian, mungkin di dunia ini tidak akan ada lagi orang yang mempunyai pasangan hidup satu orang saja.

Hal ini bisa terjadi karena kita semua sudah terlalu banyak mengalami proses kelahiran kembali dan mengikat hubungan karma dengan banyak orang pula. Tentunya pandangan dengan tidak menikah dapat menghilangkan kesempatan mahluk lain terlahir sebagai manusia adalah pandangan yang tidak tepat.

Satu pandangan keliru lainnya yang sering muncul dalam masyarakat adalah pengandaian tentang kemungkinan semua orang akan menjadi bhikkhu. Itu adalah hal yang tidak mungkin. Sejak jaman Sang Buddha mengajar Dhamma sendiri, jumlah bhikkhu tidak pernah lebih banyak daripada jumlah umatnya. Kalau memang jumlah bhikkhu telah lebih banyak daripada jumlah umatnya, maka di India saat ini mungkin sudah punah penduduknya. Ternyata kenyataan tidak demikian yang terjadi.

Dalam Agama Buddha, tidak semua umat Buddha pasti ataupun harus menjadi bhikkhu. Menjadi bhikkhu hanyalah salah satu pilihan jalan hidup, namun bukan satu satunya cara hidup. Ada umat Buddha yang mungkin senang tinggal di vihara menjadi bhikkhu, namun, ada juga umat yang ingin tetap tinggal dalam masyarakat dan membina rumah tangga. Tidak masalah. Semua pilihan cara hidup ini dibenarkan dalam Dhamma, yang penting, orang hendaknya melaksanakan cara hidup yang dipilihnya itu dengan baik dan bertanggung jawab. Kebebasan memilih jalan hidup ini adalah merupakan salah satu keunikan Ajaran Sang Buddha.

Semoga keterangan ini dapat memberikan manfaat.
Semoga bahagia.

Salam metta,
Bhikkhu Uttamo

No comments:

Post a Comment