Monday, 1 July 2019

Pujian dan Celaan

"Pujian dan Celaan "
Oleh : Ven. Narada Maha Thera

Pujian dan celaan adalah dua keadaan duniawi lain yang mempengaruhi manusia. Adalah hal yang wajar untuk menjadi bersemangat ketika dipuji dan menjadi tertekan karena dicela.
Menghadapi pujian dan celaan, Sang Buddha bersabda, "Orang yang bijaksana tidak menunjukkan kegembiraan maupun kesedihan, bagaikan sebongkah batu yang kokoh yang tidak tergoyahkan oleh angin."


Pujian, jika pantas, akan menyenangkan di telinga. Jika tidak, seperti pujian yang berlebih-lebihan, walaupun menyenangkan hanyalah tipuan semata.
Tetapi suara-suara itu tidak akan menimbulkan akibat apa-apa jika tidak terdengar oleh kita.

Dari sudut pandang duniawi, suatu kata pujian dapat berdampak luas.
Dengan sedikit pujian, bantuan dapat diperoleh dengan mudah.
Satu kata pujian yang baik cukup untuk menarik pendengar sebelum seseorang berbicara. Jika, pada awalnya, seorang pembicara memuji pendengar, ia akan didengarkan. Jika ia mengkritik pendengar pada awalnya, tanggapan yang diperolehnya tidak akan memuaskan.

Orang yang bermoral tidak menggunakan sanjungan untuk mendapatkan bantuan, dan juga tidak mengharapkan untuk disanjung-sanjung oleh orang lain.
Orang yang pantas dipuji akan mereka puji tanpa rasa iri.
Orang yang pantas dicela akan mereka cela tidak dengan merendahkan, tetapi dilandasi kasih sayang dengan tujuan untuk memperbaiki mereka.

Banyak orang yang mengenal Sang Buddha secara dekat memuji-muji kebajikan-Nya dengan cara masing-masing.
Upali, seorang yang sangat kaya, pada saat baru menganut ajaran Buddha, memuji kebajikan-Nya yang berlimpah satu persatu tanpa pikir panjang.
Sembilan kebajikan mulia Sang Buddha yang dilakukan pada hidup-Nya saat ini masih diucapkan oleh para pengikutnya sambil memandang patung-Nya.
Inilah salah satu subyek meditasi bagi para pemeluk agama Buddha.
Kebajikan-kebajikan yang sangat mulia ini masih merupakan inspirasi yang besar  bagi para penganutnya.

Bagaimana dengan celaan?

Sang Buddha bersabda, "Mereka yang banyak berbicara dicela. Mereka yang sedikit bicara dicela. Mereka yang diam juga dicela. Di dunia ini tidak ada yang tidak dicela.

Celaan sepertinya merupakan warisan universal manusia.

Sebagian besar orang di dunia ini menyatakan bahwa Sang Buddha tidak disiplin, namun bagaikan seekor gajah di medan perang menahan semua panah yang ditembakkan kepadanya.
Sang Buddha menahan segala hinaan.

Orang yang bermoral rendah dan jahat, cenderung mencari keburukan orang lain, tetapi tidak akan mencari kebaikannya.

Tidak ada orang, kecuali seorang Buddha, yang sempurna baiknya.
Sebaliknya, tidak ada orang yang benar-benar jahat.
Ada keburukan dari orang yang terbaik di antara kita. Ada kebaikan dari orang yang terjahat di antara kita.

"Ia yang berdiam diri bagaikan gong yang telah pecah ketika diserang, dihina, dan dikutuk, ialah, Saya sebut" Sang Buddha bersabda, "berada dalam Nibbana, walaupun ia belum mencapai Nibbana."

Seorang dapat bekerja dengan maksud yang baik. Tetapi dunia luar seringkali salah mengerti dan menganggap ia dilandasi motif yang mustahil dan mengada-ada.

Seorang dapat melayani dan menolong orang lain dengan sepenuh kemampuannya bahkan sampai berhutang atau menjual barang berharga miliknya untuk menolong temannya yang kesulitan, tapi akhirnya, dunia ini begitu ternoda sampai-sampai orang yang ditolongnya itu akan mencari-cari kesalahannya, memerasnya, menodai sifat baiknya, dan menikmati keruntuhannya.

Dalam cerita Jataka, dinyatakan bahwa Gutilla seorang pemusik mengajarkan segala sesuatu yang diketahuinya kepada muridnya, tapi muridnya begitu tidak tahu berterimakasih, ia malah berusaha bersaing dengan gurunya dan menghancurkannya.

Pada suatu kesempatan, Sang Buddha diundang oleh seorang brahmana untuk dijamu di rumahnya.
Atas undangan itu, Sang Buddha berkunjung ke rumahnya. Namun bukan menjamu-Nya, brahmana tersebut mencaci-maki-Nya dengan kata-kata kotor.
Sang Buddha dengan sopan bertanya, "Apakah tamu-tamu datang ke rumah Anda, Brahmana yang baik?"
"Ya" jawab brahmana.
"Apa yang kamu lakukan ketika para tamu datang?"
"Oh, kami akan menyiapkan jamuan yang mewah."
"Jika mereka tidak datang?"
"Wah, dengan senang hati kita menghabiskan jamuan tersebut."
"Baiklah, Brahmana yang baik, Anda telah mengundang saya untuk dijamu dan Anda telah menjamu saya dengan caci-maki. Saya tidak menerima apa-apa. Silahkan anda mengambilnya lagi."

Sang Buddha tidak membalas.
Tidak membalas merupakan nasehat Sang Buddha.
"Kebencian tidak dapat diatasi dengan kebencian, tetapi hanya dengan kasih sayang saja kebencian itu reda."

Tidak ada guru agama yang begitu dipuji seperti Sang Buddha dan begitu kerasnya dikritik, dihina dan dicela seperti sang Buddha. Itulah takdir dari orang-orang besar.

Sang Buddha dituduh membunuh seorang wanita dengan bantuan murid-murid-Nya. Penduduk yang bukan beragama Buddha mengecam Sang Buddha dan murid-murid-Nya dengan kerasnya hingga Yang Ariya Ananda memohon kepada Sang Buddha untuk pergi ke desa lain.
"Bagaimana Ananda, jika para penduduk desa itu juga mencaci-maki kita?"
"Jika begitu, Bhante, kita lanjutkan ke desa lain."
"Jika demikian, Ananda, di seluruh India tidak ada tempat untuk kita. Bersabarlah. Celaan-celaan ini akan berhenti dengan sendirinya."

Magandiya, seorang wanita harem, mendendam kepada Sang Buddha yang berkata buruk tentang penampilannya yang menarik ketika ayahnya, karena ketidaktahuan, mengharapkan Sang Buddha untuk memperistri anaknya.
Ia menyewa para pemabuk untuk menghina Sang Buddha di depan umum.
Dengan ketenangan yang sempurna, Sang Buddha menahan segala hinaan tersebut

Hinaan adalah hal biasa dalam kemanusiaan. Semakin banyak Anda bekerja dan semakin hebat Anda, Anda semakin dihina dan dipermalukan.

Socrates dihina oleh istrinya sendiri. Setiap kali dia pergi untuk menolong orang lain, istrinya yang tidak mempunyai toleransi itu selalu memarahinya. Suatu hari istrinya sakit dan tidak mampu melakukan tugas rutinnya yang galak.
Socrates meninggalkan rumahnya hari itu dengan wajah yang sedih.
Teman-temannya bertanya mengapa ia bersedih. Ia menjawab bahwa istrinya tidak memarahinya hari itu karena sakit.
"Anda seharusnya merasa gembira tidak memperoleh omelan yang tidak menyenangkan itu."
"Ih tidak! Karena ia memarahi saya, saya memperoleh kesempatan yang baik untuk melatih kesabaran. Itulah mengapa saya bersedih," ucap sang filsuf.

Inilah pelajaran-pelajaran yang dapat diingat oleh kita semua.
Ketika dihina, kita hendaknya berpikir kita diberi kesempatan untuk melatih kesabaran. Walau pun diganggu, kita hendaknya berterimakasih kepada musuh-musuh kita.

(Bersambung)

Fakta Kehidupan
Dian Dharma

Sumber:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1676900235775618&id=744210529044598

No comments:

Post a Comment