Sunday, 24 September 2017

Sonaka dan Pangeran Arindama

Sonaka dan Pangeran Arindama

SHORT DHAMMA STORY #7,
Oleh Sayadaw U Osadha,
Retreat masa Vassa 9 Juli - 5 Oktober 2017,
Kayagatasati,  Cibodas
------------------------------------

Suatu hari di kota Rajagaha yang dipimpin oleh Raja Magadha, Bodhisatta terlahir sebagai Pangeran Arindama. Pada hari yang sama lahir juga seorang anak lelaki dari seorang rohaniwan yang dinamakan Sonaka. Saat dewasa keduanya pergi ke Takkasila.


Setelah terlatih dalam semua pengetahuan, merekapun melanjutkan perjalanan menuju Baranasi. Mereka beristirahat di taman kerajaan dan memasuki kota pada hari selanjutnya. Pada saat itu penduduk kota tersebut sedang melakukan dana kepada para Brahmin. Merekapun mengundang kedua anak muda tersebut ke rumah mereka. Tempat duduk yang ditujukan untuk bodhisatta dilapisi dengan kain putih, sedangkan tempat duduk untuk Sonaka dilapisi dengan wol merah. Melihat pertanda ini, Sonaka mengetahui bahwa temannya akan menjadi raja di Baranasi. Setelah mereka menyelesaikan makanan mereka, keduanya pun kembali ke taman. Saat itu adalah hari ketujuh sejak raja Baranasi meninggal. Kerajaan tidak memiliki ahli waris.

Oleh karena itu dewan kerajaan dengan keretanya berkeliling kota untuk mencari orang yang layak untuk posisi raja. Saat kereta tersebut mendekati taman dengan suara musiknya yang meriah, Sonaka pun tahu bahwa inilah saat bagi temannya untuk menjadi raja. Jika temannya menjadi raja, dia akan dijadikan panglima besar. Akan tetapi Sonaka tidak ingin menjadi panglima. Ia ingin segera melepaskan keduniawian dan menjadi petapa. Oleh karena itu, ia pun bersembunyi.

Setelah bodhisatta pergi, Sonaka kembali ke taman dan duduk di sana. Saat itu sehelai daun pohon sala jatuh dan layu di depannya. Seperti halnya daun ini, badan inipun akan mengalami pembusukan. Sonaka pun memperoleh pengetahuan mengenai perenungan akan segala sesuatu dan menjadi Pacceka Buddha. Setelah menyatakan bahwa tiada lagi kelahiran baginya, ia pun pergi ke gua Nandamula.

Bodhisatta yang telah menjadi raja, setelah 40 tahun kemudian barulah teringat akan temannya Sonaka dan menanyakan keberadaannya. Karena sang raja mencarinya, maka Pacceka Buddha pun mendatangi istana dan memberikan ceramah dhamma mengenai burung gagak dan bangkai gajah.
Setelah mendengarkan ceramah dhamma tersebut, bodhisatta menjadi gelisah dan berpikir untuk meninggalkan keduniawian dan menjadi petapa.

Pesan moral dlm cerita ini:
Seseorang yang selalu memuaskan nafsu indriyanya, yang memiliki banyak kemelekatan, akan sulit melakukan pelepasan keduniawian seperti bodhisatta. Namun jika di masa lampau kita banyak mengumpulkan nekkhama parami (pelepasan keduniawian), maka kita akan memiliki samvega yang kuat untuk segera melepaskan keduniawian dan merealisasi Nibbana seperti Sonaka.

No comments:

Post a Comment