Thursday 27 September 2018

My 'One Meal A Day' Story

My 'One Meal A Day' Story

Banyak pertanyaan yang masuk seputar praktik One Meal A Day yang saya jalankan dan kali ini saya akan coba sharing alasannya.

Dulu saya kalau makan bakmi itu 2 mangkok. Satu mangkok pakai kuah dan satu mangkok lagi kering. Itu pun belum tentu kenyang. Akan tetapi tujuan saya One Meal A Day bukan untuk mengikis samcan (lemak) di perut tetapi untuk mengikis keserakahan di batin. Di lain sisi juga berlatih mengembangkan cinta kasih. Semua disini kalau lagi kelaparan saya yakin emosinya lebih gampang naik, betul? Itu namanya fenomena tangisan samcan.


Pelatihan diri yang salah satu caranya adalah dengan membatasi asupan makanan saya rasa ada diajarkan di semua agama termasuk juga di Agama Buddha yang disebut sebagai Uposatha (Pali) atau Upavasatha/puvasa (Sanserkerta) atau puasa (Bahasa Indonesia). Bedanya saya menjalankannya bukan hanya sebulan sekali atau sebulan dalam setahun tetapi seterusnya dan tidak memasang batas waktu.

Pertama kali melatih ini adalah saat mengikuti retreat meditasi belasan tahun yang lalu dimana kita tidak lagi makan setelah tengah hari. Itu pun satu hari masih diperbolehkan makan 2 kali, yaitu makan pagi dan makan siang. Hanya ketika saya mulai berlatih dengan para Bhikkhu di Hutan dan mencoba menjalani gaya hidup mereka, saya mulai makan hanya sehari sekali saat bertapa disana.

Praktik bertapa disana mendobrak logika dan pengetahuan yang pernah saya ketahui. Apalagi ketika saya berjumpa langsung dengan para Bhikkhu dan praktisi awam disana yang hanya makan 3 hari sekali dan seminggu sekali. Ya, ada tante-tante umat perumah tangga yang saya jumpai pun hanya makan seminggu sekali. Saya baru tahu dia itu adalah tante-tante hanya ketika ada yang menanyakan usianya yang ternyata sudah hampir 60 tahun. Padahal parasnya terlihat hanya sekitar 30 tahunan.

Kalau Guru saya tidak perlu dibahas lagi. Beberapa kali dalam setahun beliau hanya makan 1 kali dalam 2 Minggu. Itupun hanya minum 2 liter air yang merupakan air hujan yang ditampung. Walaupun demikian, bagi yang sudah pernah berjumpa beliau mungkin akan kaget bagaimana beliau bisa luar biasa fit dan segar. Jauh lebih berenergi daripada kita-kita yang makan sehari bisa 5 kali.

Bagi disini yang sering ikut retreat meditasi mungkin juga bisa merasakan bagaimana ketika kita mulai buka tapa (mulai ngobrol dan pikiran tidak terjaga) maka rasa lapar pun jauh lebih mudah muncul. Oleh karena itu banyak sahabat saya yang ikut retreat meditasi sampai ke Bali pun, setelah selesai retreat mereka sering kali juga pesta makan.

Ketika saya merenungkan hal tersebut, sungguh jelas bahwa yang bikin lapar bukanlah perut yang kosong tetapi pikiran yang tidak terjaga dan hati yang hampa. Apalagi saya sudah membuktikannya sendiri ketika berlatih di Hutan, 3 hari tidak makan pun ternyata bisa walaupun awalnya sempat hampir pingsan. Hampir pingsan bukan karena sengaja menyiksa diri dengan tidak makan, tetapi karena disana saya hanya makan sisa-sisa pindapata para Bhikkhu sedangkan para Bhikkhu disana tidak setiap hari keluar untuk pindapatta. Terkadang saya hanya kebagian 1-2 kepal nasi putih/ketan dan kuah dingin untuk beberapa hari.

Namun dengan mengurangi makan sebenarnya jauh lebih mudah bagi kita untuk melatih diri. Dengan melatih diri yang benar maka jasmani ini pun sebenarnya tidak lagi membutuhkan banyak makanan. Banyak energi kita yang habis justru dari pikiran dan perasaan buruk yang liar serta tidak terkendali. Itulah sebabnya banyak orang yang samcan-nya tebal tapi tetap saja lemes. Memang dikatakan bahwa dalam 1 hari manusia biasa butuh asupan berapa kalori untuk hidup. Itu karena manusia biasa menjalani hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang biasanya pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang tidak bermanfaat.

Ketika saya kembali ke Indonesia, ada seorang sahabat saya bernama PakBro Roby Oktober beliau yang  sharing bahwa dirinya sedang mempraktikkan One Meal A Day berdasarkan buku seorang Dokter dari Jepang. Di buku itu dibabarkan secara panjang lebar bagaimana secara medis makan sehari sekali itu justru memberikan banyak sekali manfaat untuk kesehatan, memperpanjang usia dan bikin awet muda. Bahkan dijelaskan bagaimana ketika perut keroncongan dan berbunyi itu justru karena sedang memproduksi 6 enzyme super yang tidak bisa diproduksi di kondisi lain. Sayangnya buku itu sudah sangat sulit didapatkan.

Terlalu banyak makan justru membuat badan menjadi lelah, maka banyak orang yang habis makan siang jadi ngantuk. Itu karena semakin banyak makanan yang masuk ke perut, semakin besar juga energi yang dibutuhkan untuk memproses makanan tersebut. Energi yang harusnya bisa dipakai oleh otak jadi terserap oleh perut. Oleh karena itu dengan mengurangi makan (tentu saja tetap harus makan yang bergizi), energi bisa digunakan lebih banyak oleh otak sehingga pikiran pun menjadi lebih terang.

PakBro Roby Oktober inilah yang membuat saya semakin yakin untuk mempraktikkan One Meal A Day ini seterusnya dan tanpa batasan waktu. Apalagi sudah 3 tahun terakhir ini saya kalau makan memang tidak lagi menikmati ataupun bukan tidak menikmati, tetapi hanya sebagai sarana penyokong kehidupan. Sampai-sampai mama saya kalau ngajak saya makan dia paling pusing. Karena kalau dia tanya saya mau makan apa, pasti saya jawabnya "Apa aja lah. Semua sama saja. Besok pagi keluar dari tubuh juga sama saja bentuknya.".

Awalnya seperti kebanyakan orang, kekotoran batin kita mungkin berpikir "Makan sehari sekali apa tidak kena Maag?". Jawabannya adalah tidak. Maag itu bukan karena makan sedikit tetapi karena makannya tidak teratur. Kalau teratur meskipun hanya sehari sekali, maag tidak akan muncul.

Secara singkat (meskipun gak singkat-singkat banget) inilah alasan saya praktik. Tujuan utamanya adalah untuk melatih diri di tingkat yang lebih lanjut. Guru saya saat di Hutan mengatakan "Kamu tidak harus gundul dan tidak harus pakai jubah tapi kamu harus jadi INSIDE MONK (Bhikkhu di dalam batin)". Meskipun sebagai umat perumahtangga tentu saja tidak bisa menjalankan aturan ke-Bhikkhu-an sepenuhnya, tetapi memotivasi saya untuk terus meningkatkan praktik dimana memungkinkan.

Makan sehari sekali artinya hanya 1 kali dalam 24 jam, bukan sistim yang boleh makan dalam jendela waktu tertentu. Udah selesai makan ya selesai. Saat ini saya makannya hanya saat sore menjelang malam. Alasannya saya bukan makan pagi atau siang adalah karena supaya saya tetap bisa punya momen makan bersama keluarga. Melatih diri memang penting, tetapi menjalani peran hidup sebagai anggota keluarga juga tidak kalah penting. Tentu saja kalau sedang retreat meditasi atau di waktu tertentu, kembali lagi makannya sebelum tengah hari atau kalau berlatih di Hutan hanya pagi hari saja.

Ini hanya sedikit sharing yang saya praktikkan. Sekarang saya hanya makan berdasarkan kebutuhan tubuh, bukan berdasarkan perasaan. Menurut saya yang harus dikikis adalah keserakahan bukan lemak. Lemak berlebih itu hanyalah korban dari keserakahan. Kalaupun samcan itu adalah genetik tetaplah jadi orang yang baik, penuh kehangatan dan berbahagia. Kalau kita diet/puasa dengan landasan keserakaan ingin ini dan begitu, percayalah bahwa itu hanyalah batu loncatan menuju tercapainya maha-gendut yang sebenarnya. Khususnya saat Dukkha datang atau batin terganggu, umumnya makanan yang akan kita hajar dan muncullah samcan abadi.

Mohon untuk tidak menggunakan ini sebagai panduan diet/puasa. Semua praktik harus dilakukan dengan bertahap dan dengan pengertian yang benar sesuai dengan kondisi masing-masing. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment