Wednesday 23 May 2018

Manfaat berdana makanan

Manfaat berdana makanan

Bagaimana berdana makanan bisa memberikan manfaat seperti: panjang umur, kecantikan, kebahagiaan, kekuatan, dan kebijaksanaan? Nutrisi, gizi, dan vitamin yang terkandung dalam makanan sangat bermanfaat untuk menunjang berbagai macam proses yang terjadi di dalam tubuh. Contoh: untuk proses regenerasi sel-sel darah, jaringan, dan organ tubuh yang telah rusak. Bila proses regenerasi ini dapat berjalan dengan lancar, maka mempunyai umur panjang bukanlah suatu hal yang mustahil. Orang yang kekurangan gizi, akan tampak pucat, kurus, kulitnya kusam, dan yang lainnya. Bagaimana orang yang seperti demikian dapat dikatakan cantik? Makanan juga merupakan sumber energi (kekuatan) agar tubuh dapat terus digunakan untuk bekerja, belajar, dan kegiatan-kegiatan yang lainnya. Belajar akan membuahkan kebijaksanaan. Jadi jelaslah bahwa makanan dapat memberikan manfaat-manfaat tersebut. Berdasarkan hukum karma, penderma akan mendapatkan hal yang sama.


Di kitab komentar dari Dhammapada ada dua cerita yang menjelaskan bahwa makanan sangatlah penting peranannya dalam membantu seseorang mencapai kebijaksanaan.

Cerita seorang ibu bernama Mātikamātā9

Pada suatu saat, sekelompok bhikkhu yang berjumlah enam-puluh orang, setelah mendapatkan pengarahan tentang meditasi dari Sang Buddha, pergi mencari tempat yang cocok untuk berlatih meditasi. Ketika mereka sampai di desa Mātika, di kaki sebuah gunung, mereka bertemu dengan ibu dari kepala desa tersebut. Beliau dikenal dengan nama Mātikamātā. Setelah mengetahui tujuan para bhikkhu, beliau meminta para bhikkhu untuk tinggal di hutan yang tidak jauh dari desa tersebut. Dengan demikian, beliau dapat mengambil perlindungan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha dan berlatih menjalankan sila. Beliau juga berjanji akan menyediakan keperluan para bhikkhu selama para bhikkhu berlatih meditasi di hutan tersebut.

Suatu hari, Mātikamātā bertanya kepada para bhikkhu, “Apakah latihan meditasi hanya untuk bhikkhu? Apakah saya juga bisa melatihnya?” Bhikkhu pun memberitahunya bahwa latihan meditasi bisa dilakukan oleh siapapun. Mengetahui hal ini, beliau meminta bhikkhu untuk mengajarinya. Setelah mendapatkan penjelasan tentang cara berlatih meditasi, beliau pun berlatih dengan tekun dan rajin. Sehingga, tidak lama kemudian, beliau mencapai tingkat kesucian yang ketiga (Anāgāmi) dan dilengkapi dengan pengetahuan supernormal.

Setelah beliau keluar dari meditasinya, beliau menggunakan kekuatan mata dewanya untuk mengetahui pencapaian para bhikkhu. Dia mengetahui bahwa tidak satupun dari para bhikkhu yang telah mencapai kesucian, bahkan juga tidak ada yang mencapai jhāna maupun pengetahuan pandangan terang (vipassanā ñāṇa). Kemudian beliau mencoba melihat jika para bhikkhu tersebut mempunyai kualitas kesempurnaan (pāramī) yang cukup untuk mencapai kesucian Arahat. Ternyata mereka semua mempunyai pāramī yang cukup. Apakah para bhikkhu mendapatkan tempat yang cocok untuk berlatih meditasi? Ya, mereka memilikinya. Apakah mereka mempunyai teman yang cocok dalam berlatih? Ya, mereka memilikinya. Apakah mereka mendapatkan makanan yang cocok? Mātikamātā melihat ternyata para bhikkhu tidak mendapatkan makanan yang cocok.

Mengetahui hal ini, beliau menyelidiki makanan yang cocok dan disukai oleh para bhikkhu. Kemudian, dia pun menyediakan makanan yang sesuai untuk para bhikkhu. Usaha yang rajin dari para bhikkhu ditambah makanan yang cocok mengakibatkan konsentrasi mereka berkembang dengan baik. Tak lama kemudian, para bhikkhu pun mencapai tingkat kesucian Arahat.

Cerita seorang pria yang kehilangan sapinya10

Pada suatu hari, ketika Sang Buddha sedang menyelidiki siapa yang mempunyai cukup pāramī untuk dapat merealisasi Dhamma, Beliau melihat seorang pria miskin di desa Āḷavī mempunyai potensi untuk mencapai kesucian Sotāpanna. Maka, Sang Buddha memutuskan untuk pergi ke Āḷavī yang berjarak tiga-puluh yojana dari Sāvatthi. Pada hari itu, secara kebetulan, pria miskin tersebut kehilangan sapinya, sehingga ia pergi mencarinya sejak pagi hari.

Setelah Sang Buddha dan para muridnya selesai menyantap makanan yang didanakan oleh penduduk desa tersebut, mereka siap untuk mendengarkan ceramah Dhamma dari Sang Buddha. Tetapi, Sang Buddha tetap diam dan menunggu kedatangan pria tersebut. Akhirnya pria tersebut menemukan sapinya dan langsung pergi menuju ke rumah tempat Sang Buddha berada. Mengetahui ia sangat lelah dan lapar, maka Sang Buddha meminta penderma makanan pada hari itu untuk memberikan makanan pada pria tersebut. Sang Buddha baru memulai ceramah DhammaNya setelah pria tersebut selesai makan. Beliau berceramah setahap demi setahap dan akhirnya ditutup dengan ceramah tentang Empat Kesunyataan Mulia. Di akhir ceramah, pria tersebut mencapai tingkat kesucian Sotāpanna.

Ketika dalam perjalanan pulang ke Sāvatthi, para bhikkhu bertanya pada Sang Buddha mengenai alasan Beliau meminta penderma memberi makan pada pria itu sebelum memulai ceramah DhammaNya. Sang Buddha menjawab, “Para bhikkhu!, yang kalian katakan adalah benar, tapi kalian tidak mengerti bahwa Saya datang ke sini, yang berjarak tiga-puluh yojana, karena Saya mengetahui bahwa pria itu berada pada kondisi yang tepat untuk merealisasi Dhamma. Jika dia berada dalam keadaan sangat lapar, rasa nyeri akibat rasa lapar akan mencegahnya untuk dapat menyerap Dhamma secara penuh. Pria tersebut telah mencari sapinya sejak pagi hari, dia sangat lapar dan lelah. Selain itu, tidak ada perasaan tidak enak (sakit ringan) yang lebih sulit diatasi daripada rasa lapar.”

Dari dua cerita di atas, jelas bahwa makanan sangat penting peranannya bagi pengembangan/pencapaian kebijaksanaan. Oleh karena itu, salah satu hasil atau manfaat berdana makanan adalah kebijaksanaan.

——

9 DhpA, The Story of A Certain Monk (syair 35).

10 DhpA, The Story of A Lay-Disciple (syair 203).

Bhikkhu Sikkhānanda

No comments:

Post a Comment