Friday 10 March 2017

Kisah Cinta Sejati Raja Assaka dari Pataliputta

Kemanakah Orang Tercinta Anda Setelah Meninggal?
Kisah Cinta Sejati Raja Assaka dari Pataliputta.

Di jaman dahulu kala, Raja Assaka memerintah di Pataluputta di Kasi. Ratunya, Upari sangatlah disayanginya. Dia sangat mempesona, anggun nian dan paling cantik. Raja mencintainya dengan begitu mendalamnya.

Sayangnya, dia meninggal di saat masih belia. Dikarenakan kematiannya si raja terhujam oleh duka dan menjadi depresi. Mangkatnya seorang raja atau ratu menurut tradisi Myanmar diumpakan sebagai 'keberangkatan ke surga' dari seorang raja atau ratu. Meskipun dalam hal ini, mendiang ratu Upari telah gagal untuk mencapai surga.


Terpisah dengan seseorang yang dicinta adalah dukkha. Semakin dalam si cinta, semakin luar biasa pula dukkha tersebut akan terjadi. Oleh sebab itu, ini merupakan tragedi kesedihan yang mempuruk bagi si raja.

Perasaannya begitu merasukinya hingga dia mengolesi balsem pengawet pada tubuh si ratu, direbahkan di dalam peti kaca dan diletakkan di bawah ranjangnya. Dia berpuasa. Dia tetap menangisi dan meratapi si ratu. Dia bahkan melalaikan tugas kerajaannya. Meskipun orang tua dan para menterinya menenangkannya, mengingatkannya akan hukum ketidakabadian dan ketidakkekalan, dia tidak dapat ditenangkan. Dia tetap meraung secara terus-menerus menatapi tubuh mendiang ratu tercintanya yang dibalsemi.

Pada saat itu, Boddhisatta kita merupakan seorang pertapa yang menguasai kesaktian. Dia berdiam di sekitar pegunungan Himalaya. Suatu hari, dia memeriksa dunia untuk melihat siapakah yang sanggup dia bebaskan dari dari derita manusia dengan mencerahkan mereka dengan Dhamma. Dengan kesaktian mata dewa yang dia miliki, dia melihat raja tenggelam dalam palung kesedihan. Mengetahui bahwa tiada seorang pun di dunia ini selain dia, si pertapa sendiri, yang dapat menarik raja keluar dari kemurungannya, dia pun mengunjungi raja.

Di taman kerajaan, dia bertemu brahmana muda. Dia menanyakan kondisi raja. Ketika dia diberitahu raja tidak bisa ditenangkan, dia menyarankan raja untuk menemuinya, dia akan menunjukkan kepada raja dimanakah mendiang ratunya berada jika raja datang menemuinya.

Raja sangat gembira berpikir dia akan melihat Upari. Dengan bergegas dia ke taman kerajaan dengan kereta kudanya. Setibanya dia memberikan penghormatan kepada pertapa. Kemudian dia bertanya, "Benarkah Anda dapat memberitahu saya di mana mendiang ratu saya berada?"

"Iya," jawab pertapa. "Ratu Anda saat menjadi manusia sangat angkuh dengan kecantikannya, menghabiskan hari-harinya mempersolek diri tanpa henti. Dia lalai melakukan perbuatan baik seperti berdana dan menjalankan sila. Sehingga saat dia meninggal dia lahir menjadi kumbang-kotoran hina di taman ini."

Ketika raja mendengar bahwa mendiang ratunya, Upari, lahir sebagai kumbang-kotoran, dia berkata, "Saya tidak mempercayainya!" Lalu Sang boddhisatta berkata, "Saya akan menunjukkannya kepada Anda dan membuatnya bicara."

Sang Boddhisatta memberikan perintah, "Kalian berdua yang sedang sibuk menggulingkan seonggok kotoran sapi majulah ke hadapan raja!"  Dan dua ekor kumbang pun maju. Boddhisatta menunjuk seekor kumbang dan berkata, "Inilah mendiang ratu Anda, Upari, O Paduka! Dia baru saja keluar dari onggokan kotoran sapi mengikuti suaminya si kumbang-kotoran. Lihat dan tataplah."

Raja tidak percaya, "Apa?! Istri saya menjadi kumbang-kotoran?"

"Saya akan membuatnya berbicara, O Paduka." Ujar Boddhisatta. "Upari, siapakah namamu di kehidupan kamu yang lalu?"

Ia menjawab, "Nama saya Upari. Permaisuri Raja Assaka. Tuan, di keberadaan saya sebelumnya saya seorang manusia, saya tinggal bersama suami saya, si raja, menikmati kesenangan indriawi di taman ini. Sekarang saya menjalani keberadaan baru di dunia kumbang-kotoran. Raja Assaka tiada urusan lagi denganku sekarang."

Dia melanjutkan,

"Jika memungkinkan, saya bahkan akan membunuh Raja Assaka sekarang juga dan melumuri kaki dari suami saya sekarang, si kumbang-kotoran dengan darah yang mengalir dari tenggorokan Raja Assaka!"

Kemudian dia melantunkan bait ini di kerumunan pengikut raja dengan suara manusia:

"Suatu kala bersama Raja Assaka, suamiku tercinta, mencintai dan dicintai, saya berjalan di taman ini. Tapi sekarang dengan kesedihan dan kegembiraan baru telah menguapkan yang lampau. Sekarang jauh tersayang dibanding Assaka adalah suamiku sekarang, si kumbang-kotoran."

Ketika Raja Assaka mendengarkan ini, dia merasa sangat malu, bersalah dan menyesal. Segera, dia memerintahkan jasad ratu disingkirkan dari bawah ranjangnya. Raja memberi hormat kepada Sang boddhisatta dan bertolak ke istana. Segera dia mendapatkan ratu lain bagi dirinya dan melanjutkan masa pemerintahannya dengan penuh tanggung jawab dan bahagia.

Moral cerita:

Ketika orang tercinta kita meninggal, keberadaan baru segera terjadi. Tetapi mereka yang ditinggalkan masih meratap, menangis dan meraung. Sadarlah. Yang telah pergi telah melupakan kita dan sedang berbahagia di suatu tempat dengan keluarga atau lingkungan yang baru.

Semoga kisah cinta sejati Raja Assaka ini bisa menjadi pengingat bagi kita untuk bisa melepas kesedihan akan meninggalnya orang tercinta kita. Juga sebagai pengingat untuk terus berbuat kebajikan seperti berdana, menjalankan sila dan meditasi. Supaya di kehidupan mendatang kita tidak lahir kembali di alam binatang atau alam menderita seperti Upari sang ratu cantik yang lahir menjadi kumbang-kotoran karena sibuk mempersolek diri dan lupa berdana atau menjaga sila.

Tidak ada jalan lain untuk menjadi bahagia di kehidupan sekarang dan mendatang serta mencapai kesucian selain berbuat baik, banyak beramal/berdana, menjaga sila dan meditasi.

Anda sekarang cakep atau buruk rupa, kaya atau miskin, terpelajar atau tidak terpelajar, berkeluarga atau single, punya anak atau tidak punya anak, dengan melakukan banyak amal dan berdana, menjaga sila dan meditasi, kita akan menuju kehidupan yang lebih baik. Suatu hari kelak, kita akan mencapai pantai seberang, yaitu Nibbana.

Pustaka:
Buku Pemikul Beban (Bhara Sutta)

No comments:

Post a Comment