Bagaimanakah Pandangan Umat Buddha Terhadap Korban?
Dalam Kitab Suci Tipitaka (Digha Nikaya, Kutadanta Sutta, 94-96: 2009) dijelaskan oleh Buddha, yaitu: Ketika Sang Buddha sedang melakukan perjalanan melewati Magadha bersama lima ratus bhikkhu, dan beliau tiba di sebuah desa Brahmana bernama Khanumata sehingga Beliau menetap di taman Ambalatthika. Pada saat itu Brahmana Kutadanta bermaksud melakukan upacara pengorbanan dengan 700 ekor sapi, 700 ekor kerbau, 700 ekor anak sapi, 700 ekor kambing jantan dan 700 ekor domba yang semuanya diikat di tiang pengorbanan, jumlah keseluruhan 3.500 hewan korban.
Brahmana Kutadanta pada saat itu bertekad melakukan korban dengan tujuan agar negeri, kota keluarga dan kehidupannya selalu dalam selamat dan penuh dengan kebahagiaan. Namun pada kesempatan sebelum melakukan upacara pengorbanan yang besar tersebut, Brahmana Kutadanta mengunjungi sang Buddha dan meminta nasehat berkenaan dengan pelaksanaan korban yang akan dilakukannya. Pada saat itu sang Buddha menceritakan kehidupan raja Mahavijita. Sang Buddha menjelaskan bahwa pada saat raja Mahavijjita memerintah selalu melakukan pengorbanan dalam jumlah yang besar namun pengorbanan yang dilakukan oleh Mahavijjita dilakukan dengan damai dan tanpa setetes darah. Pengorbanan dilakukan melalui tiga cara dan enambelas aturan yaitu pengorbanan dilakukan dengan pelepasan makhluk hidup dengan tidak menyakitinya dan membagikan berbagai makanan dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat yang dipimpinnya.
Saat itu Brahmana Kutadanta menanyakan kepada Sang Buddha selain tiga cara dan enambelas aturan pengorbanan, adakah pengorbanan dengan cara lain yang lebih “TINGGI” daripada pengorbanan yang dilakukan melalui tiga cara dan enambelas aturan seperti di atas. Selanjutnya Sang Buddha menjelaskan dengan berkata kepada Brahmana Kutadanta: Ada Brahmana, mohon dengar dan perhatikan jenis pengorbanan apa, yang melebihi ketiga cara dan enambelas aturan itu, yaitu:
(1). Bila seseorang berdana kepada arahat atau pertapa atau bhikkhu yang menjalankan moralitas dengan baik. Jika hal itu tidak dilakukan maka ada cara lain yang lebih tinggi, yaitu:
(2) membangun vihara dan menyediakan tempat tinggal atau membukakan pintu bagi bhikkhu sangaha untuk bermalam atau bertempat tinggal. Jika hal itu tidak dilakukan maka ada cara lain yang lebih tinggi, yaitu:
(3) bila seseorang itu berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha. Jika hal itu tidak dilakukan maka ada cara lain yang lebih tinggi, yaitu:
(4) bila seseorang itu praktik atau menjalankan lima sila Pancasila Buddhis dalam kehidupannya. Jika hal itu tidak dilakukan maka ada cara lain yang lebih tinggi, yaitu:
(5) bila seseorang itu praktik dan melatih meditasi hingga mencapai dalam Jhana-jhana
Demikianlah cara berkorban dalam aturan dan cara Buddhis yaitu bila yang pertama telah dilakukan maka ada yang lebih tinggi lagi bila telah melakukan yang ke dua, namun bila yang kedua tidak dilakukan selanjutnya seseorang melakukan cara yang ketiga maka itu pengorbanan yang tinggi. Demikian juga bila yang ke tiga tidak dilakukan maka melakukan yang keempat maka lebih tinggi lagi. Seterusnya bila cara yang keempat tidak dilakukan, namun melakukan cara yang kelima maka itulah yang akan membuahkan hasil dan kebahagiaan dalam jangka waktu yang lama dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang.
No comments:
Post a Comment