Brahmana ( pendeta
atau keturunan pendeta) Akkosaka, anak buah brahmana Bharadvaja (lihat
artikel berjudul “ Mandi Penyucian Diri”) mendengar bahwa pemimpinnya sudah
pindah agama dan sekarang menjadi bhikku.
(Ia tidak suka pada Buddha,
karena ia merasa bahwa Buddha sudah merusak organisasi tempat brahmana Akkosaka
bernaung). Dengan rasa marah ia mencari Sang Buddha, setelah ketemu, ia
melabrak dan mencaci maki Beliau.
Setelah ia puas mencaci maki dan
melampiaskan kemarahan, kemudian Sang Buddha bertanya kepadanya : “ Brahmana,apakah
anda pernah menerima tamu di rumah anda ?”
“ Pernah.” Jawab Brahmana Akkosaka. (
Rupanya si brahmana benar-benar sudah puas mencaci maki, sehingga kemarahannya
sudah habis, dan kini ia mau mendengar dan menjawab pertanyaan dengan baik)
“ Apakah anda menyuguhkan sesuatu
untuk tamu anda, makanan atau minuman ? “
“ Ya, kadang saya suguhi. “
“ Kalau tamu anda menolak suguhanmu,
maka barang itu menjadi milik siapa ? “
“ Tentu kembali menjadi milik saya.
“
“
Demikian pula yang terjadi sekarang brahmana. Caci maki yang anda
tujukan pada saya yang sama sekali tidak mencaci, tidak saya terima. Maka semua
ucapan itu kembali padamu brahmana. Seseorang yang membalas makian ketika ia
dimaki, adalah bagaikan tuan rumah dan tamunya yang sedang makan bersama dan
saling menjamu. “
SAMYUTTA
NIKAYA I /161
MENGHADAPI CACI MAKI (2)
Sama seperti Brahmana Akkosaka, anak
buah Bharadvaja yang lain, yang bernama Asurinda, juga tidak suka pada Buddha.
Alasannya sama. Kemudian ia mencari Sang Buddha, setelah ketemu lantas dicaci
maki.
Sang Buddha membiarkan saja Asurinda
berbicara sesuka hatinya sampai puas, dan Beliau sama sekali tidak membalas. (
Asurinda berpikir bahwa diamnya Sang Buddha berarti bahwa Beliau takut dan
kalah. ). Kemudian ia berkata : “ Petapa (maksudnya Buddha), anda
sudah kalah, Ahhh. Saya puas !.”
(Setelah mengetahui bahwa
kemarahan Asurinda sudah mereda karena sudah dilampiaskan habis-habisan, dan
kini ia sudah mulai mau mendengar, akal sehatnya sudah mulai bekerja. ), barulah
Sang Buddha menjawab :
“Orang bodoh mengira bahwa ia
telah memenangkan suatu pertarungan.
Ketika ia berhasil lebih banyak memaki.
Padahal ia yang lebih bisa
mengendalikan diri
Dialah yang menang.
Adalah lebih jelek
membalas makian
Dibandingkan memaki
lebih dulu (tentu Buddha juga mengatakan bahwa memaki lebih dulu juga
jelek)
Orang yang tidak
membalas makian (walaupun sebenarnya bisa)
Telah memenangkan
suatu pertarungan yang berat
Mengetahui kalau orang lain sedang
marah
Seseorang yang bisa tetap mengendalikan
diri
Telah bertindak benar demi
kebaikannya sendiri
dan juga demi kebaikan orang lain
(lawannya)
Ia adalah pelindung
bagi dirinya sendiri
dan juga menjadi
pelindung bagi orang lain
Ia hanya akan dianggap
lemah
oleh mereka yang tidak
menyadari kebenaran.”
No comments:
Post a Comment