Monday 4 January 2016

MENGHADAPI CACI MAKI

Brahmana ( pendeta atau keturunan pendeta) Akkosaka, anak buah brahmana Bharadvaja (lihat artikel berjudul “ Mandi Penyucian Diri”) mendengar bahwa pemimpinnya sudah pindah agama dan sekarang menjadi bhikku.

            (Ia tidak suka pada Buddha, karena ia merasa bahwa Buddha sudah merusak organisasi tempat brahmana Akkosaka bernaung). Dengan rasa marah ia mencari Sang Buddha, setelah ketemu, ia melabrak dan mencaci maki Beliau.
            Setelah ia puas mencaci maki dan melampiaskan kemarahan, kemudian Sang Buddha bertanya kepadanya : “ Brahmana,apakah anda pernah menerima tamu di rumah anda ?”
            “ Pernah.” Jawab Brahmana Akkosaka. ( Rupanya si brahmana benar-benar sudah puas mencaci maki, sehingga kemarahannya sudah habis, dan kini ia mau mendengar dan menjawab pertanyaan dengan baik)
            “ Apakah anda menyuguhkan sesuatu untuk tamu anda, makanan atau minuman ? “
            “ Ya, kadang saya suguhi. “
            “ Kalau tamu anda menolak suguhanmu, maka barang itu menjadi milik siapa ? “
            “ Tentu kembali menjadi milik saya. “
            “  Demikian pula yang terjadi sekarang brahmana. Caci maki yang anda tujukan pada saya yang sama sekali tidak mencaci, tidak saya terima. Maka semua ucapan itu kembali padamu brahmana. Seseorang yang membalas makian ketika ia dimaki, adalah bagaikan tuan rumah dan tamunya yang sedang makan bersama dan saling menjamu. “

                                                                   SAMYUTTA NIKAYA I /161
 MENGHADAPI CACI MAKI (2)

            Sama seperti Brahmana Akkosaka, anak buah Bharadvaja yang lain, yang bernama Asurinda, juga tidak suka pada Buddha. Alasannya sama. Kemudian ia mencari Sang Buddha, setelah ketemu lantas dicaci maki.
            Sang Buddha membiarkan saja Asurinda berbicara sesuka hatinya sampai puas, dan Beliau sama sekali tidak membalas. ( Asurinda berpikir bahwa diamnya Sang Buddha berarti bahwa Beliau takut dan kalah. ). Kemudian ia berkata : “ Petapa (maksudnya Buddha), anda sudah kalah, Ahhh. Saya puas !.”
            (Setelah mengetahui bahwa kemarahan Asurinda sudah mereda karena sudah dilampiaskan habis-habisan, dan kini ia sudah mulai mau mendengar, akal sehatnya sudah mulai bekerja. ), barulah Sang Buddha menjawab :
            “Orang bodoh mengira bahwa ia telah memenangkan suatu pertarungan.
            Ketika ia berhasil lebih banyak memaki.
            Padahal ia yang lebih bisa mengendalikan diri
            Dialah yang menang.
                        Adalah lebih jelek membalas makian
                   Dibandingkan memaki lebih dulu (tentu Buddha juga mengatakan bahwa memaki lebih dulu juga jelek)
                        Orang yang tidak membalas makian (walaupun sebenarnya bisa)
                        Telah memenangkan suatu pertarungan yang berat
            Mengetahui kalau orang lain sedang marah
            Seseorang yang bisa tetap mengendalikan diri
            Telah bertindak benar demi kebaikannya sendiri
            dan juga demi kebaikan orang lain (lawannya)
                        Ia adalah pelindung bagi dirinya sendiri
                        dan juga menjadi pelindung bagi orang lain
                        Ia hanya akan dianggap lemah
                        oleh mereka yang tidak menyadari kebenaran.”


                                                                                  SAMYUTTA NIKAYA I / 163
From: Teddy Teguh Raharja <teddy.teguh@gmail.com>

No comments:

Post a Comment