Saturday, 31 December 2016

Tunimbal Lahir.

Tunimbal Lahir.
Oleh Somdet Phra Nyanasamvara.

Kehidupan atau kelahiran tiap orang beragam, ada yang berkebangsaan Thai, China, India, Barat, dan sebagainya; ada yang dari keturunan bangsawan ada yang dari keturunan rakyat jelata; ada yang cerdas ada yang bodoh; ada yang kaya dan ada yang miskin. Perbedaan di antara mereka sangat banyak yang semua ini sebagai bukti kepercayaan orang terhadap karma dan buahnya, penunjuk adanya kehidupan yang lampau sebelum kehidupan ini, menjadikan tahu bahwa perbedaan yang ada pada kelahiran ini disebabkan oleh perbedaan karma yang dilakukan di kelahiran lampau.


Keragaman kehidupan yang sangat penting, yang menunjukan kekuatan karma adalah kelahiran sebagai dewa, manusia, dan binatang. Mahluk dewa bisa menjadi manusia atau binatang, manusia bisa menjadi dewa atau binatang, dan binatang bisa menjadi dewa atau manusia dikarenakan kekuatan besar karma. Ini adalah kebenaran yang selalu hakiki keberadaannya, baik dipercaya ataupun tidak. Tiada sesuatu apa pun yang dapat mengubah kebenaran. Memercayainya atau tidak, orang pantas menjadi takut satu hal yaitu takut tidak kembali terlahir sebagai manusia, tidak kembali terlahir sebagai dewa.

Mahluk dewa yang bertunimbal lahir sebagai manusia lebih banyak dipercaya ketimbang sebagai mahluk lainnya. Sering ada cerita atau anggapan bahwa orang-orang tertentu adalah tunimbal lahir dari dewa dewi. Ini di duga dari lembutnya sikap atau luhurnya budi orang tersebut.

Beberapa orang memiliki banyak kelengkapan, baik dari segi martabat keluarganya, kedudukannya, paras mukanya, lemah-lembut tindak-tanduknya, atau pun kepintarannya. Beberapa orang, kalaupun tidak memiliki seluruh kelengkapan itu, masih bisa dikatakan sebagai tunimbal lahir dewa dewi karena keanggunan parasnya atau kelembutan tindak tanduknya. Ini adalah anggapan yang muncul dari hati kecil kebanyakan orang tentang tunimbal lahir dewa sebagai manusia.

Salah satu mahluk dewa yang bertunimbal lahir menjadi manusia yang sangat perlu disebutkan, yang diakui oleh kebanyakan orang, khususnya di lingkup umat Buddha adalah Sammasambuddha, Sang Guru Agung. Beliau bertunimbal lahir dari surga Tusita menuju ke alam manusia sebagai Pangeran Siddharta, putra Raja Suddhodana dengan Permaisuri Sri Mahamaya.

Salah satu cerita Buddhis yang dikenal baik adalah cerita tentang dewi Mekhala. Dewi ini dilantik sebagai penjaga lautan, bertugas melindungi dan membantu orang-orang yang berkeyakinan kepada Triratna, melaksanakan sila dengan baik, merawat ibu dan ayah. Sang Boddhistva yang terlahir sebagai seorang Brahmana suatu ketika sedang melakukan perjalanan dengan kapal laut. Kapal laut yang dinaiki itu pecah ditengah samudera. Ia berenang menuju pantai selama tujuh hari. Dewi Mekhala melihatnya lalu menampakan diri dihadapan-Nya. Ia berjanji memberikan segala keinginan, mengebulkan segala pengharapan Sang Bohistva, yaitu kapal kedewaan dan harta kekayaan. Sang Bodhisatva setelah mendarat dari samudera, mengembangkan kebajikan dengan berdana dan melaksanakan sila seumur hidup. Setelah meninggal dunia ia terlahir di surga. Pada kelahiran setelahnya, Bodhisatva sebagai Sang Buddha, dewi Mekhala sebagai Ayya Uppalavana Theri, dan pembantu Bodhisatva sebagai Bhante Ananda Thera. Ini adalah cerita para dewa yang berunimbal lahir sebagai manusia, yang paling tidak didasarkan keyakinan, sehingga ada cerita tentang Dewi Mekhala tersebut.

Dewa dapat bertunimbal lahir sebagai manusia. Manusia pun dapat bertunimbal lahir sebagai dewa, misalnya sebuah cerita yang Sang BUddha tuturkan ketika bersemayam di Vihara Jetavana. Beliau bercerita tentang kehidupan masa lampau, yaitu salah satu kelahiran Beliau sebagai Bodhisatva, Beliau terlahir sebagai pemimpin saudagar berpedati. Beliau membeli barang dagangan di kota Baranasi, mengisi pedati dengan barang dagangan dan bersama dengan rombongan besar melakukan perjalanan ke pelosok desa. Ketika melewati sebuah telaga, orang-orang dalam rombongan beramai menggalinya untuk mendaptkan air minum. Di telaga itu mereka menemukan banyak sekali permata. Sang Bodhisatva mengingatkan mereka untuk tidak menjadi lobha yang akan bisa mendatangkan bencana, namun tidak satu pun dari mereka yang mengindahkan. Mereka masih terus menggali telaga itu dengan harapan bisa memperoleh lebih banyak lagi permata. Di telaga itu berdiam seekor naga. Ketika telaga itu dirusak, sang naga marah dan menghembuskan udara berbisa dari hidungnya. Semua orang mati terbunuh kecuali sang Bodhisatva yang tidak turut menggali telaga. Dengan begitu, sang Bodhisatva mendaptkan banyak sekali permata, terkumpul hingga tujuh pedati. Beliau lalu membagi-bagikannya sebagai dana, menjaga norma susila, melaksanakan Uposathasila hingga akhir hayat. Setelah tutup usia, beliau terlahir lagi di surga sebagai dewa. Ini adalah seorang manusia yang bertunimbal lahir sebagai dewa.

Sejauh apa pun kebajikan telah dilakukan, baik melalui jasmani, ucapan, ataupun pikiran, sejauh itu pula si pelaku akan terlahir sebagai dewa, yaitu dapat terlahir di surga tingkat tinggi ketika ajalnya tiba.

Pada zaman kehidupan Sang Buddha, ada seorang pria yang menjadi geram terhadap seekor anjing yang selalu membuntutinya. Sang Buddha memberitahukan bahwa si anjing itu adalah ayahnya yang telah meninggal dunia dan terlahir lagi sebagai anjing. Beliau membuktikannya dengan menyuruh sang anjing membawa si pria pergi mencari harta karun yang tidak ada seorang pun mengetahui kecuali sang ayah. Si anjing membawanya pergi untuk menggali harta yang dipendamnya sebelum meninggal dunia.

Ada berbagai cerita Buddhis tentang hal ini yang disampaikan, salah satunya adalah bahwa pada zaman kehidupan Sang Buddha, ada binatang-binatang yang ketika mendengar suara para bhikkhu membackan Paritta, mendengarkannya dengan kesungguhan hati dan penuh penghormatan. Setelah ajal tiba , mereka terlahir sebagai dewa di surga berkat kekuatan penghormatan mereka pada Buddhadharma.

Keberadaan binatang yang bertunimbal lahir sebagai manusia dipercayai secara bawah sadar oleh orang-orang. Merak akan mengungkapkan perasaannya secara berbeda-beda bila melihat beberapa orang, misalnya: "Ia berasal kelahiran dari monyet." "Ia adalah mahluk kiriman dari neraka." Dan sebagainya. Ini karena dilihat dari paras wajahnya, sikapnya, atau perangainya. Kebanyakkan orang melihat dengan perasaan yang sama yang merupakan perasaan yang muncul dari keyakinan bahwa binatang  dapat bertunimbal lahir sebagai manusia atau manusia dapat bertunimbal lahir dari binatang.

Pada masa kehidupan Sang Buddha, ada sebuah cerita tentang seorang bhikkhu yang karena melekatnya pada jubah yang baru saja dia peroleh , dia cuci dan jemur, meninggal dunia sebelum jubahnya  keburu kering. Pikiran terakhir yang terikat pada jubah itu membuatnya lahir sebagai kutu kecil yang menempel di jubah itu. Seorang bhikku lainnya menganggap bahwa jubah itu sudah tidak berpemilik, berhasrat memakainya. Sang Buddha mengetahui hal itu, mencegahnya dan menyuruhnya menunggu karena bhikkhu yang terlahir sebagai kutu tersebut akan meninggal dari kehidupannya sebagai kutu dalam waktu beberapa hari lagi. Jika ia mengambilnya sebelum si kutu mati, kutu itu akan mendendam dan tertutup kesempatannya mengeyam kebajikan yang telah ia lakukan sekian banyaknya. Ini adalah cerita yang menjadi bukti bahwa kekuatan pikiran dapat membuat manusia menjadi binatang.

Kekuatan besar karma saja yang bisa menciptakan kehidupan secara luar biasa demikian rupa. Karma menjadi sesuatu yang betul-betul menakutkan. Siapa pun orangnya tidak dapat lari menghindarkan diri dari kekuatan karma, baik karma lampau maupun karma saat ini.

No comments:

Post a Comment