Sunday 9 October 2016

Kebebasan

Kebebasan
Oleh YM. Bhante Sri Pannyavaro.

Perasaan yang tidak senang adalah penderitaan. Perasaan yang senang adalah kebahagiaan. Perasaan senang atau tidak senang itu kedua-duanya berbahaya. Meskipun perasaan senang itu didapat dari berbuat baik, yang halal, yang dibenarkan oleh agama sekalipun, perasaan senang itu berbahaya juga, karena perasaan senang dari perbuatan baik itu juga tidak kekal dan kalau ketidakkekalan itu tidak disadari, nanti akan membuat kita kecewa. Kecewa itu penderitaan yang baru. Buntutnya adalah jengkel dan marah
.

Kalau sedang merasa tidak senang, disadari atau diperhatikan saja. Kalau sedang merasa senang, juga disadari atau diawasi saja.

Saya menggunakan istilah berganti-ganti: kesadaran, perhatian, keawasan, kewaspadaan, pengamatan; karena semuanya mempunyai arti yang boleh dikatakan sama dalam hal  untuk menjelaskan tentang meditasi.

Kalau sedang tidak senang, tidak usah seperti kebakaran jenggot. Sedang tidak senang, ya sudah, nanti juga akan hilang sendiri. Tidak perlu mencari selingan pergi ketempat-tempat yang 'buruk', tidak perlu pergi ke tempat yang remang-remang, minum-minuman berakohol. Tidak perlu itu ! Sadari saja, perhatikan saja, awasi saja rasa tidak senang yang sedang muncul itu, nanti akan hilang sendiri. Demikian juga kalau sedang senang, sedang gembira, disadari saja, "wah, sedang senang, sedang bahagia." Meskipun kesenangan itu tidak berasal dari kejahatan, melainkan dari kebaikan. Perhatikan saja ! Sewaktu selesai meditasi duduk misalnya, juga timbul perasaan bahagia, atau puas; itu pun harus disadari atau diamat-amati juga. Kebahagiaan orang meditasi itu juga tidak kekal. Jangan kaget kalau nanti kebahagiaan itu berlalu hilang.

Oleh karena itu, tujuan yang tertinggi kita bukan mencari bahagia. Memang kita tidak ada yang ingin menderita, wajar ! Orang tidak ingin menderita, ingin berbahagia. Betul sekali ! Tetapi, kebahagiaan itu juga tidak abadi. Perasaan bahagia itu hanya sepintas saja, sebentar saja. Akhirnya, akan mengecewakan kita. Maka yang tertinggi bukanlah mencari kebahagiaan, tetapi mencari kebebasan. Bebas dari perangkap. Tidak terperangkap oleh kebencian, tidak terperangkap juga oleh kebahagiaan.

Kebencian itu bagaikan pancing. Kalau kita terpancing bagaimana? Marah. Kalau menghadapi yang tidak disenangi, akan muncul marah, jengkel, muncul ucapan dan perbuatan yang tidak bisa dikendalikan; timbullah kejahatan. Itulah pancingan yang berasal dari rasa tidak senang. Rasa senang itu sebenarnya pancingan juga. Yang akan terpancing dari rasa senang itu apa? Serakah, ingin lagi, ingin lagi, ingin lagi dan ingin lagi. Kalau bisa tiap orang ingin senang seperti itu terus. Itulah hasil pancingan rasa senang, akibatnya keserakahan muncul ke permukaan.

Hasil pancingan atau perangkap dari yang tidak menyenangkan adalah kemarahan, kejengkelan, kebencian. Hasil pancingan dari yang menyenangkan adalah keserakahan, dua-duanya berbahaya. Oleh karena itu, marilah kita mengasah diri kita dengan menggunakan kesadaran. Memang susah sekali, sangat susah, tetapi kita harus belajar dan berlatih. Pendeknya, apa saja yang timbul ataupun mulai timbul menjadi perasaan dan pemikiran diketahui atau disadari dengan dilandasi pengertian bahwa ini tidak kekal, tidak abadi, ini hanya sebentar.

Sangat perlu memelihara dan menjaga kesadaran, dari kita bangun pagi sampai nanti menjelang tidur kembali, meskipun tidak bisa tiap detik. Sebanyak mungkin kita harus menggunakan kesadaran, perhatian penuh atau keawasan dalam hidup keseharian kita, untuk menyadari atau mengawasi apa saja yang muncul pada perasaan dan pikiran kita.

Kalau kita bisa menyadari dengan pengertian ketidakkekalan, kita akan terbebas meskipun hanya satu detik. Itu berharga sekali. Satu saat saya merasa hati sedang sedih, tetapi begitu ingatan kesadaran muncul, saya menyadarinya, "Oh, perasaan sedang sedih." Begitu saya menyadari, saya menjadi orang bebas, merasakan kebebasan meskipun hanya sesaat. Saat saya merasa jengkel, tidak enak. Buru-buru harus disadari, "Oh, ini perasaan tidak senang sedang muncul." Pada saat kita menyadari itu, kita merasa ringan, enteng, bebas, dan jengkel yang mengakibatkan rasa tidak senang itu otomatis menurun, menurun, dan kahirnya lenyap. Detik itu pula terbebas dari kejengkelan, kemarahan, dan kebencian.

Suatu ketika kita makan enak, atau angin sepoi-sepoi menyejukan, "Waduh, kalau begini rasanya enak." Eh, hati-hati ! Harus segera disadari, supaya tidak terikat (melekat) atau ketagihan dengan susana romatis itu, karena suasana yang menyenangkan itu pun, sekali lagi, tidak kekal ! Pada saat kita menyadari itu, kita terbebas dari keserakahan dan kebencian. Detik itu kita adalah orang yang terbebas. Kalau kita bisa mempertahankan detik-detik itu terus, itulah yang dikatakan; kebebasan sempurna.⁠⁠⁠⁠


RENUNGAN:  "kepekaan batin"                                                                                                                               👉 👀 Jangan hanya melihat yang terlihat, karena belum tentu yang terlihat oleh mata itu kebenaran; bisa jadi yang terlihat itu sebagai kemasannya, sehingga tidak bisa terlihat isi sebenarnya.                                                                                    👉 👂 Jangan hanya mendengar yang bisa didengar oleh telinga, walaupun fungsinya telinga untuk mendengarkan; jika mendengar hannya  melalui telinga, tidak akan mendengar suara dari kebenaran.                                                                         👉 👅 Jangan hanya mengenali rasa dengan lidah, kendati lidah bisa untuk merasakan; karena rasa yang  dirasakan lidah, itu bukan rasa sebenarnya tentang kebenaran.                                                                          👉 💟 Hati atau Batin lebih akurat jika digunakan, untuk Melihat, Mendengar dan Merasa adanya Kebenaran.                                                   👉 👀👂👅 Mata, telinga dan lidah bisa di bohongi, tentang kebenaran.                                                👉 💟 Namun manusia tidak bisa membohongi hati kecilnya, tentang kebenaran.                                                                                                                  👉 Oleh karenanya kepekaan tentang kebenaran, sumbernya dari batin; orang mendengar dari  suara hatinya, melihat dari mata batinnya, dan merasakan dari kepekaan nuraninya.                                               📝 {B.Saddhaviro}

No comments:

Post a Comment