Thursday, 4 October 2018

MEDITASI DI MATA SEORANG SANTRI

MEDITASI DI MATA SEORANG SANTRI

Mohammad Zaimudin merupakan salah satu murid dari Master Zen Thich Nhat Hanh dari Indonesia. Pria kelahiran Kediri, 11 Oktober 1983 ini menghabiskan lebih dari separuh hidupnya dalam proses pencarian spiritual. Pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan yang tidak terjawab dalam proses pencarian spiritual keyakinannya mempertemukan dirinya dengan ajaran meditasi Buddhis.

“Saya datang ke klenteng ingin bertemu dengan biksu. Di klenteng saya bertanya kepada pengurusnya ‘saya ingin bertemu biksu’ pengurus klenteng menjawab ‘di sini tidak ada biksu mas, adanya Dewa’ saya berpikir, tidak bisa ketemu biksu tapi bisa bertemu Dewa malah lumayan to. Kalau begitu saya ingin ketemu dengan Dewa ‘ya silahkan’ kata pengurus klenteng. Ternyata Dewa-dewa bukanlah sosok mahkluk hidup tapi patung-patung yang berjejer di klenteng.”


Sebuah koran bekas yang memuat informasi latihan meditasi vipassana mempertemukan laki-laki dengan nama kecil Mohammad Zaimudin ini dengan meditasi Buddhis. Setelah mengikuti meditasi vipassana selama satu minggu, Zaim merasakan kebahagiaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

“Setelah meditasi saya merasakan ada sesuatu yang terjadi dalam diri saya. Saya merasakan kedamaian luar biasa yang selama ini belum pernah saya rasakan. Kedamaian itu sangat unik, meskipun saya berada di tengah keramaian, saya berada di tempat yang panas, kedamaian itu selalu mengiringi saya.”

Tetapi kedamaian yang dirasakan tidak bertahan lama. “Setelah beberapa bulan saya merasa kacau lagi,” ujarnya.

Pencarian spiritual

Proses pencarian dan pendalaman meditasi berlanjut ke beberapa vihara dengan guru meditasi yang berbeda-beda. “Saya masuk ke Vihara Dhammadipa Arama, Batu, Malang di bawah bimbingan bhante Khantidaro. Setelah itu saya berguru lagi ke Bhante Uttamo di Blitar. Setelah dari Bhante Uttamo saya berguru ke Kalimantan di bawah bimbingan Bhante Tithannyano.”

Tidak hanya berguru kepada para bhikkhu, Zaim pun sempat mempelajari agama Buddha di Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda. Namun belajar di sebuah kampus Buddhis tidak membuatnya merasa puas. Sehingga dia sering mengambil cuti perkuliahan untuk mengikuti retret meditasi bersama guru-guru meditasi dari luar negeri.

“Pas kuliah saya belum merasa puas, karena di kampus itu saya hanya belajar teori saja tidak diajari meditasi. Jadi akhirnya saya sering mbolos ketika ada guru-guru meditasi dari luar negeri saya selalu bolos dan mengikuti retret bersama guru-guru tersebut.”

Tahun 2010 ketika Master Zen Thich NNat Hanh datang ke Indonesia Zaim mendapat kesempatan spesial untuk mengikuti retret yang dipimpin oleh Thay. Pertemuannya dengan Thay dalam retret tersebut membawanya ke Plum Village Perancis. “Saya jatuh cinta dengan ajaran meditasi Thich Nhat Hanh jadi saya ikut beliau belajar di sana dan menjadi samanera selama 5 tahun di sana”.

“Di komunitas Plum Village, Mohammad Zaim mendapat nama baru, Dai Dinh yang artinya Mahasamadhi karena Thay melihatnya sebagai murid yang khusyuk menjalani meditasi,” tulis Maria Hartiningsih seorang wartawan senior Kompas dalam bukunya Jalan Pulang.

Meditasi membuat hidup bahagia saat ini juga

“Pada dasarnya, esensi dari meditasi adalah mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Ketika ada waktu senggang, Ibu/Bapak duduk di teras rumah, sambil mengamati napas, menikmati udara segar, itu juga meditasi, walaupun hanya lima menit. Setelah itu baru menikmati kopi atau teh,” ujarnya dalam sharing meditasi kepada umat Buddha di pedesaan Temanggung, Selasa (18/7).

Kang Zaim bercerita bagaimana meditasi di Eropa sedang dipelajari banyak orang, “…yang menarik ibu bapak sekalian, sekarang di Eropa banyak orang yang mempelajari ajaran Buddha. Kenapa begitu? Karena agama Buddha itu adalah agama yang mengajarkan meditasi yang bisa menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

“Jadi orang-orang Eropa itu merasakan ada manfaat langsung yang mereka rasakan saat mereka melakukan meditasi. Bukan janji-janji setelah kematian atau setelah mereka mengumpulkan sesuatu yang baik kemudian mendapat berkah. Tetapi ketika mereka meditasi, mereka merasa bahagia,” tuturnya.

Oleh karena itu, menurut Kang Zaim sangat disayangkan kalau sebagai umat Buddha tidak menjalankan meditasi. “Dari cerita saya tadi, saya berani mengatakan bahwa Ibu/Bapak sekalian sangat beruntung bisa mengenal agama Buddha. Karena apa? Sekarang banyak teman-teman aktivis tertarik dengan latihan meditasi. Jadi sangat disayangkan ketika umat Buddha sendiri yang memiliki ajaran itu tidak melakukan meditasi.”

(Ngasiran/Buddhazine)

No comments:

Post a Comment