Monday, 29 June 2015

Buku ke-5 DIALOG DENGAN ALAM DEWA Oleh Herman Utomo & Ny. Silvie Utomo

Daftar isi:

1. Semar siapa dan ada dimana

2. Kebijaksanaan para dewa
kasus i. Vihara rumahan
kasus ii. Medium
kasus iii. Perubahan drastis


3. Hukum alam semesta
kasus i. Mau menerima kesembuhan, tidak memberi kepedulian
kasus ii. Mau menerima kesembuhan, tidak lupa memberi kepedulian
kasus iii. Yang diberikan menentukan yang akan diterima

4. Roh dan strata roh
• kehidupan manusia dengan strata nirwana
kasus i. Joko yang pengusaha
kasus ii. Halim, suhu dan sin she
• apa keuntungan mempunyai strata nirwana?
• skkb = 0

5. Strata altar

6. Apa kata para dewa tentang amal
• peranan kotak amal
• perpuluhan dan 2,5
• amal dan persembahan
• tahu beres = instan

7. Ziarah ritual di lorong kecil
8. Kanjeng ratu kidul
9. Garis kodrat hidup
10. Umbul jumprit
11. Parang tritis
12. Petilasan suci dan berkahnya
13. Ziarah ke petilasan jambe pitu
14. Memohon maaf dan memaafkan
15. Bertanya di altar
16. Ajaran sang budha untuk mira

KATA PENGANTAR

Seperti semua buku yang telah kami tulis, isi buku ini juga tidak mewakili salah satu aliran kepercayaan dan agama. Tulisan dalam buku ini berdasarkan pengalaman yang telah saya dan istri jalani selama puluhan tahun dalam meniti laku spiritual setahap demi setahap dibawah bimbingan guru roh kami berdua. Menerima petunjuk, penjelasan, nasehat, dan pelajaran-pelajaran spiritual, bukan hanya dari guru sejati kami masing-masing, tetapi juga dari para guru roh kami yang lain. Sebagian besar berupa dialog walaupun ada yang berupa kasus dan kejadian. Beberapa dialog kasus dan wejangan inilah yang akan kami tulis dalam buku ini. Siapa tahu ada yang cocok dan bermanfaat bagi pemahaman anda.
Kalau di dalam buku ini ada kutipan kata dan kalimat maupun istilah yang sama atau mirip dengan kata dan kalimat dalam ajaran salah satu agama. Itu semata-mata hanya untuk tujuan penjelasan agar mudah dimengerti, dengan meminjam atau memakai istilah yang sudah banyak dikenal dalam masyarakat. Jadi hanya meminjam istilahnya saja, bukan mewakili ajarannya.
Begitu juga lambang TAO di sampul depan buku ini juga tidak mewakili aliran TAO dan umat Tao-is. Gambar TAO yang merupakan lambang keseimbangan adalah wujud hukum alam semesta, berada di pusat jagad raya. Semua yang ada di alam semesta dapat berjalan dengan baik karena adanya hukum keseimbangan, yang keluar dari keseimbangan akan bermasalah dan hancur.
Setelah buku ke-3 saya yang berjudul “Menelusuri Jalan Spiritual” diterbitkan, begitu banyak orang menanyakan tentang guru roh, siapa guru rohnya, bagaimana cara memperoleh guru roh, dimana dapat mengangkat guru roh, dan ritualnya bagaimana? Begitu juga banyak yang menanyakan mengenai strata roh, apakah punya strata nirvana atau tidak? Bagaimana mengetahuinya? Dan banyak lagi mengenai strata roh dan strata para roh suci atau para dewa, strata altar, dan lain-lain. Semoga apa yang saya tulis dalam buku ini mengenai roh dan strata roh dapat menjawab sebagian pertanyaan-pertanyaan diatas. Tidak semuanya dapat terjawab, sebab adanya unsur “garis pribadi” yang harus diperhitungkan dan diteliti.

Saya selalu menjaga untuk tidak mencela altar rumahan seseorang, mencela tempat ibadah seseorang, mencela ilmu spiritual seseorang dan mencela ajaran dari guru-guru spiritual. Walaupun saya tahu ada yang kurang baik atau adanya unsur non Ilahi. Sebagian besar dari mereka saya anjurkan untuk bertanya sendiri kepada para dewa dan roh suci yang ada di altar Vihara Tri Dharma. Sebab kebijaksanaan para dewa dan roh suci di altar Vihara jauh lebih baik dan lebih luas jangkauannya. Jadi banyak yang saya anjurkan untuk bertanya sendiri di Vihara Dewi Kwan Im Banten. Dampaknya kemudian muncul lah isu bahwa “HERMAN Banten sentris”. Saya bukan Banten sentris, kalau anda mau ke Plered-Cirebon, Welahan-Kudus atau Tuban juga boleh. Jarak Jakarta-Banten jauh lebih dekat dibandingkan yang lain.
Beberapa kasus dalam buku ini dapat memperjelas sampai seberapa jauh kebijaksanaan para dewa dan roh suci dibandingkan manusia. Karena beberapa kasus dalam buku ini bersifat pribadi, yang kurang baik untuk diketahui orang lain, maka nama dan tempat pelakunya telah kami samarkan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada kedua anak kami, Chris Rahmat Utomo dan Maria L. Sari yang telah membantu pengetikan naskah, mengoreksi dan mengedit. Juga kepada Ali Susanto yang telah melakukan setting dan pencetakan buku ini. Juga kepada para sponsor dan semua pihak sehingga buku ini dapat diterbitkan.



Penulis,

Herman Utomo
Ny. Silvie Utomo


Pendahuluan

Banyak diantara tamu yang datang untuk diskusi maupun konsultasi mengenai spiritual yang menanyakan kepada saya dan istri, apa sebenarnya aliran kepercayaan atau agama yang kami anut. Sebentar mereka bertemu dengan kami di beberapa Vihara Budhis, baik aliran Theravada maupun aliran besar Mahayana. Juga melihat kami berdoa dan bersembahyang di gereja Kathedral maupun di gereja Protestan, di pura-pura Hindu di pulau Bali, di candi-candi Hindu dan Budha di pulau Jawa, di petilasan-petilasan suci aliran Kejawen di pulau jawa dan juga sembahyang di banyak Klenteng / Vihara Tri Dharma.
Kami memang bersujud dan berdoa kepada Sang Budha Gautama, tapi kami tidak bersujud kepada Theravada maupun kepada Mahayana, Ekayana, Sutrayana, Tantrayana atau yana yang lain. Oleh karena itu kami juga tidak terikat oleh aturan dan ajaran spesifik mereka.
Begitu juga kami berdua bersujud dan berdoa kepada Yesus Kristus, kami tidak bersujud kepada gereja katholik maupun kepada gereja protestan. Oleh karena itu kamipun tidak terikat oleh aturan-aturan gereja Katholik maupun ajaran dan aturan ritual gereja Protestan. Begitu juga untuk aliran Tao, Hindu, Kejawen dan lain-lain.
Banyak petilasan suci dan keramat suci dari banyak aliran kami kunjungi untuk beribadah dan kami banyak mendapatkan wejangan, penjelasan dan pelajaran-pelajaran mengenai perjalanan hidup, makna hidup dan laku spiritual. Yang diberikan oleh banyak roh suci dan tokoh suci. Seperti Dewi Kwan Im, Dewa Hian Thian Siang Tee, Eyang Semar, Kanjeng Ratu Kidul para Budha, para Bathara dan lain-lain.
Di dalam buku ini saya hanya memilihkan beberapa kasus untuk menunjukkan kebijaksanaan para roh suci dan para dewa yang begitu tinggi. Roh suci dan para dewa tidak selalu memberikan yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk manusia. Buat apa kebenaran kalau tidak membawa kebaikan.
Juga beberapa wejangan yang kami terima dari para roh suci di tempat-tempat yang kami kunjungi bersama rombongan. Seperti di Jumprit, Parang Tritis, Jambe Pitu dan lain-lain. Wejangan mengenai perlunya wadah persaudaraan dalam sesama pelaku spiritual, agar kalau ada kesalahan atau penyimpangan segera dapat diketahui. Kesalahan sendiri sulit untuk diketahui atau disadari, orang lain yang lebih tahu. Perlunya guru-guru roh yang lain disamping guru roh yang sudah ada, sebab dalam laku spiritual, seseorang membutuhkan bermacam-macam bekal sesuai dengan misinya masing-masing. Perlunya fondasi spiritual yang pembentukannya dapat diperoleh dari roh suci dan dewa tertentu. Perlunya “membersihkan diri” yang dapat diperoleh di tempat tertentu dengan memohon kepada roh suci yang bersemayam disitu. Perlunya petunjuk dan nasehat dari para guru roh agar dapat menemukan “jalan kebenaran”, jalan yang perlu ditempuh oleh seorang pelaku spiritual. Dan supaya tidak sesat ke jalan non-Ilahi tanpa disadari.
Kesemuanya ini tentu tidak mudah untuk diketahui. Pertama perlu pengertian spiritual dan pemahaman spiritual yang harus dibina setahap demi setahap, yang umumnya membutuhkan waktu yang lama. Kedua, perlunya mempunyai sarana untuk dapat berkomunikasi dengan guru roh, walau awalnya harus dengan sarana komunikasi searah yang sangat sederhana, baru kemudian setahap demi setahap ditingkatkan.
Komunikasi yang lebih mudah dan efektif adalah kalau anda dapat memohon petunjuk dan nasehat kepada para dewa di Kelenteng Tri Dharma dengan memakai sarana pak-pwee. Sarana umat untuk dapat bertanya sendiri kepada para dewa hanya ada di Kelenteng / Vihara Tri Dharma. Maka beruntunglah mereka yang masih mau memakai sarana ini.
Bagi seorang pelaku spiritual yang telah mempunyai kemampuan supranatural, baik berupa mata gaib maupun telinga gaib, petunjuk, nasehat dan ajaran dari guru roh dapat cepat diterima dan dimengerti. Diujung tulisan ini saya berikan contoh beberapa ajaran Sang Budha yang diterima oleh Mira, seorang ibu rumah tangga yang mempunyai pengelihatan dan kemampuan dialog dengan gaib yang sangat prima.
Bagi yang belum memiliki kemampuan berkomunikasi dengan para dewa dan roh suci, kami muat beberapa diagram prosedur bertanya untuk beberapa keperluan. Semoga semuanya dapat bermanfaat dan membantu anda menemukan jalan keluar masalah yang sedang anda hadapi. Silahkan ikuti semua informasi yang ada dalam buku ini.

1. Semar Siapa dan Ada Dimana

Pada bulan Maret 1995, di Taman Mini Indonesia Indah, saya dan istri menghadiri seminar dengan judul “Semar Siapa dan Ada Dimana”. Hadir dalam seminar ini adalah para undangan dari berbagai kalangan, seperti para sastrawan dan budayawan, para dalang wayang, para spiritualis dan paranormal serta para pemerhati metafisika.
Masing-masing golongan mengemukakan dan memberikan pendapat serta penjelasan mengenai tokoh Semar ini.

Secara garis besar dapat saya singkat seperti ini :
1. Golongan sastrawan dan budayawan mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ditemukan dalam cerita klasik Maha Bharata, dari kebudayaan Hindu di India. Di dalam naskah asli Maha Bharata di India, tokoh Semar dan punakawannya Petruk, Gareng dan Bagong ini tidak ada. Jadi tokoh Semar dalam kisah Maha Bharata versi pewayangan tanah Jawa ini adalah rekayasa manusia. Tokoh buatan manusia di Jawa.
2. Golongan dalang-wayang mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ada di dalam pakem pewayangan wayang-purwa. Jadi tokoh Semar memang ada di pakem wayang-purwa.
3. Golongan spiritualis dan paranormal mengatakan bahwa mereka pernah bertemu dan berdialog dengan tokoh Semar ini, pernah menerima wejangan dan lain-lain dari beliau. Jadi tokoh Semar memang ada.

Suatu diskusi yang sangat menarik. Saya dan istri mengikuti dengan seksama semua versi penjelasan dan pemahaman yang mereka kemukakan. Tetapi saya dan istri mempunyai versi pemahaman sendiri.
Eyang Semar, demikian kami berdua menyebut beliau. Eyang Semar adalah salah satu dari Guru Roh saya, juga Guru Roh istri saya. Jadi kami berdua sudah sering bertemu dan menghadap beliau untuk menerima pelajaran dan bimbingan dalam laku spiritual yang kami jalani.
Suatu hari di dalam meditasi, Eyang Semar hadir memberikan pelajaran dan bimbingan spiritual kepada kami berdua. Pada kesempatan itu kami menanyakan pada beliau, Semar siapa dan ada dimana. Beliau menjawab : “Itu adalah urusan gaib, kalian tidak perlu tahu.”
Tentu saja jawaban seperti ini belum membuat kami puas, rasa ingin tahu kami tentang tokoh Semar masih tetap menggoda kami untuk bertanya lagi.
Pada suatu waktu dimana ada kesempatan untuk bertanya, kami menanyakan lagi kepada beliau, Eyang Semar menjelaskan : “Kalau ada jurnalis menulis tentang kalian berdua, maka dia akan menulis apa saja yang dilihat, didengar dan diketahui oleh panca indranya. Tetapi kalau yang menulis tentang kalian berdua adalah seorang spiritualis yang mempunyai indra ke-enam, maka dia akan menulis apa saja yang dia ketahui melalui panca indranya, juga melalui indra ke-enamnya. Jadi dimensi gaib dan tokoh gaib yang ada di sekeliling kalian akan ikut ditulis. Apakah sekarang kalian sudah mengerti mengapa pada versi India dan versi Jawa berbeda?”
Semua penjelasan Eyang Semar ini juga belum membuat saya dan istri berhenti untuk mencari tahu, siapa tokoh Semar ini? Setelah berselang lama sejalan dengan laku spiritual yang kami jalani, sejalan dengan peningkatan pemahaman spiritual yang kami dapat, kami berdua memohon penjelasan lagi kepada Guru Roh kami Eyang Semar. Inilah penjelasan beliau :
- Aku ini adalah pembantunya Gusti Allah.
- Akulah yang paling tahu “kehendak Allah” untuk manusia.
- Tugasku adalah mengasuh para satria yang sedang menjalankan tugas “kebenaran Allah”.
- Aku dapat memakai “jati diri” siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
- Wujudku dapat menjadi putri yang cantik sampai raksasa yang mengerikan.

Apakah kalian sudah mengerti?

Selesai Eyang Semar menjelaskan, kami berdua menitikkan air mata karena terharu, berbahagia dan bersyukur, bahwa di dalam kehidupan ini Eyang Semar berkenan membimbing kami dalam laku spiritual yang kami tempuh sebagai salah satu dari Guru Roh kami.

Sedikit tambahan untuk penjelasan :
1. Kami berdua bersama teman-teman berjumlah 9 orang membuat sanggar spiritual di salah satu rumah teman tersebut. Di ruang kami berkumpul pada dinding depan akan dipasang sebuah wayang tokoh Semar. Eyang Semar memang sering hadir dalam memberikan bimbingan dan wejangan spiritual. Pada suatu kesempatan seluruh anggota sanggar ingin mendapat nasehat mengenai sebuah wayang Semar yangakan dipasang dalam ruangan tersebut. Apakah sebaiknya dipasang wayang Semar dengan jati diri seperti di pemakaman atau seperti tokoh semar dengan jati diri sosok Resi Badramaya atau Begawan Ismaya.
Eyang semar menjelaskan, “Jati diriku tidak penting, akan tetapi jati diriku yang sudah banyak dikenal secara merakyat adalah sebagai Semar dan punakawannya, maka pakailah jati diri Semar sebagai punakawan.”
2. Eyang Semar adalah Roh Suci dari tingkat langit yang tinggi sekali atau dari tingkat Nirvana yang tinggi sekali. Roh Suci ini turun di tanah Jawa sebagai tokoh Semar. Roh Suci ini juga pernah turun di Mesir, di Timur Tengah, di India dan di negri Tiongkok dengan jati diri yang berbeda dan di jaman yang berbeda pula.
3. Jati diri tokoh Semar banyak dipalsu oleh makhluk gaib non Illahi atau makhluk gaib jenis jin. Jadi sebaiknya selalu waspada, hati-hati dan teliti dalam memasuki alam gaib dan bertemu dengan tokoh Semar.


2. Kebijaksanaan Para Dewa

Banyak diantara para tamu saya yang sudah akrab sekali dengan dunia paranormal, supranatural dan juga spiritual. Ada yang sebagai pelaku, ada juga sebagai pengunjung. Yang terakhir ini paling banyak menjadi tamu saya.
Mereka sudah biasa berkunjung dari satu “orang pintar” ke “orang pintar” yang lain. Terutama orang-orang yang dapat “menurunkan” para dewa dan roh suci untuk memberikan pertolongan kepada para tamunya. Biasanya mereka disebut medium, loktung atau tungsen.
Begitu sering saya melihat bahwa dibelakang para “orang pintar” ini adalah gaib-gaib yang bukan garis Illahi, melainkan makhluk gaib jenis jin yang mengaku para dewa atau roh suci, lengkap dengan memalsukan jati diri para dewa dan roh suci idola dari para orang pintar ataupun para medium.
Begitu banyaknya yang palsu dibandingkan yang asli, sepuluh banding satu. Maka saya sampai tidak berani mengatakan secara terang-terangan dan langsung, sebab nanti dapat muncul anggapan bahwa yang bersih dan asli hanya Herman saja, yang lain semuanya sudah tercemar dan palsu.
Untuk menghindari anggapan seperti inilah, maka saya selalu menyarankan kepada mereka untuk melakukan evaluasi dan bertanya sendiri langsung kepada para dewa dan roh suci yang duduk di altar
Vihara atau Kelenteng. Bukan bertanya kepada petugas Kelenteng atau suhu yang buka meja di kompleks atau halaman Kelenteng. Dengan demikian yang menyatakan “hitam” atau “putih”nya seorang medium atau suhu bukan saya, tetapi dewa yang di altar.
Ada beberapa kasus yang akan saya ceritakan disini, bahwa apa yang sebenarnya saya ketahui dengan apa yang dinyatakan oleh para dewa di altar berbeda. Para dewa dan roh suci mempunyai kebijaksanaan yang lebih tinggi dan luas. “Petunjuk dari para dewa dan roh suci tidak selalu yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk saat itu”. Rambu ini sudah saya tulis dan saya jelaskan dalam buku ketiga saya berjudul “Menelusuri Jalan Spiritual” warna sampul biru.

Kasus pertama : Vihara rumahan

Amir, di rumahnya mempunyai altar yang besar dan indah, altar utama Dewi Kwan Im didampingi beberapa para dewa. Amir menerima tamu yang minta pertolongan baik urusan kesehatan maupun masalah kehidupan duniawi. Jadi Amir membuka altar rumahannya menjadi Vihara rumahan, sebab altar di rumahnya terbuka untuk para tamunya yang ingin sembahyang.
Suatu hari Amir membawa saya dan istri ke rumahnya untuk melihat altar. Begitu masuk rumahnya, saya dan istri terkejut melihat altar yang begitu bagus dan besar berada di rumah yang tidak begitu besar. Dengan mata batin saya dan istri mengamati altar tersebut. Ternyata altar yang begitu bagus dan besar itu dihuni oleh segerombolan jin. Jin-lah yang duduk di altar tersebut. Tidak ada satu roh sucipun di situ.
Saya dan istri tidak langsung memberitahu Amir. Saya hanya minta Amir melakukan evaluasi altarnya di Vihara Dewi Kwan Im, sebagai standard prosedur kalau punya altar di rumah. Tanyakan apakah Dewi Kwan Im dan para dewa yang di altar itu masih berkenan turun atau duduk di altar rumahnya.
Sekitar satu minggu kemudian Amir memberitahu bahwa dia telah menanyakan altarnya di Vihara Dewi Kwan Im. Jawaban dewi Kwan Im bahwa altar Amir semua baik dan Dewi Kwan Im masih berkenan “turun” atau duduk di altar rumahnya.
Tentu saja keterangan Amir ini mengejutkan saya dan istri. Kenapa yang kami berdua ketahui dan lihat sangat berbeda dengan petunjuk Dewi Kwan Im dari altar Vihara. Malamnya waktu kami meditasi menghadap Dewi Kwan Im, kami menanyakan masalah Amir ini. Inilah penjelasan Dewi Kwan Im :
“Apa yang kalian ketahui dan kalian lihat di altar rumah Amir semuanya benar, altar itu dihuni banyak jin, dan aku tidak pernah hadir di altar tersebut. Tapi Amir ini sangat sujud sembahyang padaku. Saat dia sembahyang, kukirim utusanku untuk menerima doanya. Utusanku tidak “turun” di altar, melainkan di ruang lain di rumahnya. Setelah Amir selesai sembahyang, utusanku pulang kembali.
Walaupun jin yang duduk di altar bukan jin yang baik, tapi jin ini tidak mengganggu Amir dan keluarganya, jin ini hanya menikmati sajian di altar dan merasa nyaman tinggal di altar tersebut.
Kalau kuberitahu bahwa altarnya itu cuma jin, maka Amir akan berusaha untuk membersihkan altarnya, akan mengusir gerombolan jin di altar itu. Amir tidak mempunyai kekuatan maupun kemampuan untuk mengusir. Memang Amir dapat meminta pertolongan kalian untuk mengusir jin dan membersihkan altarnya. Tetapi kalian tidak dapat membersihkan rumah Amir yang sudah berunsur yin/negatif yang disebabkan tumbal yang dipasang di rumah itu oleh paranormal teman Amir mempergunakan candu, dan candu atau morfin itu sudah meresap dan menyatu dengan tanah.
Amir juga tidak dapat pindah dari rumahnya sebab rumah itu tidak dapat dijual karena masalah surat-suratnya. Jadi lebih bijaksana untuk memberitahu tidak yang sebenarnya, tetapi yang terbaik kepada Amir.” Demikianlah penjelasan Dewi Kwan Im kepada kami berdua.
Amir bukan medium, tetapi dapat menerima bisikan batin dari alam gaib.

Kasus kedua : Medium

July datang jauh-jauh dari luar pulau khusus untuk bertemu dengan saya. Tujuannya untuk mendapatkan inisiasi mengangkat Guru Roh. Saya tanya dia apakah dia sudah tahu apa arti mengangkat Guru Roh, dia jawab sudah. “Apakah sudah tahu siapa Guru Roh anda?” Dia jawab sudah, Dewi Kwan Im. “Apakah anda sudah siap menelan pil pahit?” Dia jawab sudah. Saya kagum juga mendengar jawabannya yang begitu mantap tanpa ragu-ragu. July bilang bahwa dia sudah membaca berkali-kali dan mempelajari apa yang telah saya tulis dalam buku ketiga saya “Menelusuri Perjalanan Spiritual”. Dia mantap mau mengangkat Guru Roh kepada Dewi Kwan Im.
Melalui mata batin saya memeriksa July, mempunyai strata roh Nirvana, sudah mempunyai daya supranatural, rohnya sudah bangkit/bangun, dan Guru Rohnya dalam kehidupan ini memang benar Dewi Kwan Im.
July berusia 30-an tahun, masih lajang, 15 tahun menjadi medium dan masih berlanjut sampai sekarang. Di rumahnya dibangun vihara rumahan, sudah rutin menerima tamu yang minta tolong di Vihara rumahannya.
Yang menjadi perhatian saya adalah Vihara rumahannya, sebab altar utamanya bukan para dewa yang sudah banyak dikenal masyarakat, tetapi yang jarang ada dan saya baru pertama kali ini mendengarnya. Saya konsentrasi untuk melihat altar dari Vihara di rumah July. Ternyata yang ada di altar itu bukan para dewa dan roh suci, melainkan jin yang menyamar atau dewa palsu.
Di hati saya ada rasa sayang dan iba terhadap July. Dia relatif masih muda, dia tidak tahu kalau sudah 15 tahun dikelilingi para dewa palsu, jin yang menyamar. Karena rasa sayang dan iba tadi, saya telah keluar dari prinsip saya untuk tidak terang-terangan mengatakan altar orang lain sudah tercemar atau hitam.
Saya beritahu July bahwa altar dia sudah tercemar jin. Yang turun sebagai dewa di dirinya adalah dewa palsu. Supaya dia hati-hati, perintah dan petunjuk yang aneh-aneh supaya jangan begitu saja dipercaya, dipikirkan dulu baik-baik, pertimbangkan resiko dan akibatnya.
July saya anjurkan berkunjung ke Vihara Dewi Kwan Im di Banten untuk “cross-check” semua yang saya jelaskan, tanyakan satu persatu kebenarannya. Jangan mudah percaya begitu saja apa yang dikatakan orang, termasuk yang saya katakan.
Dua hari kemudian July dari Vihara Banten menelepon saya, bahwa dia telah menjalankan semua saran saya. Jawaban dari Dewi Kwan Im di altar Vihara Banten adalah semua baik, altarnya baik, dewa yang turun juga baik, misinya menolong manusia supaya diteruskan, dan tidak perlu mengangkat Guru Roh. July menanyakan apakah dia perlu bertemu saya lagi. Saya jawab : “Tidak perlu, ikuti saja semua yang telah ditunjuk oleh Dewi Kwan Im, tidak perlu ragu.”
Malam harinya, kembali saya memohon penjelasan kepada Dewi Kwan Im mengenai July yang medium ini. Inilah penjelasan Dewi Kwan Im : “Altar dan Vihara rumahan milik July memang sudah tercemar, semuanya palsu, jin-lah yang duduk di altar. July dan orang-orang disana tidak ada yang mempunyai kemampuan untuk mengusir jin di altar. Kalau dipaksakan, July bisa celaka digebuki oleh gerombolan jin ini. Kalian juga tidak dapat menolong July karena jarak perjalanan yang jauh.
July juga tidak dapat menutup Vihara rumahannya sebab membuka Vihara rumahan dan praktek sebagai medium merupakan sumber penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidup July dan keluarganya. Jin di altar July tidak akan mengganggu July dan keluarganya selama dia tidak diusik dan diusir. Para jin itu hanya menikmati sajian dan tinggal di tempat yang nyaman.” Begitulah penjelasan yang saya terima. “Tidak yang sebenarnya, tetapi yang terbaik.”

Kasus ketiga : Perubahan drastis

Alin ikut kelompok penyembuhan prana, melakukan penyembuhan gratis untuk umum. Sekalian digunakan oleh kelompok ini untuk mempraktekkan pendalaman ilmu prananya. Alin termasuk anggota lama dalam kelompok ini, dia sudah mampu mendeteksi penyakit dan melakukan penyembuhan dengan prana.
Saya mengenal Alin sudah beberapa yahun, dan saya tahu kalau kelompok penyembuh prana yang diikuti oleh Alin bukan dari garis Illahi. Untuk menjaga hubungan baik, saya tidak pernah mengusik kelompok ini di hadapan Alin. Sampai suatu hari Alin meminta saya mendampingi untuk memohon inisiasi mengangkat Guru Roh di suatu Vihara atau Kelenteng.
Selesai melakukan upacara ritual mengangkat Guru Roh, saya anjurkan Alin untuk tanya di altar, apa saja yang masih diperbolehkan dan apa saja yang sudah dilarang untuk dilakukan oleh Alin setelah mempunyai Guru Roh. Seperti, apakah masih boleh menggunakan prana yang sudah dimiliki untuk menyembuhkan orang? Apakah masih diperbolehkan untuk meneruskan latihan prana dalam kelompoknya? Atau apakah dia masih boleh bergabung dalam kelompok ini?
Melalui sarana “pak-pwe”, Alin mendapat jawaban bahwa semua kegiatan di kelompok ini masih boleh dijalankan, tidak apa-apa.
Saya agak heran, kenapa dewa di altar yang sekarang sudah menjadi Guru Roh Alin masih mengijinkan Alin mengikuti kelompok prana ini, kelompok prana yang non Illahi.
Saya menghadap di altar, saya menanyakan kenapa Alin masih diperbolehkan bergabung dan mengikuti kegiatan di kelompok prana ini. Inilah penjelasan sang dewa di altar :
“Alin termasuk anggota senior di kelompok ini, sudah lama dan bertahun-tahun aktif di kelompok ini. Maka janganlah melakukan perubahan drastis dengan menyuruh Alin segera keluar dari kelompoknya sehingga membuat lingkungannya menjadi heboh. Kalian ingatkan Alin agar setiap tahun melakukan evaluasi dan menanyakan kembali apa saja yang masih boleh dilakukan dan apa saja yang sudah harus ditinggalkan.”
Sesuai pesan dewa di altar Vihara, saya ingatkan Alin agar dia jangan lupa untuk melakukan evaluasi laku spiritualnya minimal satu kali dalam satu tahun. Dan menanyakan kembali apa saja yang masih boleh dilakukan, apa sekarang masih baik dijalankan. Melewati tahun kedua, Alin sudah tidak aktif lagi di kelompok prananya. Guru Rohnya sudah melarang Alin masuk kelompok prana ini.
Sampai sekarang saya masih mengingat dengan baik nasehat dari dewa di altar : “Jangan melakukan perubahan drastis sehingga membuat lingkungannya menjadi heboh.”


3. Hukum Alam Semesta

Hukum alam semesta, ada juga yang menyebutnya sebagai hukum Allah, adalah hukum keseimbangan. Semua sistem di jagad raya atau di alam semesta ini dapat berjalan karena adanya keseimbangan. Yang keluar dari keseimbangan akan hancur.

Para guru roh saya menjelaskan, hukum keseimbangan di satu sisi menurunkan hukum sebab akibat, yang menghasilkan hukum karma, dan hukum karma membuahkan reinkarnasi. Ini yang disebut siklus kehidupan. Dan ini sudah banyak diketahui dan dibahas.

Di sisi yang lain, hukum keseimbangan juga turun sebagai hukum memberi dan menerima. Hukum ini terdiri 3 bagian:
1. Yang tidak memberi, tidak menerima.
2. Yang mau menerima, perlu mau memberi.
3. Yang diberikan, menentukan yang akan diterima.
Ketiganya ini disebut kepedulian hidup atau tata kehidupan manusia.

Guru roh saya menjelaskan bahwa banyak orang yang belum mengerti dan memahami hukum memberi dan menerima ini. Sehingga mereka banyak yang melepas kepedulian hidup, menjadi egois atau mementingkan diri sendiri. Hal ini mendatangkan masalah dalam perjalanan hidupnya.

1. Yang tidak memberi tidak dapat menerima,
ini artinya orang yang tidak pernah memberi, memberi kebajikan, memberi amal, memberi pertolongan dan memberi kepedulian kepada orang lain, maka pada dirinya tidak tumbuh wadah untuk menerima. Jadi walaupun Allah sudah menurunkan pertolongan, pertolongan itu akan merosot jatuh ke bawahtanpa ada yang dapat menerima, sebab wadah untuk menerima tidak ada.
Hal seperti ini banyak saya temukan dalam kasus menolong menyembuhkan orang atau menolong melepaskan penderitaan orang. Si A mudah ditolong, tetapi si B susah ditolong, padahal kasusnya hampir sama.

2. Yang mau menerima, perlu mau memberi,
Sebagian besar manusia hanya mau menerima dan menerima saja. Menerima yang enak, yang baik dan yang menyenangkan untuk dirinya. Tapi melupakan untuk memberikan kepada orang lain hal yang sama.
Juga banyak orang berdoa dan sembahyang kepada para dewa dan roh suci, memohon apa saja yang diinginkan. Memohon dan memohon terus, lupa untuk memberi. Para dewa dan roh suci dalam menjalankan tugas untuk menolong manusia tidak berani keluar dari hukum alam, hukum keseimbangan. Oleh karena itu kalau mau berdoa dan sembahayang di Vihara atau klenteng bawalah persembahan untuk para dewa dan roh suci yang duduk di altar, agar terjadi keseimbangan. Yang mau menerima perlu memberi. Tidak cukup hanya menyalakan lilin dan pasang Hio saja. Mengenai sembahyang di klenteng atau vihara telah saya tulisdalam buku pertama sampul warna hijau dengan judul"Ibadah dari Vihara ke Vihara."

Ada 3 kasus yang akan saya ceritakan disini :

a. Mau menerima kesembuhan, tidak mau memberi kepedulian.
Elly seorang dokter, ibu rumah tangga dan umat Katholik yang taat. Dia menderita penyakit kanker sudah menahun. Berbagai cara pengobatan medis sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil. Akhirnya dia memutuskan untuk ziarah ke Lourdes memohon penyembuhan spiritual kepada Bunda Maria disana. Ajaib, penyakit kankernya berangsur-angsur sembuh.
Setelah sembuh total secara medis, dia dan suaminya mau berlibur ke luar negeri, bukan ke Lourdes. Salah satu teman dekatnya mengingatkan, mengapa tidak berlibur ke Lourdes saja sekalian mengucapkan terima kasih dan membawa persembahan untuk Bunda Maria disana. Dia mengatakan bahwa untuk berterima kasih dapat dari mana saja, tidak perlu datang lagi ke Lourdes.
Istri saya waktu tahu kejadian ini memberi tahu teman dekat Elly, bahwa Elly ini belum tahu dan mengerti tentang “yang mau menerima perlu mau memberi”. Dia mau ke Lourdes untuk menerima penyembuhan, setelah sembuh dia tidak mau ke Lourdes untuk memberikan persembahan dan terima kasih kepada Bunda Maria. Dia keluar dari hukum alam, hukum keseimbangan.
Elly cukup lama diberi kesempatan untuk sadar bahwa dia perlu untuk datang kembali ke Lourdes. Tapi rupanya setelah sembuh dia lupa diri, mengira masalah penyakitnya sudah lewat, sudah tidak ada. Sayang sekali, penyakit kankernya muncul kembali dan tidak dapat ditolong lagi.

b. Mau menerima kesembuhan, tidak lupa memberi kepedulian.
Dona seorang ibu rumah tangga berumur 30-an, menderita penyakit kanker sudah lebih dari 5 tahun. Menurut dokter, penyakit kankernya sudah stadium 4 lanjut. Sudah tidak ada harapan untuk sembuh. Setelah melihat data dirinya, dengan mata batin saya memeriksa penyakit Dona. Penyakit kanker dona disebabkan unsur non medis yang sudah menjadi medis, berasal dari gaib penunggu rumahnya yang jahat. Setelah makhluk gaib penunggu rumahnya saya singkirkan dan gangguan gaib yang ada di dalam badan Dona saya bersihkan, Dona saya beri resep obat yang perlu diminum untuk minimal selama satu tahun. Obat tersebut harus dibeli dan dibuat sendiri setiap hari.
Dalam waktu 5 bulan minum obat yang saya berikan dan paralel dengan pengobatan dokter, Dona dinyatakan sembuh total. Sampai hari ini, setelah 3 tahun lebih penyakit kankernya tidak muncul kembali.
Salah satu faktor yang menyebabkan Dona dapat sembuh total begitu cepat adalah Dona dan suaminya selalu menjaga untuk tidak keluar dari hukum alam, hukum keseimbangan yang turun sebagai hukum memberi dan menerima. Dona dan suaminya mempunyai pandangan hidup yang luar biasa, saya belum pernah bertemu dengan orang yang mempunyai pandangan seperti mereka.
Selama lebih dari 5 tahun, Dona mengeluarkan biaya pengobatan penyakit kankernya sekitar 5 juta rupiah per bulan, penyakitnya tetap ada dan tidak sembuh. 5 juta per bulan untuk pengobatan yang tidak dapat menyembuhkan penyakitnya.
Setelah penyakitnya sembuh, dia mempunyai pikiran yang sangat positif, dia mempunyai kepedulian hidup yang baik. Kalau dulu dia harus keluar biaya pengobatan 5 juta rupiah tiap bulan, tanpa kesembuhan, apa salahnya setelah sembuh dia mengeluarkan uang 1 juta rupiah tiap bulan untuk diamalkan. Itulah yang dilakukan oleh Dona dan suaminya. Secara ekonomi Dona dan suaminya bukan orang kaya, tetapi kepedulian hidupnya mengalahkan orang kaya.

c. Yang diberikan, menentukan yang akan diterima.
Yang diberikan, menentukan yang akan diterima. Saya hanya memberikan sebuah kasus yang benar-benar terjadi, kejadiannya sudah cukup lama. Orang tua istri saya membuka toko roti/bakery. Setiap tahun pada hari ulang tahun Kelenteng, maka banyak orang pesan kue tart untuk dipersembahkan kepada dewa yang duduk di altar Kelenteng tersebut. Selesai upacara sembahyang hari ulang tahun, kue-kue tart tersebut dilelang untuk umum dan uangnya untuk mengisi kas Kelenteng. Pada waktu itu saya dan istri berada di kota kelahiran kami. Istri saya melayani satu keluarga, suami istri dan anak-anaknya yang memesan dua buah kue tart, satu untuk dipersembahkan ke Kelenteng dan satu untuk dimakan sendiri sekeluarga.
Istri saya menanyakan mau pesan yang isi bolu atau cake atau spiku/lapis surabaya. Keluarga ini pesan satu isi spiku yang mahal untuk dimakan sendiri, dan satu isi bolu yang murah untuk dipersembahkan ke dewa di altar Kelenteng. Toh nanti dilelang dan dimakan orang lain. Begitu kata keluarga ini.
Istri saya dalam hati prihatin sekali terhadap pemahaman keluarga ini. Dia memberikan persembahan yang murahan saja kepada roh suci yang duduk di altar, karena toh yang makan orang lain, bukan dewanya. Dan memberikan sumbangan kue tart hanya supaya terlihat ikut partisipasi menyumbang atau beramal ke Kelenteng. Dia kurang mengerti dan memahami bahwa persembahan yang murahan, berkah yang akan diterima juga yang murahan. Yang diberikan menentukan yang akan diterima, dalam arti kebenaran spiritual.


4. Roh dan Strata Roh

Seperti pernah saya tulis dalam buku ketiga, warna sampul biru. Pada diri manusia ada 3 unsur, yaitu badan, jiwa, dan roh. Ketiga unsur ini berinteraksi membuat manusia dapat menjalani kehidupannya.
Jiwa berhubungan dengan pikiran dan otak yang ada di dalam tubuh manusia. Kalau badan jasmaninya mati, maka otak, pikiran dan jiwanya pun ikut mati dan hilang.
Tidak demikian dengan roh, sifat roh yang abadi membuat roh akan tetap ada walaupun tubuh dan jiwanya sudah tidak ada. Roh terus hidup menempuh perjalanan rohnya. Di dalam menempuh perjalanan roh untuk waktu yang hampir tidak terbatas ini, roh juga menjalani evolusi. Berevolusi untuk mencapai tingkat kesadaran rohani yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, sampai mencapai tingkat kesempurnaan.
Di dalam menempuh laku spiritual kami, dari pelajaran dan bimbingan yang kami terima dari para Guru Roh, kami mengetahui bahwa dalam evolusi roh ini dibagi menjadi dua kelompok besar roh. Kelompok pertama, yaitu roh yang masih berada dalam lingkaran alam kehidupan manusia dan alam kehidupan arwah. Atau yang umumnya disebut lingkaran “tumimbal-lahir”, dimana berlaku hukum karma dan re-inkarnasi. Karena masih ada karma-karma yang belum lunas dan harus dibayar di dalam kehidupan duniawi, maka roh harus direinkarnasikan atau dilahirkan kembali ke alam kehidupan manusia untuk membayar karma yang belum lunas itu.
Sayangnya, di dunia ini tidak ada satu orangpun yang dalam menjalani kehidupannya, dari lahir sampai tua tidak pernah melakukan kesalahan dan dosa. Maka di dalam membayar karma yang lama, juga membuat karma baru, yang nantinya harus dibayar lunas lagi. Inilah lingkaran “karma dan re-inkarnasi” yang ingin diputuskan oleh Sang Hiang Budha Gautama melalui ajaran-ajaran Budhis.
Kelompok kedua, roh yang sudah berhasil keluar dari lingkaran karma dan re-inkarnasi, yaitu roh yang sudah berhasil membayar lunas semua karma buruknya, sehingga tidak membawa lagi karma buruk atau karma buruknya sama dengan nol.
Roh yang sudah berhasil mencapai karma buruk nol, dan berhasil memasuki “alam suci”, atau dalam istilah Tao-is disebut “alam dewa” dan di Budhis disebut “alam Nirvana”, maka roh ini sudah lepas dari lingkaran karma dan re-inkarnasi. Akan tetapi roh ini pindah ke lingkaran “tugas dan re-inkarnasi”. Suatu lingkaran kehidupan roh yang lebih besar dan mulia.
Saya sebut lingkaran “tugas dan re-inkarnasi” sebab roh masih akan di reinkarnasikan lagi menjadi manusia, bukan untuk membayar lunas karma buruknya, sebab karma buruknya sudah nol. Tetapi roh ini di reinkarnasikan lagi atau diturunkan lagi ke kehidupan manusia untuk menjalankan tugas. Tugas yang harus dijalankan untuk dapat “naik kelas” atau untuk meningkatkan tingkat rohnya di “Nirvana” atau di “langit”.
Roh yang sudah berhasil memutuskan lingkaran karma dan re-inkarnasi ini, dan sudah berhasil masuk ke alam dewa atau alam Nirvana, saya sebut sebagai roh yang sudah mempunyai “strata langit” atau “strata dewa” di alam dewa. Kalau saya meminjam istilah Budhis saya sebut sebagai strata Nirvana di alam Nirvana.
Dari penjelasan para Guru Roh saya, alam dewa atau alam Nirvana ini dibagi menjadi 33 tingkat. Kalau saya pakai istilah Tao-is, di alam dewa ada 33 tingkat langit. Kalau meminjam istilah Budhis, 33 tingkat Nirvana itu dibagi menjadi 8 tingkat alam Dewa, 8 tingkat alam Arahat, 8 tingkat alam Bodhisatva dan 9 tingkat alam Budha.
33 tingkat pencapaian “kesadaran rohani” ini dapat saya analogikan atau saya umpamakan seperti jenjang tingkat pendidikan sekolah yang sudah kita kenal bersama, yaitu di tingkat sekolah dasar ada 6 kelas, di tingkat sekolah menengah ada 6 kelas, di tingkat perguruan tinggi ada 5 atau 6 kelas dan di tingkat paska sarjana ada 5 kelas. Jumlahnya ada 22 kelas tingkat pendidikan.
Saya belum mendapat ijin dari para Guru Roh saya untuk menulis lebih panjang mengenai 33 tingkat Nirvana atau 33 tingkat langit di alam dewa ini. Tetapi itulah 33 tingkat jenjang “kesadarn rohani” dari evolusi roh, menuju “kesempurnaan”.
Yang baik untuk saya informasikan adalah para dewa dan roh suci mempunyai “tingkat langit” atau “strata langit” yang berbeda-beda. Satu roh suci di tingkat yang lebih tinggi, selalu mempunyai banyak pendamping atau pengiring yang terdiri para roh suci dari strata yang lebih rendah.

Kehidupan manusia dengan strata roh Nirvana

Kalau seseorang mempunyai strata roh Nirvana, berarti rohnya berasal dari Nirvana, juga berarti pada waktu dilahirkan dia tidak membawa karma buruk sama sekali, karma buruknya sama dengan nol. Karena di dunia ini tidak ada satu orang pun yang dari lahir sampai tua tidak membuat kesalahan dan dosa, kesalahan dan dosa ini menimbulkan karma buruk, maka yang dulunya waktu lahir karma nol, maka di hari tuanya tidak nol lagi.
Konsekuensi dari roh yang bersal dari Nirvana ini, membuat dia nanti harus kembali pulang di alam Nirvana, dan di alam Nirvana tidak boleh membawa karma buruk. Jadi manusia yang rohnya berasal dari alam Nirvana atau berstrata Nirvana, diujung hidupnya nanti harus sudah mebayar lunas seluruh karma buruknya.
Oleh karena itu, manusia yang rohnya mempunyai strata Nirvana perlu dapat mengelola karmanya dengan baik. Jauh-jauh hari sudah perlu untuk secara bertahap mengangsur pembayaran karma buruknya agar di hari tua tidak terlalu berat membayarnya.
Bagaimana cara mengelola karma? Penjelasannya sudah saya tulis dalam buku pertama, sampul warna hijau dengan judul “Ibadah dari Vihara ke Vihara” bab IV.

Beberapa kasus yang berhubungan dengan strata roh Nirvana.

1. Joko, bukan nama sebenarnya, datang ke rumah saya dengan segudang penderitaan hidup yang dialami sejak beberapa tahun ini. Pada usia 30-an, Joko masih mempunyai bisnis yang besar, pengusaha dan kontraktor yang berhasil. Kedua anaknya dikirim ke Eropa untuk belajar.
Memasuki usia 40-an, Joko mulai mengalami kesulitan dalam usahanya, semua usahanya mulai mundur dan rontok. Rumah besarnya dijual, istrinya pergi ikut anaknya di Eropa, sehingga dia tinggal sendiri numpang tinggal di rumah saudaranya tanpa pekerjaan alias menganggur, jadi pengangguran.
Joko menceritakan semua itu pada saya. Joko jujur mengaku pada saya bahwa dia mempunyai dosa dan karma buruk yang besar di dalam menjalankan usahanya. Dia meminta solusi, meminta jalan keluar bagaimana mengatasi masalahnya ini.
Melalui “mata batin” saya, saya mengetahui bahwa Joko memiliki strata roh Nirvana. Sekarang perjalanan hidupnya sedang memasuki tahap mengangsur karma buruknya yang begitu besar.
Saya jelaskan pada Joko mengenai strata rohnya dan semua konsekuensi dan akibatnya. Saya tidak dapat memberikan solusi dan jalan keluarnya untuk lepas dari semua masalah hidup yang sedang dihadapinya. Saya hanya dapat memberikan cara bagaimana menyikapinya agar tidak terus larut dalam penderitaan. Saya juga memjelaskan pada Joko bahwa secara spiritual dia masih beruntung sebab di dalam tahap pembayaran karma ini dia masih diberi kesempatan membayar yang baik atau menguntungkan, yaitu diberi kesehatan yang baik, tidak pernah sakit. Dan diberi waktu pembayaran yang cukup panjang sehingga tidak membuat dia depresi berat atau putus asa. Joko memgakui bahwa di dalam keterpurukan hidup ini, dia memang tetap sehat dan tegar.
Saya juga menjelaskan pada Joko bahwa di dalam menempuh perjalanan hidupnya ini, garisnya adalah garis Budhis. Artinya bimbingan dalam menempuh perjalanan hidupnya akan diberikan oleh Guru Roh dari garis Budhis. Maka saya menganjurkan pada Joko untuk dapat meluangkan waktu berdoa dan bersujud kepada sang Guru Roh seminggu minimal satu kali di Vihara Budha. Memohon kekuatan dan bimbingan di dalam menjalani tahap-tahap mengangsur pembayaran karma buruk ini, supaya dapat menjalaninya dengan baik dan benar.
Setelah Joko menjalankan apa yang saya sarankan sekitar sepuluh kali, dia datang ke rumah saya menceritakan pengalaman dan perubahan yang terjadi pada dirinya. Dia mulai lepas dari tekanan batin yang selama ini sangat membuat dia menderita. Dia sudah terbuka pikiran dan hatinya, terbuka kesadarannya tentang hidup ini untuk apa dan harus bagaimana. Muncul kembali niatnya untuk bekerja dan sudah mendapatkan pekerjaan, walaupun harus bekerja sendiri jauh dari anak dan istrinya. Saya sempat mendampingi Joko memohon inisiasi mengangkat Guru Roh di sebuah Vihara Budhis di Jakarta.

2. Halim, seorang suhu dan sinshe berumur 70-an, memberikan pelatihan tenaga dalam dan pengobatan.

Datang ke rumah menanyakan masalah penderitaan hidupnya yang makin lama makin berat. Di saat-saat susah seperti ini dia mengeluh kenapa orang-orang yang dulunya banyak di tolong tidak ada yang peduli terhadap penderitaan hidupnya. Padahal mereka yang pernah ditolong banyak yang sudah menjadi orang-orang kaya, mempunyai kedudukan baik di pemerintah maupun di swasta. Semuanya menghilang, praktek pengobatannya juga sepi sekali. Semuanya diceritakan oleh halim dengan penuh penyesalan.
Melalui “mata batin” saya, saya tahu bahwa Halim memiliki strata roh Nirvana. Semua penderitaan yang dialami sekarang ini karena perjalanan hidupnya sedang memasuki tahap mengangsur pembayaran karma buruk. Berbeda dengan Joko tadi, Halim rupanya sering menunda dan lari dari penderitaan untuk mengangsur pembayaran karmanya, sehingga baru setelah umurnya cukup tua, dia tidak dapat lari dan lepas dari tahap mengangsur karma buruknya.
Seperti pada Joko, saya juga menjelaskan pada Halim mengenai strata rohnya dengan segala konsekuensi dan akibatnya. Halim memgatakan bahwa dia tidak meminta supaya dapat lepas dari semua penderitaan ini, tetapi dia minta tolong supaya beban penderitaan ini dapat dikurangi agar dia masih dapat bertahan.
Saya tidak menganjurkan Halim minta “discount” besarnya penderitaan, sebab yang dapat dikurangi adalah besarnya angsuran, bukan jumlah totalnya, induknya sendiri tidak dapat dikurangi.
Saya jelaskan kepada Halim dengan membuat suatu perumpamaan. Kalau jumlah pembayaran karma itu masih ada 100, dan kalau waktu pembayarannya masih ada 10 tahun, maka setiap tahun yang harus dibayar adalah 10. Kalau sekarang pembayaran angsurannya minta di “discount” 50% menjadi 5 tiap tahun, maka pada tahun ke-9 baru terbayar 45. Di tahun ke-10 harus membayar lunas sisanya yang jumlahnya 55. Ini sangat berat, lebih dari lima kali penderitaan yang sekarang ini. Apa anda kuat menerimanya atau memikulnya? Yang sekarang saja sudah dianggap berat sekali.
Sebenarnya saya akan memberikan jalan keluar untuk meyikapi masalah hidupnya ini seperti yang saya berikan pada Joko, tetapi Guru Roh saya membisikkan “tidak perlu”. Sebab dia tidak dapat memahami dan percaya. Dia bukan guru spiritual tetapi guru tenaga dalam yang berdasarkan pola pikir kebenaran materi.

Masih banyak kasus-kasus sejenis yang saling ada kemiripan mengenai kehidupan orang-orang yang mempunyai strata roh Nirvana. Lalu timbul pertanyaan : “Kalau begitu, apa keuntungan memiliki strata roh Nirvana?”

Pertanyaan semacam ini banyak saya terima dari para pelaku spiritual baik yang pemula maupun yang sudah lama menjalaninya. Sesuai dengan sifat dan naluri manusia, yang banyak dipengaruhi oleh sifat badan jasmaninya untuk selalu menghindari dan menjauhi semua yang dapat menyebabkan kesakitan dan penderitaan. Maka mereka juga tidak mau memiliki sesuatu yang dapat menyebabkan mereka nantinya memperoleh penderitaan. Begitu juga halnya dengan memiliki strata roh Nirvana ini, nanti di hari tuanya akan menderita untuk membayar lunas semua karma buruknya.

Jadi apakah benar memiliki strata roh Nirvana itu merugikan? Kalau anda mempergunakan pola pikir “kebenaran materi”, itu memang benar. Sebab kenyataannya, faktanya memang menjadi menderita di hari tua. Tetapi kalau anda melihatnya dengan mempergunakan “kebenaran spiritual”, mempunyai strata roh Nirvana jauh lebih menguntungkan.

Anda tentu setuju kalau saya katakan bahwa orang yang dapat sekolah lebih beruntung dari yang tidak dapat bersekolah. Walaupun kalau sekolah menjadi lebih susah, lebih sakit dan lebih menderita karena harus belajar setiap hari, harus mengerjakan PR, harus menjalani ulangan dan ujian dan harus jalan kaki ke sekolah. Semuanya ini tentu jauh lebih susah dan menderita dibandingkan waktu masih di taman kanak-kanak atau di kelompok bermain, yang setiap hari hanya bermain saja tanpa tugas apa-apa. Nah, apakah anda ingin tetap di taman kanak-kanak atau kelompok bermain(playgroup) terus sepanjang hidup? Yang dapat “melihat” jauh kedepan, tentu akan berusaha secepatnya dapat sekolah untuk memulai jenjang pendidikannya. Tidak terus bercokol di taman kanak-kanak yang hanya main-main sampai tua.

Semua ini hanya analogi atau perumpamaan yang saya buat. Lalu apa sebenarnya keuntungan punya roh berstrata Nirvana? Disini saya hanya membahas satu keuntungannya saja dari beberapa keuntungan yang ada, yaitu keuntungan dalam menempuh perjalanan arwahnya.

Karena semua karma buruk sudah dibayar lunas di hari tuanya atau karma buruknya sudah nol pada waktu masih menjalani kehidupan di dunia, maka perjalanan arwah orang yang mempunyai strata roh tidak melewati alam arwah, tetapi langsung ke alam Nirvana tempat asalnya. Jadi dia tidak lagi menjalani api penyucian, rumah hukuman dan tugas-tugas berat yang harus dijalani di alam arwah. Tingkat tertinggi di alam arwah yang juga disebut surga, belum apa-apa kalau dibandingkan dengan keadaan dan suasana yang ada di alam Nirvana. Tentang alam arwah telah saya tulis dalam buku ke-4 sampul warna putih dengan judul “Mengintip Perjalanan Arwah”.

Seperti pada perumpamaan tadi, kalau orang sudah memasuki jenjang pendidikan, maka setiap hari dia mempunyai tugas belajar yang harus dikerjakan untuk dapat naik kelas. Begitu juga orang yang mempunyai strata roh, maka setiap kali menempuh perjalanan hidup di dunia ini, selalu membawa tugas yang harus dijalankan untuk dapat naik tingkat, naik strata rohnya. Untuk dapat berhasil menjalankan tugas, perlu Guru Roh untuk membimbing agar dapat memahami “kebenaran spiritual” sebagai bekal untuk menjalankan tugas agar dapat berhasil dengan baik dan benar.
Mengenai bimbingan Guru Roh, saya sudah memuat dalam tulisan saya di buku ke-3 warna sampul biru dengan judul “Menelusuri Jalan Spiritual”.

Skkb = 0

SKKB adalah singkatan dari Skala Kadar Karma Buruk. SKKB sama dengan nol artinya sudah tidak ada karma buruk pada orang itu, semua karma buruknya sudah terbayar lunas, karma buruk yang dibuat di kehidupan yang lampau, di kehidupan sekarang dari lahir sampai saat dia mengevaluasi SKKBnya.
SKKB dapat turun dan naik sesuai dengan prilaku yang dibuat seseorang. Hari ini turun, esok hari dapat naik, sesuai dengan apa yang dilakukan hari ini dan esok hari. Hari ini menjalani penderitaan, esok hari membuat orang lain menderita.. Jadi yang sudah berhasil membuat SKKB = 0, kondisi ini tidak untuk selamanya.
Orang dapat dengan mudah menjaga untuk tidak berbuat kesalahan dan dosa dalam jangka waktu satu atau dua minggu, untuk jangka waktu satu atau dua bulan sudah tidak mudah, untuk jangka waktu satu tahun akan sulit sekali. Untuk jangka waktu bertahun-tahun sudah tidak mungkin lagi.
Jadi apakah mungkin seseorang dapat mencapai SKKB = 0? Mungkin, tetapi tidak mudah. Mungkin kalau dia sudah tahu cara mengelola karmanya dan mau mengelola karmanya agar SKKB = 0.
Karma buruk hanya dapat dibayar dengan menjalani penderitaan, bayar yang lama jangan membuat yang baru dan jangan lari dari penderitaan, maka SKKB seseorang secara bertahap akan terus turun.
Asda orang bilang kalau SKKB = 0, ya sama dengan meninggal dunia. Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan pemahaman ini. Memang ada beberapa orang yang sakit atau menderita yang menunggu SKKB = 0 baru dapat meninggal, tapi juga pernah saya temukanbeberapa orang yang SKKB = 0 masih sehat-sehat saja dan menjalani hidupnya dengan tenang. Terutama orang-orang yang menjalani hidupnya sebagai rohaniawan sejati. Mengenai mengelola karma dan jangan lari dari penderitaan, saya sudah menjelaskan dalam buku pertama “Ibadah Dari Vihara ke Vihara” dan buku ketiga “Menelusuri Jalan Spiritual”.
Dari para tamu yang datang konsultasi ke rumah saya, ada beberapa kasus yang telah saya ceritakan di buku ini, yaitu mengenai kehidupan manusia yang memiliki strata roh Nirvana, kasus Joko dan Halim.


5. Strata Altar

Dulu, sekitar 20 tahun yang lalu, kalau saya ditanya apakah sembahyang kepada Dewi Kwan Im di Vihara atau Kelenteng mana saja sama? Saya akan menjawab sama saja, asal Dewi Kwan Im hadir di altar pada saat anda sembahyang. Kenapa sama? Karena saya dulu mengira dengan kesaktian Dewi Kwan Im yang begitu tinggi, beliau dapat mengubah diri menjadi ribuan Dewi Kwan Im untuk hadir di setiap altar beliau yang juga jumlahnya ribuan, bahkan puluhan ribu.
Tetapi sejak 7-8 tahun yang lalu, kalau saya ditanya seperti pertanyaan di atas, saya menjawab bahwa sembahyang kepada Dewi Kwan Im di Vihara atau Kelenteng yang berbeda, tidak sama, walaupun Dewi Kwan Im hadir pada saat itu. Kenapa begitu?
Pada 10 tahun yang lalu, waktu saya dan istri meditasi di malam hari, kami berdua mendapat bimbingan dan pelajaran mengenai pemahaman spiritual dari para Guru Roh kami. Pada saat itu salah satu dari Guru Roh kami mengatakan : “Guru Sejati kalian sebenarnya tidak pernah turun bersemayam di altar yang ada di dunia ini, Guru Sejati kalian selalu ada di tingkat langit yang tinggi, di tingkat Nirvana yang tinggi. Hanya sewaktu-waktu saja turun memberikan pemberkatan pada kalian, kemudian sudah naik kembali.”
Pada waktu itu saya dan istri sempat bingung dan bimbang, kalau begitu siapa yang duduk di altar Guru Sejati dan para Guru Roh yang ada di rumah kami? Siapa yang duduk di altar-altar Vihara dan Kelenteng sebagai Dewi Kwan Im di berbagai kota yang selama ini secara rutin kami kunjungi? Kalau dewi kwan Im sendiri tidak pernah turun bersemayam di altar yang ada di dunia ini.
Sejalan dengan laku spiritual yang kami tempuh, setahap demi setahap pemahaman spiritual kami meningkat, mulailah kami mengetahui, mengerti dan memahami bahwa di alam dewa atau alam Nirvana yang 33 tingkat itu, setiap tingkat ada banyak sekali Dewi Kwan Im dan juga ada banyak sekali para dewa dan roh suci lain.
Dewi Kwan Im yang menjadi Guru Sejati istri saya juga sebagai salah satu dari Guru Roh saya berada di langit tingkat 27. Di setiap langit dari tingkat 1 sampai tingkat 26 ada banyak sekali utusan-utusan Dewi Kwan Im yang mempunyai jati diri atau wujud yang sama persis seperti Dewi Kwan Im yang berada di langit-27, hanya aura yang dipancarkan yang membedakan mana yang mempunyai tingkat yang lebih tinggi.
Setiap utusan Dewi kwan Im di tingkat tertentu selalu mempunyai banyak utusan atau pengiring dari tingkat langit yanfg lebih rendah. Begitu seterusnya , sehingga di setiap tingkat langit ada banyak utusan dewi kwan Im. Makin ke bawah, makin banyak jumlahnya, jumlahnya hampir tidak terhitung. Begitu juga mekanisme dan susunan hirarki untuk para dewa dan roh suci yang lain.
Jadi yang ‘duduk” di altar-altar Dewi Kwan Im yang berada di altar rumahan, altar Vihara dan Kelenteng di berbagai tempat adalah utusan-utusan Dewi Kwan Im, dan para utusan ini mempunyai “pangkat” atau tingkat langit yang berbeda-beda. “Pangkat” atau tingkat langit para utusan yang duduk di suatu altar ini menentukan tingkat altar itu. Ini yang saya sebut sebagai strata altar. Makin tinggi “pangkat” utusan itu, makin tinggio strata altarnya, dan makin tinggi wewenangnya dalam menolong manusia.
Jadi sembahyang kepada Dewi Kwan Im di altar Vihara yang berbeda-beda, berarti sembahyang kepada utusan dewi Kwan Im yang berbeda. Begtu juga untuk para dewa dan roh suci yang lain.


6. Apa Kata Para Dewa Mengenai Amal

Hendra berusia 60-an tahun, pengusaha yang berhasil, murid dari guru prana yang sudah punya nama besar dan terkenal. Hendra sudah lama sekali mempelajari dan melatih tenaga prana. Sudah beberapa tahun memberikan penyembuhan secara gratis kepada orang-orang yang datang ke rumahnya. Umumnya penyembuhan dengan prana yang dilakukan Hendra membawa hasil yang baik. Hendra datang ke rumah saya mau berdiskusi mengenai penyembuhan dengan tenaga prana.

Cerita Hendra, belakangan ini, didalam menolong menyembuhkan orang, banyak yang gagal atau tidak dapat sembuh secara tuntas. Dia pernah menanyakan hal ini kepada gurunya dan dijawab bahwa penyembuhan yang dilakukannya tidak tuntas dan tidak berhasil disebabkan Hendra menolak pemberian amal berupa uang dari para tamunya.

Pertanyaan Hendra kepada saya adalah apakah benar bahwa karena dia tidak mau menerima amal dari para tamunya maka para tamu itu tidak berhasil disembuhkannya?

Saya jawab itu benar, benar sekali. Sebab saya pernah menerima penjelasan dari guru roh saya.

Pada awal saya mulai menjalani laku spiritual, saya tidak mempunyai motivasi sedikitpun untuk menjadi seorang penyembuh maupun bertujuan nantinya dapat menolong orang. Tujuan utama saya menjalani laku spiritual adalah agar saya dapat menjjalani hidup ini selalu di jalan yang baik dan jalan yang benar, jalan yang direstui dan diberkahi oleh Allah Yang Maha Esa.

Setelah saya menjalaninya sepuluh tahun lebih, mendapat bimbingan dari para guru roh saya, beribadah dari satu tempat suci ke tempat suci lain, saya telah menerima banyak berkah dan bekal berupa ilmu dan kekuatan. Guru sejati saya menjelaskan kepada saya bahwa berkah dan bekal yang telah saya miliki itu kalau tidak digunakan untuk menolong manusia akan menjadi mubasir.

Saya diberi penglihatan/visualisasi sebuah batang pohon besar dengan buah yang lebat sekali, banyak diantara buah-buah itu yang sudah masak, bahkan ada juga yang sudah berjatuhan di tanah dan membusuk.

Guru sejati saya mengatakan: " Berkah dan bekal yang telah kau miliki bagaikan buah yang begitu lebat di pohon besar itu. kalu dibiarkan akan menjadi mubasir dan jatuh membusuk di tanah, Maka pakailah untuk menolong sesama manusia.

Saya masih ragu, hanya sesekali saya pergunakan untuk menolong keluarga saya, kemudian untuk menolong saudara-saudara saya. Dengan berjalannya waktu, mulai ada teman-teman yang datang membutuhkan pertolongan, kemudian mulai ada temandari teman-teman saya juga membutuhkan pertolongan.

Di dalam menolong orang-orang ini, saya tidak mau menerima imbalan apapun, saya tidak mau menerima sumbangan amal dari orang-orang yang telah saya tolong. Jadi seperti Hendra, tidak mau menerima pemberian amal dari para tamunya.

Bedanya dengan Hendra, Hendra tidak menerima penjelasan mengenai alasannya dari guru prananya, Guru Roh saya menjelaskan kepada saya mengapa harus begitu. Inilah penjelasan guru Roh saya:
"Tidak semua tamu yang kalian tolong itu mempunyai amal yang baik, nilai amal di dalam rapor perjalanan hidupnya merah angka mati. Agar Karunia Ilahi berupa berkah atau bekal yang kalian miliki dapat diterima dalam diri para tamu yang kalian tolong, kalian perlu mau menerima sumbangan amal mereka. Kalau kalian tidak mau menerima, berarti kalian tidak mau dia sembuh."

Hendra menanyakan kepada saya bagaimana cara saya mengunakan sumbangan amal, sebab Hendra tidak menemukan kotak amal di ruang saya. Saya katakan bahwa kotak amal itu saya sembunyikan, saya baru keluarkan akalau ada tamu yang berniat memberikan amalnya. Hati saya dan istri masih belum dapt menerima untuk meletakkan kotak amal di ruang kami menerima tamu. Hendra menyarankan agar kotak amal itu diletakkan di pojok ruangan yang tidak mencolok saja, seperti yang sekarang dia lakukan dirumahnya. Tapi hati kami berdua samapi sekarang masih belum dapat melakukannya. Kami masih menganggap meletakkan kotak amal secara terbuka mempunyai arti menyuruh orang/tamu untuk mengisinya.

Peranan Kotak Amal

Karena kotak amal untuk para tamu kami sembunyikan, hal ini membawa dampak negatif untuk para tamu. Bagi tamu yang belum tahu, banyak yang tidak berani menanyakan dan tidak mengisi kotak amal. Bagi mereka yang dalam perjalanan hidupnya telah mempunyai nilai amal yang baik, tidak ada masalah. Apa yang telah saya berikan dan salurkan, karunia Ilahi itu akan tetap bersemayam di dalam badannya. Tapi bagi mereka yang nilai amalnya tidak ada atau kecil, wadah untuk menerima karunia Illahi juga tidak ada atau kecil, maka karunia Illahi itu hanya molos saja jatuh ke bawah.

Suatu hari saya menanyakan kepada guru Roh saya , kenapa dulu tidak ada syarat bagi tamu untuk memberi amal dan mereka juga banyak yang tertolong. Tetapi sekarang mereka perlu memberi amal baru pertolongan saya membuahkan hasil.

Guru Roh saya menjelaskan dengan sebuah perumpamaan seperti ini:"Kalau ada seorang dokter umum mengobati pasiennya, dia memeriksa, memberikan resep obat, bahkan memberi obat yang diambil dari obat-obat sampel yang dimilikinya. Dan dia tidak mau dibayar, pasien itu juga dapat sembuh. Akan tetapi setelah si dokter menjadi dokter spesialis bedah, dimana fasilitas rumah sakit sudah diperlukan agar dia dapat menyembuhkan pasiennya, maka tanpa mengeluarkan uang untuk membayar fasilitas rumah sakit, pasien itu tidak akan sembuh. Kalian sekarang sudah dapat menjangkau fasilitas energi alam semesta untuk memberikan penyembuhan. Energi alam semesta yang mengikuti garis hukum alam semesta adalah juga hukum keseimbangan. Maka yang mau menerima, perlu mau memberi. Yang mau menerima kesembuhan, perlu mau memberi amal.

Perpuluhan dan 2,5 persen

Dulu saya mempunyai pikiran jelek terhadap sumbangan amal perpuluhan yang diajarkan pendeta Kristen, ada juga sumbangan amal 2,5% di aliran lain. Sumbangan smal 10% atau 2,5% ini hanya untuk pendeta dan rohaniawan yang bersangkutan, bukan amal untuk menolong penderitaan orang lain.

Setelah saya tahu peranan amal di dalam perjalanan hidup manusia, saya baru sadar bahwa amal yang dipatok 10% atau 2,5% ini memang baik dan perlu. Hanya sayang bahwa sasarannya kurang tepat. 10% atau 2,5% bukan semuanya untuk rohaniawan itu. Kalau semuanya diberikan kepada pendeta atau rohaniawan, ini malah meracuni dan mencelakakan mereka, membuat mereka lupa diri dan keluar dari misi atau tugasnya sebagai rohaniawan. Sebab materi yang berlimpah dan anam besar akan menutup mata hati mereka dan jadi lupa diri.

Guru Roh saya menjelaskan, beramal perlu tepat sasaran agar amal itu mempunyai nilai tinggi. Beramal kepada orang jahat dibanding beramal kepada rohaniawan, nilai amalnya lebih tinggi kepada rohaniawan. Beramal kepada rohaniawan dibandingkan dengan beramal kepada Dewa dan Roh suci, nilai amalnya jauh lebih tinggi kepada dewa dan roh suci.

Amal yang punya nilai tinggi adalah bila memberian amal itu dapat meringankan atau melepaskan penderitaan si penerima amal. Atau bila pemberian amal itu dapat memenuhi semua atau sebagian dari apa yang dibutuhkan oleh si penerima amal. Oleh karena itu orang tidak mudah beramal kepada para Dewa dan Roh Suci mana yang sedang membutuhkan amal darim manusia, untuk keperluan prasaranan tempat ibadahnya di dalam menjalankan misi dan tugas menolong penderitaan manusia.

Saya telah melihat beberapa tempat ibadah yang terkenal banyak pengunjungnya, juga banyak orang yang beramal besar-besaran disitu. Boleh dikatakan di tempat itu turun "hujan duit" atau amalnya berlimpah ruah. Hal seperti ini dapat mengakibatkan pengelola atau pengurus tempat itu rawan ricuh urusan uang. Sifat manusia, makin banyak uang maka makin banyak keinginan, makin banyak keinginan makin banyak masalah, kemudian banyak diantara masalah yang timbul itu tidak dapat diselesaikan dengan uang.
Amal seperti di atas tidak tepat sasaran.

Amal dan Persembahan

Beberapa tamu menanyakan kepada saya, apakah persembahan di altar Vihara dapat digantikan dengan memasukkan sumbangan di kotak amal? Supaya tidak usah repot ke supermarket untuk beli buah dan lain-lain. Saya katakan bahwa persembahan kepada para dewa di altar tidak dapat diganti dengan memasukkan uang ke kotak amal.

Persembahan berupa bunga dan buah di altar diterima langsung oleh dewa di altar. Berkahnya juga diberikan langsung oleh dewa di altar kepada pemberi persembahan.

Uang sumbangan di kotak amal adalah beramal yang akan membuahkan karma baik. Kapan berbuahnya karma baik itu masih menunggu proses dan membutuhkan waktu.

Jadi lebih baik mau repot sedikit meluangkan waktu untuk membeli persembahan buah dan bunga di supermarket atau pasar. Jangan mau gampangnya saja.

Tahu Beres = Instan

“Jangan menolong secara instan”, begitu pesan Guru Roh saya.
“Di dalam menolong orang, jangan hanya melepaskan mereka dari masalahnya, tetapi ajarkan pula kepedulian hidup.”

Guru Roh saya meminta untuk mengajarkan pula kepedulian hidup kepada mereka. Artinya mereka perlu untuk peduli terhadap kepentingan dirinya. Mereka perlu mempunyai usaha untuk kepentingan dirinya, jangan tahu beres saja, semuanya sudah tersedia, semuanya sudah dikerjakan oleh orang lain. Sebab hanya orang yang mau peduli terhadap kepentingan diri sendiri, baru dapat diharapkan mempunyai kepedulian untuk orang lain. Orang yang tidak peduli terhadap kepentingan dirinya, jangan diharapkan untuk punya kepedulian terhadap kepentingan orang lain.

Oleh karena itu Guru Roh saya pesan : “Jangan menolong sacara instan.” Beberapa tamu menganggap saya tidak profesional, tidak dapat memberikan pelayanan maupun perolongan secara profesional. Para tamu masih dibuat tidak nyaman harus menyediakan ini dan itu, yang saharusnya dapat saya sediakan.
Beberapa orang pernah datang ke rumah dan meminta semua masalahnya dibereskan, nanti dia akan bayar semua biaya yang dibutuhkan. Jadi mereka meminta saya menyediakan semua yang diperlukan, dia tahu beres tinggal bayar biayanya.

Sayang sekali, saya tidak diijinkan oleh Guru Roh saya memberikan pelayanan seperti itu, saya tidak boleh menolong secara instan. Mereka perlu diberi tugas dan kewajiban untuk kepentingan mereka. Untuk melihat dan mengetahui apakah mereka memang mempunyai niat dan usaha untuk kepentingan mereka sendiri. Kalau tidak, maka percuma saja menolong orang seperti ini, orang yang tidak memiliki kepedulian hidup. Orang seperti ini ditolong dari satu masalah, akan muncul masalah baru, dan akan terus berulang seperti itu.

Banyak kasus penyembuhan yang telah saya lakukan menjadi gagal hanya masalah sepele saja. Merasa sudah lepas dari penyakitnya, sudah sembuh, maka dia melupakan kepedulian hidup. Penyakitnya muncul lagi dan masalahnya bermunculan lagi.

Kepedulian hidup muncul dari hukum alam semesta berupa hukum keseimbangan yang turun sebagai hukum memberi dan menerima. Yang keluar dari hukum keseimbangan akan bermasalah dan hancur. Maka manusia perlu mengetahui, mengerti dan memahaminya.


7. Ziarah Ritual di Lorong Kecil

Malam itu, tgl 1 Juli 2002 saya dengan rombongan tiba di pulau Bali dalam rangka hajatan ziarah ke 3 pura. Sebelas tahun yang lalu saya dengan istri juga melakukan perjalanan ziarah di 12 pura di Pulau Bali. Pada waktu itu kami diberitahu oleh Sanghyang Batara Wisnu di pura Ulun Danu, bahwa suatu hari nanti kami berdua akan mendapat panggilan untuk menghadap lagi kepada Sanghyang Batara Wisnu di pura Ulun Danu. Panggilan itu baru kami terima setelah menunggu 11 tahun lamanya.
Besok paginya, tgl. 2 Juli, sesuai perintah yang saya terima, saya dan rombongan sebanyak 10 orang menuju pura Ulun Danu untuk menghadap Sanghyang Batara Wisnu. Setelah kami mengatur semua sesajen sebagai sarana ibadah di pura, kami melakukan ritual persembahan dan doa. Kehadiran Sanghyang Batara Wisnu ditandai dengan hembusan angin yang kuat beberapa saat, dan setelah itu tidak ada lagi angin yang datang.
Masing-masing anggota rombongan mendapatkan berkah dan bekal dari Sanghyang Batara sesuai dengan kebutuhan, wadah dan misinya dalam hidup ini.
Dari pura Ulun Danu kami melanjutkan perjalanan menuju pura Besakih untuk menghadap dan bersujud kepada Sanghyang Batara Brahma. Sesampai di kompleks pura, suasana yang sangat berbeda kami jumpai, sangat berbeda dengan 11 tahun yang lalu saat kami berkunjung. Tempat parkir disediakan jauh dibawah, sehingga pengunjung seolah-olah dipaksa untuk naik ojek sepeda motor untuk mencapai pura, kemudian untuk memasuki kompleks pura harus diantar oleh pemandu penduduk lokal. Semuanya ini tidak masalah bagi rombongan kami, karena niat kami memang untuk berziarah ke pura.
Waktu kami sampai di kompleks utama dan mau memasuki tempat persujudan / sembahyang, rombongan kami dilarang masuk untuk bersembahyang. Alasannya untuk masuk ketempat sembahyang harus berpakaian adat Bali. Hal ini untuk mencegah para turis asing maupun lokal agar tidak memasuki tempat sembahyang sehingga mengurangi kesakralan ibadah.
Saya terkejut mendengar aturan ini, dalam hati saya bertanya-tanya, mengapa para pendeta dan para pengelola pura dapat memberlakukan peraturan seperti ini? Apakah mereka tidak menyadari bahwa agama Hindu bukan hanya untuk orang Bali saja? Mengapa harus dipaksa pakai pakaian adat Bali baru boleh sembahyang? Mengapa mereka tidak mau memakai akal pikiran dan kecerdasannya untuk membedakan mana yang betul akan beribadah dan yang tidak?
Akhirnya saya berkonsentrasi untuk menghadap dan kontak kepada Sanghyang Batara Brahma, bahwa saya dan rombongan dilarang masuk tempat sembahyang untuk beribadah, apa yang harus saya lakukan?
Sanghyang Batara memberitahu bahwa saya dan rombongan akan diterima ibadahnya diluar pura, dipersilahkan untuk mengatur semua sesajen sarana ibadah di lorong kecil yang ada disamping pura. Setelah semuanya diatur rapi, kami semua melakukan upacara ritual persujudan dilorong kecil itu. Banyak orang yang menonton rombongan kami.
Begitu selesai berdoa, waktu saya membuka mata, saya melihat pendeta dan pembantu-pembantunya yang tadi memimpin sembahyang didalam pura sudah berada dihadapan saya, meminta ijin untuk memberikan pemberkatan air suci dan lain-lain kepada rombongan saya, dan meminta maaf telah membiarkan saya bersembahyang diluar pura.
Saya mengucapkan terima kasih atas pemberkatannya. Rupanya berita adanya rombongan melakukan sembahyang diluar pura sudah sampai ke bawah. Sehingga waktu rombongan saya sampai dibawah, ada beberapa petugas pengelola pura yang meminta maaf pada kami atas apa yang telah kami alami. “Tidak apa-apa, yang penting saya telah menjalankan ibadah saya dan keterima”, kata saya. Dalam hati saya sangat salut dan memuji kejujuran orang-orang Bali, mereka cepat menyadari dan mau mengakui kehilafannya.
Dalam perjalanan menuju pura Ulu Watu, saya dalam hati bertanya-tanya, mengapa peristiwa di pura Besakih dapat terjadi? Datang jawaban dari Sanghyang Batara Brahma, bahwa semua kejadian itu adalah kehendak beliau, untuk menyadarkan dan memperingatkan para pendeta dan para pengelola pura bahwa aturan-aturan yang dibuat itu tidak tepat.
Kami sampai di pura Ulu Watu hari telah gelap. Kehadiran kami di pura ini diterima oleh Sanghyang Batara Rudra, masing-masing mendapatkan berkah dan bekal untuk menempuh perjalanan hidup dan perjalanan spiritual.
Tgl. 3 Juli, sehari penuh kami gunakan untuk rekreasi dengan berkunjung ketempat-tempat wisata di Bali. Tgl. 4 Juli rombongan kami meninggalkan Pulau Bali, melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta.


8. Kanjeng Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul

Masih banyak orang mempunyai anggapan bahwa Kanjeng Ratu Kidul sama dengan Nyi Roro Kidul. Dahulu kami berdua juga mempunyai anggapan seperti itu. Sejalan dengan bimbingan spiritual yang kami terima dari Guru Roh kami masing-masing, kami mulai tahu bahwa Kanjeng Ratu Kidul tidak sama dengan Nyi Roro Kidul.
Sekitar tahun 1998, waktu saya dan istri melakukan perjalanan ibadah keliling Pulau Jawa, waktu berada di pantai Parang Tritis Yogya, kami diterima oleh Eyang Ratu Kidul, demikian kami menyebut nama beliau, yang di-iringi oleh Nyi Roro Kidul sebagai pendamping.
Karena kedua sosok ini berdampingan, maka dengan jelas kami dapat mengetahui perbedaannya. Sosok jati dirinya persis sama, yang membedakan diantara keduanya adalah warna kulitnya. Eyang Ratu Kidul warna kulitnya seperti etnis Sunda, kuning langsat. Sedangkan Nyi Roro Kidul warna kulitnya seperti etnis Jawa, agak coklat. Kamudian yang paling mencolok perbedaannya adalah aura yang terpancar dari masing-masing tokoh ini. Eyang ratu Kidul mempunyai aura putih jernih dan gemerlapan seperti berlian, bulat mengelilingi seluruh tubuhnya. Sedangkan aura Nyi Roro Kidul berwarna putih susu seperti cahaya lampu neon, tipis putih mengikuti postur tubuhnya.
Eyang Ratu menjelaskan bahwa Nyi Roro kidul adalah patih atau kepala pengawal Eyang ratu. Nyi Roro Kidul adalah makhluk halus jenis jin yang mengabdi dan berguru kepada Eyang ratu. Nyi Roro Kidul ditugaskan untuk mengontrol dan meredam angkara murka dari makhluk-makhluk gaib jenis jin dan kekuatan gaib serta ilmu gaib yang berada disepanjang pantai selatan Pulau Jawa.
Eyang Ratu Kidul adalah Roh Suci dari tingkat langit yang tinggi, Roh Suci ini juga pernah turun di berbagai tempat di dunia dengan jati diri tokoh-tokoh suci setempat di jaman yang berbeda-beda pula.
Seperti tokoh Semar dan para tokoh suci yang lain, jati diri Eyang Ratu Kidul dan Nyi Roro kidul-pun banyak yang palsu. Umumnya yang memalsukan adalah jenis jin yang punya kemampuan atau punya kesaktian. Jadi perlu untuk selalu waspada, hati-hati dan teliti. Aura Eyang Ratu Kidul yang memancar gemerlapan seperti berlian tidak dapat dipalsukan oleh bangsa jin, akan tetapi tidak banyak orang yang dapat melihat aura ini.


9. Garis Kodrat Hidup

Tulisan ini memuat sebagian dari wejangan dan penjelasan dari Eyang Ratu Kidul, yang diberikan pada tanggal 26 mei 2000 sekitar jam 12:30 WIB di pantai Parang Tritis, Yogyakarta.
Wejangan dan penjelasan Eyang Ratu atas permohonan pertolongan dan pertanyaan dari dua teman kami : Dharmawan dan Hartono.
Eyang Ratu : Cucu-cucuku, nanti kalau mau mengambil pasir, ambillah yang di dekat air, pasir yang basah. Ambillah secukupnya saja dan tempatkan pada kantong plastik. Sebelum mengambil pasir, kembang / bunganya dilarung dulu, dan kelapa mudanya diminum dulu. Yang terletak paling kiri untuk temanmu Dharmawan, sebelahnya untuk kalian berdua, yang ketiga untuk temanmu yang punya mobil.
Nah sekarang apakah kalian ada yang akan ditanyakan? Kalau ada akan kutunggu. Apakah teman-temanmu ada yang akan ditanyakan?
Dharmawan : Saya memohon pertolongan dan petunjuk dari Eyang Ratu. Bagaimana saya harus menyikapi dan apa yang harus saya lakukan terhadap anak saya yang mempunyai sifat kaku, keras hati, pendiam dan tidak mau menurut nasihat orang tua. Dia baru lulus sekolahnya kemarin.
Eyang Ratu : Manusia hidup tidak ada yang semuanya tidak enak melulu, atau yang enak terus. Itu untuk keseimbangan hidup. Kau mempunyai tiga anak, kan tidak ketiga-tiganya seperti itu. Ada yang adatnya keras, ada yang adatnya nurut orang tua. Coba carilah, apa ada orang tua yang semua anaknya menurut? Atau yang semuanya adatnya keras? Kan tidak ada.
Ya itulah, memang kehidupan manusia ya beraneka ragam, ya seperti itu. Semua itu sudah tugasnya orang tua, dengan cara bagaimana kau mengatasinya, kalau kau dapat mengatasi dengan baik dan bijaksana, kau dapat pahala. Begitu juga anakmu, kalau dengan adatnya yang keras itu masih mau patuh pada nasihat orang tuanya, ya akan ada nilainya sendiri.
Orang hidup itu macam-macam, yang penting kau mohonkan dan kau doakan supaya anakmu memperoleh bimbingan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, supaya mendapatkan jalan yang benar.
Nanti dapat kau kias / ruwat wetonnya (hari lahirnya). Bapak dan ibunya meruwat wetonnya, memang wetonnya mempunyai bawaan beradat kaku. Berdoalah dan mohonkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya hati anakmu dapat lunak dan mau menjalani ruwatan. Berdoalah menurut agamamu yaitu doa Novena Tiga Salam Maria, supaya anakmu mau diruwat. Ini perlu sekali dan dapat membantu membimbing anakmu. Kalau masalah anak tu banyak orang tua mengalaminya, hanya saja kau tidak mengetahuinya. Semua sama, yang penting adalah tugas dan kewajibanmu kau jalankan. Mohonkan dan doakan, nanti Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberi jalan.
Apakah kau sudah mengerti cucu?
Dharmawan : Sudah mengerti Eyang dan terima kasih atas wejangan Eyang Ratu.
Hartono : Eyang Ratu, saya mohon nasihat dan petunjuk untuk anak tunggal saya yang akan melanjutkan sekolahnya di Jerman, apakah dia akan berhasil menyelesaikan sekolahnya?
Eyang Ratu : Anak itu semuanya telah mempunyai garis hidupnya sendiri-sendiri. Kalau garisnya bahwa sekolahnya dapat sampai tinggi ya akan berhasil. Tapi kalau garisnya hanya sampai tingkat sebegitu, ya akan sebegitu saja. Bersikaplah lapang dada untuk menerima nasib masing-masing. Jangan melawan nasib yang telah digariskan oleh Tuhan. Nanti kalau dipaksakan, ibaratnya sekolahnya hanya sampai kelas satu, kau maunya kelas tiga, tapi kalau kau paksakan nanti kesehatannya dapat terkena gangguan, atau perjodohannya yang terganggu. Gangguan itu dapat lebih tidak enak dan lebih berat.
Serahkan saja dan mohonkan tuntunan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa jangan menetapkan minta begini dan begitu. Mohonlah pangestu dan bimbingan supaya anakmu itu menjalani hidup ini tidak menyimpang dari yang sudah digariskan oleh Tuhan. Kalau itu sudah kau mohon, mau merah atau hijau, hitam atau putih, ya itulah sudah garisnya, perlu diterima dengan hati yang lapang.
Kalau takdirnya merah, diminta jadi hijau, nanti hasilnya malah menjadi hitam, yang begitu itu tidak benar cucu.
Yang lapang hati untuk menerima nasib. Aku tidak dapat menjawab apakah anakmu itu akan berhasil atau tidak sekolahnya. Tapi aku dapat memberikan nasihat saja. Hidup itu sudah ada garisnya masing-masing. Yang penting memohon supaya tidak keluar dari garis itu. Kalau garisnya kelas satu ya kelas satu, kalau kelas tiga ya kelas tiga, yang penting jangan sampai keluar dari garisnya. Itu semua sudah ditetapkan dari langit. Apakah kau sudah mengerti cucu?
Hartono : Cucu mengerti Eyang.
Eyang Ratu : Apakah masih ada yang akan ditanyakan?
Hartono : Eyang, cucu mau menanyakan satu lagi, mengenai pekerjaan cucu yang baru dirintis di Jakarta. Prospeknya bagaimana? Dan supaya lancar bagaimana?
Eyang Ratu : Yang begitu itu memohonnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, supaya kau diberi berkah, pekerjaanmu dapat selamat dan lancar. Kalau kau memohon seperti itu, nilai permohonanmu itu sudah tinggi. Berkah pekerjaan lancar dan dalam restunya Tuhan, nanti semuanya ya menurut apa yang ada digarisnya masing-masing.
Kalau waktunya kau mendapat nasib yang kurang baik, ya tidak dapat dihindarkan. Orang hidup itu ada gelombangnya, sebentar gelombangnya tinggi, sebentar gelombangnya tenang. Ya itulah memang romantikanya hidup.
Memohon selalu selamat ya tidak mungkin, memohon supaya senang terus ya tidak boleh. Enak dan tidak enak itu silih berganti. Yang penting kalau kau sudah memohon, agar tidak menyimpang dari garismu. Hidup itu ada hukumnya, ada aturannya, hukum dan aturannya ini yang penting kau mohon, agar hanya garismu itulah yang kau jalani.
Kalau kau tidak memohon, yang datang adalah “yang tidak-tidak”. Semua yang bukan garismu dapat datang. Tapi kalau kau sudah memohon, yang datang itu hanya yang memang menjadi nasibmu saja.
Kalau nasibmu sedang sial, ya diterima dengan lapang hati. Tapi kalau tidak kau mohon, “yang tidak-tidak” itu banyak sekali yang datang. Kau mengerti apa yang kumaksudkan?
Gelombang hidup itu tidak dapat diluruskan atau diratakan. Naik turunnya itu memang sudah menurut garis nasibnya masing-masing. Sudah cukup cucu, pangestuku untuk kalian semua.
---Terima kasih Eyang Ratu, kami mohon diri---

Sedikit catatan untuk penjelasan :
Dari wejangan Eyang Ratu diatas, bahwa manusia sudah mempunyai dan membawa garis hidupnya/garis kodratnya sendiri-sendiri, garis kodrat yang telah digoreskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Akan tetapi didalam menempuh perjalanan hidupnya, karena manusia memiliki sisi bebas maka manusia bisa keluar dari garis kodratnya, disebabkan oleh beberapa hal :
1. Karena godaan duniawi – godaan dari luar.
2. Karena godaan didalam dirinya sendiri.
3. Karena gangguan gaib.
Kesemuanya ini yang disebut sebagai “yang tidak-tidak” oleh Eyang Ratu tadi, yang bisa banyak dan silih berganti berdatangan untuk menarik manusia keluar dari garis kodratnya.
Oleh karena itu, didalam menempuh perjalanan hidupnya, orang perlu mempunyai laku yang baik, mempunyai amal yang baik dan ibadah yang baik, agar doa-doa permohonannya dapat dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Itulah yang diwejangkan dan dianjurkan oleh Eyang Ratu tadi.


10. Umbul Jumprit

Karena kesibukan lain, pada hari itu tanggal 15 Maret 2006, saya tidak ikut dalam rombongan yang didampingi oleh istri saya melakukan perjalanan ziarah di beberapa tempat di Jawa tengah. Di Umbul Jumprit, di Parang Tritis dan beberapa tempat lainnya. Rombongan terdiri sekitar 10 orang. Tiba di Umbul jumprit pada jam 21:00.

I. Wejangan Eyang Begawan :
Aku Eyangmu Begawan, pada malam ini kuterima ibadah kalian semua dan kuterima semua persembahan kalian, termasuk apa yang menjadi kemauan hatimu masing-masing, agar semuanya bisa terkabul.
Restuku pada kalian, pada malam ini para Suci yang hadir banyak, lihatlah disana ada Eyangmu Ratu hadir pada malam ini, ada Siang Tee Kongco, ada Dewi Kwan Im, ada Eyangmu Semar, pada malam ini sama-sama hadir para Roh Suci. Terimalah berkah dari para Suci yang ditujukan kepada kalian semua.
Pada malam hari ini kalian semua yang hadir disini, memang sudah aku tunggu, memang sudah waktunya kalian menghadap Eyangmu Bengawan, sudah waktunya kalian harus dibersihkan semua, lahir dan batin.
Kalian semua sudah mandi di umbul jumprit, sudah bersih lahir dan batin, karena itu semua perlu hati-hati, jangan membuat kesalahan lagi.
Siapa saja yang telah memiliki guru, mintalah petunjuk kepada guru kalian, jika ingin melakukan sesuatu. Sadarlah bahwa kalian telah mempunyai senior yang mempunyai tingkatan lebih tinggi, jangan segan-segan untuk bertanya, jangan malu-malu, dari pada tersesat jalannya dan terpuruk-puruk (kejeblos).
Mengingat telah ada yang bisa dimintai nasehat / petunjuk-petunjuk, maka itu jadikanlah dia panutan, kalian tidak akan disesatkan dan diperosokkan, tidak bakal ditipu, tidak akan dicerita-ceritakan kemana-mana.
Kalian tidak tahu dan mengerti bahwa selama ini yang kalian jadikan panutan itu siapa, dahulunya reinkarnasinya siapa, tidak ada satupun manusia yang tahu, tetapi para Roh Suci / Eyang-Eyangmu mengetahui siapa dia sebenarnya, jangan dianggap remeh dan sepele omongannya dan nasehatnya, malam ini dia tidak dapat hadir dan diwakilkan kepada istrinya, tetapi istrinya ini juga memiliki kemampuan, meskipun hatinya agak kurang mantap, tetapi Dewi Kwan Im selalu mendampingi dia.
Cucu-cucu kinasihku (yang terkasih), terimalah berkah dari para Suci ini yang ditujukan kepadamu sekalian, nanti setelah kalian selesai sembahyang disini, ambillah pisang masing-masing satu, kalian mengambil satu-satu dan makanlah disini.
Cucu-cucu yang terkasih, sudah cukup sampai disini, restu Eyangmu untuk kalian semua.

II. Wejangan Dewi Kwan Im :

Cucu-cucuku yang terkasih. Pada malam ini Dewi Kwan Im turun untuk menerima cucu sekalian, untuk memberikan pangestu, memberikan bekal-bekal kepada cucu sekalian, apa yang cucu sekalian butuhkan didalam perjalanan spiritual ini maupun didalam menempuh perjalanan hidup masing-masing, terutama dengan keluarga.
Janganlah kalian ragu akan jalan yang kalian tempuh, jalan kalian ini diberkati dan direstui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, oleh para Budha, para Bodhisatva dan para Arahat, oleh karena itu senantiasalah berjalan di jalan yang benar, yang ditujukkan oleh guru kalian masing-masing. Pada malam ini Dewi Kwan Im sengaja turun melalui cucuku ini, untuk menyampaikan petunjuk ini kepada kalian semua, jangan ragu akan jalan yang ditempuh ini, yang membawa kalian pada jalan ke-Budha-an.
Hanya ini saja pesan dari Dewi Kwan Im dimalam ini terimalah berkah dan restu dari Kwan Im Hudcou kepada cucu sekalian.

III. Wejangan singkat Eyang semar :

Aku Eyangmu Semar, restuku kepadamu sekalian, agar selamat, sehat dan sejahtera semua. Luruslah jalanmu, lurus dan benar jalannya kalian semua ya cucu-cucuku sekalian.
Cukup sekian, restuku untuk kalian semua.

Catatan :
Umbul Jumprit adalah tempat sumber mata-air dimana airnya setiap tahun diambil dengan suatu upacara resmi untuk air suci Waisak.


11. Parang Tritis

Pada tanggal 16 Maret 2006, jam 10:00, rombongan tiba di pantai Parang Tritis. Inilah wejangan yang kami terima dari Eyang ratu kidul yang bersemayam di Kraton Laut Kidul.

Aku Eyangmu Ratu yang duduk di tahta Kraton Parang Tritis, pangestuku untuk kalian semua, ku terima semua ibadah kalian, juga semua persembahan kalian telah kuterima. Kalian masing-masing kuberi berkah sesuai wadahnya masing-masing, sesuai karmanya masing-masing, sesuai amalnya masing-masing. Semua berkahku harus dipakai dan diamalkan untuk menolong sesama manusia, gunakan karunia yang kalian terima itu untuk menolong sesama manusia yang membutuhkan pertolongan.

Berhati-hatilah didalam menjalani kehidupan ini, jangan takabur, jangan lupa diri, jangan lengah, senantiasalah waspada, senantiasa menggunakan akal pikiran masing-masing. Kaliansemua itu bersaudara didalam menjalani laku spiritual, kalau ada apa-apa harus saling tolong-menolong, seharusnya dibicarakan bersama, bila menghadapi masalah jangan ditangani sendiri, kalau dibicarakan dan ditangani bersama, jalannya akan lebih terang dan lancar.
Hari ini di keraton Eyangmu ada upacara, dan upacara ini akan dilakukan lagi pada tahun depan, pada penanggalan jawa yang sama. Jadi kalian harus melihat pada penanggalan jawa tahun depan jatuh pada hari apa, kalau bisa upayakan untuk menghadap Eyangmu lagi disini. Berkahnya besar, saat ini hadir banyak sekali para Roh Suci datang menghadiri upacara dikeraton Eyangmu dan semua ikut memberikan pangestu kepada kalian semua. Yang akan memohon sesuatu, ya diajukan saja, kalau memohon sesuatu itu mohonkanlah yang baik dan benar saja, jangan meminta yang tidak-tidak. Mintalah agar diterangi jalanmu, supaya dijauhkan dari segala halangan, rintangan dan kesulitan dalam menjalankan laku spiritual. Mintalah penerangan didalam menempuh perjalanan hidup bersama keluarga. Selalu berhati-hati, banyak berbuat kebajikan, maka Allah akan memberikan keselamatan kepada kalian semua. Sekarang kalau ada yang akan bertanya sesuatu, akan kutunggu.
Ramly : Eyang, dipagi ini, apakah permohonan cucu agar bisa lebih lancar dalam berkomunikasi spiritual, agar setiap saat dapat izin berkomunikasi dengan Nyi Mas Ratu di Pelabuhan Ratu, mohon Eyang memberikan berkah dan kekuatan untuk itu.
Eyang Ratu : kalau masalah itu, dirimu belum waktunya, wadahmu itu belum waktunya untuk dapat berkomunikasi setiap saat dengan didampingi Eyangmu. Nantinya dilihat dulu perjalananmu, kalau tahun depan dirimu bisa lulus semua dan tindakan serta jalanmu sudah dinilai lulus, maka nantinya Eyangmu akan memberi pendamping. Kalau sekarang belum waktunya, harus bersabar dulu, jangan terburu-buru. Menjalani kehidupan spiritual itu harus bertahap, jangan melompat-lompat. Sekarang ada pertanyaan lagi apa tidak?
Bowo : Eyang, cucu menghaturkan sembah sujud, pada pagi ini cucu Bowo hadir di Parang Tritis, pertama-tama cucu memohon diberi bekal kekuatan untuk melayani para tamu yang ada di pesarehan Eyang Putri, itu saja permohonan dari cucu.
Eyang Ratu : kuberikan, cucuku Bowo. Nanti kau mengambil pasir yang basah dan bersih, yang dekat dengan air. Nantinya pasir tersebut dapat dipergunakan untuk membantu tamu-tamumu, tapi jangan lupa untuk memohon izin Eyang Putri-mu dulu kalau akan mempergunakan pasir tersebut. Memang kau ini dipilih oleh Eyang Putri-mu untuk mengemban tugas menolong sesama manusia, dirimu harus menjaga hatimu tetap bersih didalam menolong, jangan punya pamrih. Mengenai keselamatan dirimu sekeluarga tidak usah dikhawatirkan, semua sudah ada yang menjaga, yang memagari. Cukup sekian cucu-cucuku, pangestuku untuk sekalian.
Eyang Ratu dari Nirwana : restuku untuk kalian semua, hari ini berkah yang diturunkan besar sekali, kalian semua sangat beruntung dapat menghadap Eyangmu Ratu pada hari ini, karena itu jalanmu ini jalan yang sudah baik, sudah jangan mencari jalan yang neko-neko, jalan yang ini saja dijalani dengan benar, yang tekun, yang tulus. Jangna punya pamrih, jangan punya keinginan yang tidak-tidak. Kiranya cukup, pangestuku untuk kalian semua.
Eyang Semar : Aku ini Ki Lurah Semar, Pangestuku untuk kalian semua, selamat, sehat dan sejahtera. Cukup ya cucu-cucuku.

Catatan :
Eyang Ratu yang bersemayam dan duduk di tahta Kraton Laut Kidul adalah utusan Eyang Ratu dari alam Nirwana.


12. Petilasan Suci dan berkahnya

Teman saya di Metafisika Study Club menanyakan mengenai berkah dari petilasan suci. Banyak petilasan suci tersebar di pulau Jawa yang usianya telah mencapai ratusan tahun. Menurut pandangan hukum reinkarnasi, tentunya arwah atau roh dari tokoh yang ada di petilasan tersebut sudah diinkarnasikan lagi, di suatu tempat sebagai tokoh lain.
Pertanyaannya adalah siapa yang memberikan berkah kepada pesiarah yang datang ke petilasan suci itu? Dan bagi spiritualis yang memiliki mata batin dan dapat melihat bahwa sosok suci itu masih tampak di petilasan itu, siapa beliau itu?
Pertanyaan seperti ini sudah ada pada saya sekitar 10 tahun yang lalu, dan dalam meditasi yang saya lakukan menghadap guru roh saya, saya pernah menanyakan fenomena ini. Pada waktu itu dijawab bahwa saya belum sampai pada pemahaman alam roh dan misi roh, nanti setelah tiba waktunya saya akan mengetahui jawabannya.
Baru sekitar 4 tahun yang lalu saya mendapatkan jawabannya. Untuk dapat memahami penjelasannya, perlu untuk mengetahui terlebih dahulu mengenai alam roh, strata/tingkatan roh dan misi roh.
Alam roh amat sangat luas dan rumit, serumit hukum karma dan reinkarnasi, oleh sebab itu apa yang dapat diketahui manusia mengenai alam roh hanya sedikit sekali. Ada banyak sekali aturan dan batasan di alam roh, yang juga dikenal sebagai hukum alam semesta.
Roh didalam perjalanannya menuju ke Allah Y.M.E atau juga dikenal sebagai evolusi roh, harus melalui banyak tahapan atau strata, untuk dapat naik strata, roh perlu untuk dapat berhasil menjalankan misinya yang diberikan oleh Tuhan.
Misi roh. Bagaimana roh menjalankan misinya? Bagi roh yang telah memiliki strata langit, istilah yang dipakai dalam taoisme dan konfusianisme, atau strata nirvana, istilah dalam Budhisme, atau strata sorga, istilah dalam kitab suci Kristen dan Islam, misi roh adalah menolong manusia menemukan jalan Allah, jalan kebenaran dan menolong manusia dari penderitaan.
Untuk menjalankan misi ini, roh dapat menempuh beberapa jalan, diantaranya:
1. Turun sebagai manusia (re-inkarnasi)
2. Turun sebagai roh suci yang duduk/bersemayam di tempat-tempat pemujaan seperti petilasan-petilasan suci, vihara, pura, klenteng dan lain-lain tempat pemujaan yang dikramatkan.
Jati diri. Agar dapat berhasil menjalankan misinya, roh perlu memakai/mempunyai jati diri, oleh karena itu roh perlu mempergunakan jati diri tokoh-tokoh legendaris di daerah tempat tugasnya, terutama yang telah ada petilasannya, untuk memudahkan menjalankan misinya, supaya nasehat, petunjuk dan bimbingannya mudah diterima dan dituruti oleh masyarakat setempat. Seperti tokoh Semar, Kanjeng Ratu Kidul, Sunan Kalijogo dan lain-lain di Tanah Jawa.
Tidak semua petilasan putih atau suci, yang dimaksud petilasan putih adalah pada petilasan tersebut bersemayam roh suci utusan Allah yang sedang menjalankan tugas menolong penderitaan manusia. Tetapi ada banyak petilasan dan tempat yang dikramatkan yang isinya tidak putih lagi, atau petilasan hitam. Pada petilasan hitam ini bersemayam bangsa jin, walau jin ada yang baik dan ada yang jahat, tetapi keduanya bukan utusan Allah, jadi bukan jalur Illahi.
Bangsa jin juga dapat memakai jati diri tokoh legenda setempat, jadi perlu waspada, hati-hati dan teliti untuk mengamatinya.
Bagaimana petilasan suci dapat berubah menjadi petilasan hitam? Hal ini sangat tergantung pada umat atau pesiarahnya dan juga cara pengelola petilasan tersebut.
Kalau sebagian besar pesiarahnya dengan tujuan meminta yang “tidak-tidak”, seperti untuk perjudian, pesugihan, penglarisan, kesaktian dan lain-lain, dimana roh suci tersebut tidak dapat memberikan, dan kalau ditunggu untuk waktu yang cukup lama para pesiarah dan masyarakat di tempat itu tidak juga menyadari bahwa permohonan-permohonan seperti itu menyalahi kehendak Allah, maka roh suci tersebut akan meninggalkan petilasan dan pindah menjalankan misinya di tempat lain dengan jati diri yang lain pula.
Begitu petilasan tersebut ditinggalkan oleh yang putih/roh suci, maka akan segera dimasuki oleh bangsa jin yang dengan senang hati akan memenuhi permintaan-permintaan para pesiarah yang “tidak-tidak” tadi dengan meminta imbalan.
Kalau pengurus petilasan mengelolanya secara sangat komersil, roh suci akan berusaha menyadarkan, kalau tidak juga sadar, maka orang-orang itu akan disingkirkan atau diganti, kalau masih tidak berhasil, maka roh suci itu pun akan meninggalkan petilasan tersebut. Jadilah petilasan yang asalnya putih menjadi hitam.
Bagaimana mengetahui petilasan masih putih atau sudah tercemar menjadi hitam? Untuk orang awam sulit mengetahuinya, bagi seorang spiritualis juga tidak mudah untuk mengetahui. Sebab yang hitam dapat memakai jati diri yang putih, memalsukan jati diri. Bagi spiritualis yang memiliki guru roh dari garis Illahi, maka kepada guru roh lah dapat bertanya putih-hitamnya suatu tempat, tetapi bila guru rohnya bukan dari garis Illahi, misalnya bangsa jin, maka jawaban sang guru akan selalu putih, sebab yang bersemayam di tempat itu sebangsa dengan dia, jin.
Guru roh dari garis Illahi tidak datang sendiri pada seseorang, melainkan perlu diminta dengan upacara resmi tapi sederhana di tempat yang terpilih.
Jadi siapa yang ada di petilasan suci itu dan siapa yang memberikan berkah kepada peziarah atau pengunjung? Saya kira anda sekarang sudah mengetahuinya.


13. Ziarah ke Petilasan Jambe Pitu

Pada tanggal 27 juni 2006, saya dan istri mendampingi rombongan yang terdiri dari sekitas sebelas orang untuk melakukanperjalanan ziarah ke petiolasan Jambe Pitu. Seluruh anggota rombongan adalah pelaku spiritual yang membutuhkan berkah dan bekal dari roh suci yang duduk di petilasan Jambe Pitu ini, yaitu berkah dan bekal untuk membentuk fondasi spiritual yang sangat mereka butuhkan dalam laku spiritual yang mereka jalani. Inilah wejangan yang diberikan oleh Eyang yang bersemayam di Jambe Pitu:

Eyang:

Aku Eyangmu yang duduk dipetilasan Jambe Pitu, Pangestuku untuk kalian semua, kuterima semua ibadah kalian, juga semua persembahan kalian telah kuterima. Kedatangan kalian semua sudah dinantikan, memang yang menjalani laku spiritual itu, ya seharusnya datang menghadap Eyangmu di sini.

Cucu kinasih, tempatku ini meskipun letaknya terpencil di gunung, tetapi tempat ini , petilasan Jambe Pitu ini, bukan sembarang petilasan. Eyangmu ini ditunjuk oleh Gusti Yang Maha Kuasa, untuk mengamat-amati, mengawasi, membantu memberikan bekal-bekal, yang dibutuhkan oleh para pelaku spiritual di dalam menempuh perjalanan spiritualnya.

Diibaratkan apabila dirimu membangun rumah, aku inilah yang menyusun fondasinya, jadi apabila belum datang ke sini, lalu apa yang diharapkan untuk diterima? Wadahnya apa? Karena belum memiliki fondasi. Apabila kalian sudah datang menghadap ke sini, aku akan meletakkan fondasinya terlebih dahulu, baru kemudian dirimu yang akan membentuk wadahnya, untuk diisi bekal-bekal selanjutnya. Karena itulah cucuku kinasih, dirimu sangatlah beruntung, dirimu bisa hadir menghadap Eyangmu di hari ini. Apabila dirimu tidak datang menghadap ke sini, Wadah spiritualmu belum akan dapat terbentuk.

Karena itulah, sesuai dengan pesan-pesan yang sudah kalian terima, ketika kalian semua datang menghadap EyangBegawan di petilasan Umbul Jumprit dan Eyangmu Ratu di Pantai Parang Tritis, disitu telah dijelaskan dan ditekankan bahwa di dalam menempuh pernjalanan spiritual ini, kalaian semua adalah bersaudara, Upayakan selalu bertemu, selalulah membicarakan pengalaman masing-masing , supaya bisa saling melakukan koreksi, kalau ada kesalahan, ada kekeliruan, temannya yang akan memberitahu.

Jangan menganggpa dirinya yang benar, jangan menganggap dirinya sudah pintar, aku bisa ini, aku sudah bisa itu, apabila salah, tidak mengetahui, karena tidak ada yang memberitahu. Aku juga mengerti bila dirimu masing-masing itu memiliki guru, tetapi gurumu masing-masing itu juga masih membutuhkan guru yang lain. Setiap guru itu memiliki kekhususan tersendiri, ada guru yang meletakkan dan menyusun fondasi, ada guru yang menjaga kelurusan perjalanannmu, ada guru yang mengajarkan kejujuran hati, guru yang mengajarkan memasuki alam gaib itu harus waspada, harus bagaimana itu juga ada.

Semua berkah dan bekal itu, harus diperoleh dari para roh suci yang berbeda-beda. Tidak bisa diperoleh dari satu guru saja, karena itu jangan sekali-kali merasa gurumu sudah tinggi, tidak memperhatikan guru-guru roh suci yang lainnya. Pemahaman seperti itu merupakan kesalahan yang besar, jangan takabur, apakah cucu kinasih mengerti takabur itu? Jangan sok benar, jangan mentang-mentang memiliki guru, mentang-mentang sudah bisa, tidak memperhatikan yang lain, tidak menganggpa yang lain, Contohnya seniormu suami-istri ini lho, mereka babak belur sebelum bisa seperti sekarang ini. Dirimu tidak megerti beratnya perjalanan yang mereka berdua tempuh, senang susahnya, perjalanan yang terjal penuh tantangan dan penderitaan.

Menempuh perjalanan spiritual itu tidak mudah, tidak cuma menerima, wah nantinya aku bisa begini, nantinya aku bisa begini begitu. Bukan begitu cucu kinasih, spiritual itu, kalau cuma bisa ini, aku bisa itu, itu namanya dukun, bukan pelaku spiritual. Yang dinamakan menjalani laku spiritual itu : membersihkan rohani, membersihkan pikiran dan batin kotor. Itulah cucu kinasih tujuannya. Bagaimana membersihkan pikiran yang kotor, sakit dan penderitaan, sakit dan penderitaan untuk dapat membersihkannya. Jangan kalian anggap mudah, kalian anggap enteng, kalian anggap enak, itu keliru cucu kinasih.

Cukup sekian dulu petunjuk Eyangmu, pangestuku untuk dirimu sekalian, terimalah pangestunya Eyang Lengkung Kusumo.

14. Memohon Maaf dan Memaafkan

Karena sering banyak orang yang bermasalah datang ke rumah saya berada di pihak yang salah dan untuk dapat menolong mereka syaratnya harus memohon maaf terlebih dahulu kepada yang bersangkutan, maka kami berdua sering membicarakan dan ingin mengetahui lebih dalam mengenai memohon maaf ini.

Pada tanggal 1 Januari 2001 malam, waktu kami berdua meditasi dan berdoa kepada guru roh kami, inilah penjelasan dari 3 guru roh kami mengenai memohon maaf dan memaafkan.

Guru Roh Pertama, Dewi Kwan Im

Memaafkan adalah sifat utama yang harus dibina oleh manusia, dalam kehidupan ini memaafkan adalah penting sekali, boleh dikatakan termasuk 3 hal penting yang harus dijalankan oleh manusia, yaitu:
Memaafkan,'
Menolong orang lain
dan Membina diri sendiri dengan sifat kebijaksanaan diri.
Sifat kebijaksanaan diri yang dibina terus menerus, memang akan menghasilkan sifat pemaaf yang sangat besar. Karena ke-3 hal ini sangat berhubungan erat sekali, tidak daapt dipisahkan saru dengan yang lain. Kebijaksannaan akan menimbulkan cinta kasih yang besar, yang akan menimbulkan sifat menolong dan sifat pmaaf. Sedangkan sifat pemaaf yang tulus adalah pekerjaan yang sulit sekali. Sifat sulit memaafkan dengan tulus adalah sifat umum yang banyak terdapat pada manusia. Yang banyak adalah memaafkan dari luarnya saja, secara sepintas saja, tetapi tidak dibatinnya, tidak ditingkah lakunya, tidak dinuraninya yang paling dalam. Dia belum 100% memaafkan. Itu adalah wajarnya sifat manusia.

Memaafkan itu bukan pekerjaan mudah, bukan hal-hal yang begitu nyata. Kalau dikatakan saya memaafkan, itu bukan berarti di dalam lubuk hatinya juga memaafkan, bukan lalu seperti itu. Memaafkan boleh dikatakan pekerjaan paling sulit dan amat sangat tersamar, tidak kelihatan oleh mata, oleh perbuatan dan oleh tindakan nyata.

Sifat tidak memaafkan itu begitu tersembunyi, tersamar jauh di dalam hati, sehingga memaafkan itu pekerjaan yang paling sulit, tetapi mempunyai makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai yang sangat tinggi sekali . bahkan kalian berdua masih harus banyak membina sifat memaafkan itu lebih tinggi lagi, lebih tulus lagi. Ini adalah topik pelajaran memaafkan yang kusampaikan kepada kalian berdua, merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit tetapi mempunyai nilai yang sangat tinggi sekali, dan itulah yang terdapat pada ajaran-ajaran yang ada diberbagai agama. Tidak pernah dibahas secara mendalam, tidak pernah diajarkan secara luas di agama-agama yang ada. Yang ada hanya menolong orang, rendah hati, cinta kasih, sederhana, itulah yang banyak diajarkan.

Bahkan agama islam yang kalian sebut sebagai satu-satunya agama yang mempunyai budaya memohon maaf lahir bathin pada hari raya lebaran, bagi semagian umatnya itu hanyalah dibibir saja, hanya ada dipermukaan sebatas bibir, tidak masuk ke rongga mulut, apalagi sampai ke dalam hati, hanya sebatas bibir atas dan bibir bawah saja. Karena kata maaf yang diucapkan hanya dibibir saja, itu tentu tidak sama dengan yang kalian maksudkan supaya memohon maaf.

Memohon maaf, begitu juga memaafkan tidak cukup hanya diucapkan dibibir saja. "Saya minta maaf atas semua kesalahan saya," tidak peduli dimaafkan atau tidak, asal sudah diucapkan. Tentu tidak seperti itu.

Aku memberitahukan kepada kalian bahwa memohon maaf bukanlah seperti itu, tetapi memohon maaf itu harus sadar bahwa dia memohon maaf karena dia bersalah, dia mengakui kesalahannya, menyadari kesalahannya, menyesali kesalahannya. Hanya mengakui tanpa menyesali itu masih kurang, mengakui, menyadari dan menyesali kesalahan itulah yang harus diucapkan dan dilakukan orang yang mempunyai kesalahan.

Karena aku tahu untuk memaafkan 100% itu boleh dikatakan mustahil bagi kebanyakan manusia, yang ada hanyalah "saya sudah memaafkan," tetapi seberapa kadar memaafkan yang dapat dia maafkan, itulah yang penting, itulah yang dinilai Allah. Oleh karena itulah kalian harus terus belajar membina diri, menempuh diri dengan sifat memaafkan yang mempunyai kadar yang lebih tinggi, setinggi-tingginya yang kalian belum capai. Cukup restuku untuk kalian.


15. Bertanya di Altar

Banyak diantara tamu saya datang dari luar kota yg jauh dari Jakarta, juga banyak yg datng dari luar pulau Jawa. Banyak di antara mereka terapi penyembuhannya membutuhkan beberapakali datang. Tentu hal ini akan menyulitkan mereka, bukan hanya harus keluar ongkos transport yang mahal, juga perlu menyediakan waktu dan tenaga yang lebih banyak.
Oleh karena itu saya banyak mengajarkan kepada mereka agar dapat memohon pertolongan sendiri kepada para dewa yang duduk di altar Kelenteng Tri Dharma yang ada di kotanya. Dan cara saya ini telah banyak menolong mereka yang ada di Medan, Pontianak, Bankarmasin, Makasar dan kota-kota lainnya. Juga mereka yang tinggal di kota-kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Kelenteng Tri Dharma adalah satu-satunya tempat yang menyediakan sarana komunikasi antara umat dengan para Dewa dan Roh Suci. Walaupun sifat komunikasinya hanya satu arah saja, tetapi sangat berguna dalam menolong manusia. Mengenai tata cara penggunaan sarana komunikasi di altar Kelenteng ini, yang biasa disebut sarana "pak pwee". Saya sudah jelaskan dalam buku ke 3 saya "Menelusuri Jalan Spiritual" halaman 85-87.
Di sini saya akan menjelaskan mengenai dialog searah dengan Dewa di altar dengan mempergunakan diagram sederhana proses bertanya di altar untuk beberapa keperluan seperti:
1. Soal kesehatan dan penyakit.
2. Soal altar rumahan.
3. Soal tempat ibadah dan Vihara
4. Soal perjalanan arwah.
5. Soal laku spiritual bagi yang telah memiliki Guru Roh.
Daftar 20 Kelenteng atau Vihara Tri Dharma yang dapat digunakan untuk bertanya telah saya muat dalam buku ke 4 "Mengintip Perjalanan Arwah".
Mengenai evaluasi laku spiritual, bagi orang belum memiliki Guru Roh, saya telah tuliskan di buku ke 3 "Menelusuri Jalan Spiritual".
Secara garis besarnya saya dapat jelaskan seperti di bawah ini:

1. Tanya soal kesehatan dan penyakit
1. Ke Kelenteng atau Vihara Tri Dharma membawa persembahan berupa:
- 7 batang bunga sedap malam.
- 7 kue mangkok warna merah.
- 3 macam buah masing-masing 7.
- Dupa atau hio cendana, lilin, dan kertas sembahyang.
- Tee-lio (gula batu, angco dan tan kwe), khusus untuk altar Dewa Hian Thian Siang Te.
2. Sembahyang ke Tuhan/ Thian, memohon ijin dan restu untuk menghaturkan sembah sujut dan memohon pertolongan Dewa di altar Kelenteng/ Vihara ini.
3. Setelah menghaturkan sembah sujud keliling seluruh altar yang ada, kembali ke altar utama. konsentrasi dan bersujud, berdoa memohon kemurahan hati dan belas kasih dari Dewa di altar utama untuk dapat memberikan pertolongan, petunjuk dan nasehat mengenai kesehatan dan penyakit yang diderita oleh....(sebutkan nama dan alamat)
4. amemohon Dewa di altar untuk menyingkirkan semua gaib yang ada di sekeliling dan di dalam badan anda, yang Dewa di altar tidak kehendaki, supaya komunikasi tidak dicampuri/ diintervensi oleh gaib yang tidak dikehendaki.
5. Dapatkan jawaban pertanyaan anda dengan sarana pak=pwee.
6. Tanyakan apakah semua gaib yang Dewa di altar tidak kehendaki semua sudah disingkirkan?
6A. Kalau belum, ulangi permohonan no 4. Kalau diulang 3x belum juga bersih atau belum disingkirkan, langsung ke no 7A
7. Kalau sudah, tanyakan apakah ada penyakit non medis di badan anda. KAlau ya, langsung ke no 8.
7A. Tanyakan apakah anda ditempel makhluk gaib jin, atau arwah leluhur. Kalau ya, langsung ke no 8.
8. Tanyakan apakah anda boleh minta tolong Dewa di altaruntuk menyingkirkan gangguan non medis atau jin atau arwah leluhur ini.
8A. Kalau tidak tanyakan apakah penyakit anda adalah penyakit medis? Kalau ya, anda perlu ke dokter.
9. Kalau ya, tanyakan apakah dengan sarana "Hu" atau air yang telah "di-isi" oleh Dewa di altar. Kalau ya, langsung minta pada Dewa di altar.
10. Kalau tidak, tanyakan apakah anda harus minta tolong manusia. Kalau ya, sebutkan si A, si B, si C nama-nama orang yang akan anda minta pertolongan. Tanyakan satu persatu mana yang ditunjuk oleh Dewa di altar. Kalau tidak, ulangi dari no 8 lagi.
11. Anda sudah mendapatkan jawaban atas penyakit yang anda tanyakan, ucapkan terima kasih kepada Dewa di altar.

2. Tanya soal altar di rumah

1. sama dengan di atas.
2. sama dengan di atas.
3. Setelah menghaturkan sembah sujud keliling seluruh altar yang ada, kembali ke altar utama. Konsentrasi dan bersujud, berdoa memohon kemurahan hati dan belas kasih dari Dewa di altar utama untuk dapat memberikan pertolongan, petunjuk dan nasihat mengenai altar di rumah anda, sebutkan nama Dewa yang anda altarkan.
4. Memohon Dewa di altar untuk menyingkirkan semua gaib yang ada di sekeliling dan di dalam badan anda, yang Dewa di altar tidak kehendaki, supaya komunikasi tidak dicampuri/diintervensi oleh gaib yang tidak dikehendaki.
5. Dapatkan jawaban pertanyaan anda dengan sarana pak-pwee.
6. Tanyakan apakah semua gaib yang Dewa di altar tidak kehendaki semua sudah disingkirkan?
7. Kalau sudah, tanyakan apakah altar di rumah anda bersih dari unsur gaub non Illahi?. Kalau tidak, langsung ke no 7A.
7A. Tanyakan apakah altar di rumah anda sudah tercemar. Kalau ya, langsung ke no 10.
8. Kalau ya, tanyakan apakah DEwa yang dialtarkan berkenan turun di altar rumah anda?
8A. Kalau tidak, tanyakan apakah altar di rumah sudah tercemar dan dihuni makhluk gaib non Illahi? Kalau ya, langsung ke no 10. Kalau tidak, ulangi no 7.
9. Kalau ya, tanyakan apakah pada altar perlu ada yang diubah atau diperbaiki tata letaknya dan lain-lain. Kalau ya, langsung ke no 10
9A. Kalau tidak, tanyakan apakah semuanya sudah baik?
9B. Kalau tidak, tanyakan apakah altar di rumah anda kosong? Kalau tidak, ulangi no 8. Kalau ya, langsung ke no 10.
10. Tanyakan apakah anda perlu minta penjelasan kepada manusia?
11. Kalau ya, sebutkan si A, si B, si C nama-nama orang yang anda kenal untuk memberi penjelasan. Mana yang ditunjuk oleh Dewa di altar. KAlau tidak, ulangi lagi no 8.
12. Anda sudah mendapatkan jawaban mengenai altar di rumah anda. ucapkan terima kasih.

Catatan: Evaluasi untuk altar rumahan sebaiknya dilakukan di 4 Kelenteng yang telah saya tulis di dalam buku ke 3 Halaman 87.

16. Ajaran Sang Budha untuk Mira

Mira, Ibu rumah tangga berusia sekitar 40-an tahun, datang ke rumah untuk masalah keluarga dan perjalanan hidup. Melalui mata batin saya memeriksa Mira, ternyata Mira rohnya memiliki strata langit atau strata nirvana. Perjalanan hidupnya yang sudah lama mengalami hambatan dan penuh masalah adalah proses penurunan karma buruk atau skkb.

Saya beritahu Mira bahwa dalam perjalanan hidupnya kali ini, dia akan dibimbing oleh Sang Hyang Budha Gautama, jadi Guru sejati Mira dalam kehidupan kali ini adalah sanghyang Budha Gautama. Roh pendamping yang mendampingi Mira sejak lahir itulah yang selalu mengingatkan dan mendorong Mira untuk dapat bertemu dengan Sang guru Roh. Karena Memang tugas Roh Pendamping dari manusia yang rohnya datang dari nirvana, selalu mendorong dan menyadarkan manusia itu untuk dapat bertemu dengan Guru Rohnya. Dan setelah berhasil didampingi sampai bertemu dengan guru Roh, maka tugas Roh pendamping sudah selesai, dia akan pulang. Roh pendamping akan diganti oleh roh pembimbing pemberian guru Roh..

Cara yang digunakan oleh roh pendamping mendorong dan menyadarkan manusia agar berhasil bertemu dengan guru roh adalah dengan memberikan benturan-benturan dan masalah yang tidak enak atau penderitaan, agar yang bersangkutan berikhtiar dan berusaha mencari jalan keluar dengan mendatangi dari satu orang ke orang lain samapi dapat bertemu dengan orang yang dapat memberitahu dia apa penyebab utama semua masalah yang sekarang dialami. Semuanya saya jelaskan kepada Mira.

Jadi tahap pertama, Mira harus mantap untuk berguru kepada sang Budha. Setelah memiliki guru Roh maka jalan hidup dan jalan laku spiritualnya akan dibimbing dan dilindungi oleh sang Guru.

Sekitar dua bulan kemudian, saya mendampingi Mira untuk memohon inisiasi pengangkatan guru sejati kepada Sang Budha Gautama di sebuah Vihara Budhis di jakarta.

Pada saat Mira menjalani upacara ritual menerima inisiasi pengangkatan Guru, Mira dapat melihat dengan jelas Sang Budha turun dari langit memakai jubah kuning emas, memakaikan jubah tipis transparan warna kuning emas ke badan Mira sebagai tanda Mira telah diterima sebagai murid Sang Budha Gautama.

Mira sudah sejak kanak-kanak memiliki kemampuan supranatural yang sangat bai. Dia memiliki penglihatan gaib kualitas tinggi dan kemampuan dialog dengan gaib yang prima. Melihat gaib seperti melihat manusia dan dialog dengan gaib seperti ngobrol dengan manusia. Suatu kemampuan yang jarang saya temukan.

Mira beberapa kali ikut rombongan saya beribadah dan berdoa di Vihara Budhis, di gereja Khatedral, di Klenteng Banten dan altar Amitabha Budha. Melhat Sang Budha turun dari langit memakai jubah kuning emas memberkati rombongan saya. Di Gereja Kathedral melihat Yesus Kristus memakai jubah putih bercahaya turun dari langit masuk ke altar dan mengapung 60 cm dari lantai sambil memberkati rombongan saya. Di vihara Banten melihat Dewi Kwan Im turun dari langit diikuti banyak pengiring melayang masuk menuju altar utama dan memberkati rombongan saya. Di altar Amitabha Budha di sebuah vihara Budhis melihat Sang Hyang Amitabha Budha turun dari langit dengan kaki menginjak teratai merah memberi berkah kepada rombongan saya.

Tidak lama setelah Mira mengangkat guru kepada Sang Budha, Mira mulai menerima pelajaran dan bimbingan dari Sang Guru, Mira dibenahi jasmani dan rohaninya dan juga diberi pelajaran-pelajaran spiritual.

Ada banyak pelajaran spiritual yang diterima mira dari hari ke hari melalui penglihatan gaib berupa text kalimat berjalan seperti melihat layar monitor komputer. Mira cukup jeli dan cekatan, semua kalimat dicatat dengan rapi. Di bawah ini saya tuliskan beberapa ajaran Sang Budha untuk Mira, yang mungkin juga berguna untuk para pelaku spiritual yang memiliki garis pemahaman yang sama.

no.1,2,3 dan seterusnya adalah ajaran Sang Budha untuk Mira.[*]Dari pemahaman guru roh saya.
1. Mata hanya untuk melihat, kuping hanya untuk mendengar, mulut tidak boleh bicara.[*]Jadilah penonton yang baik, jangan ikut-ikutan.
2. Makan dan cernalah selalu makanan yang ringan.[*] Jangan serakah, terimalah sepengasihnya.
3. Di dunia ini begitu banyak warna, kita harus menyukai semua warna-warni . Begitupun kita harus menyukai semua mahluk hidup.[*]Di dunia ini begitu banyak mahluk hidup, kita harus saling mengasihi.
4. Apapun yang keluar dari mulutmu adalah ibadah.[*]Hati-hatilah menjaga kata-kata. Kata yang bijak adalah ibadah.
5. Siapapun yang menilai, memuji kemampuanmu, janganlah membantah atau memungkiri, tetapi mintalah bimbingan dan petunjuknya.[*]kata-kata orang bijak jangan disepelekan, ikuti dan jalankan.
6. Seluruh anggota tubuh diperintah dari pikiran, maka dari itu kendalikanlah selalu pikiranmu.[*] Pikiran adalah awal perbuatan. Jagalah baik-baik pikiranmu.
7. Disaat kita merasa di puncak teratas sebenarnya disaat itulah kita mulai turun.[*]Jangan sombongsupaya kau tetap di atas.
8. Ketulusan adalah sesuatu berkah yang tak terhingga.[*]Hati nurani yang bersih adalah modal utama.
9. Sakti bagi manusia adalah petaka yang paling besar.[*] Ilmu keduniawian dan angkara murka adalah malapetaka terbesar.
10. Jangan melawan arus air, tetapi ikutilah arus air walaupun samapai ke tempat yang paling rendah. Sebenarnya di tempat yang paling rendah itulah air itu mulai mengendap, menumpuk, menimbun dan mulailah air itu naik.[*] janganlah melawan kehendak alam, maka kau akan mendapatkan hasil.
11. Merendahkan tubuh untuk melompat agar dapat mengambil sesuatu yang lebih tinggi.[*] Mau mengalah untuk mencapai keberhasilan.
12. Dengan tersenyum untuk menetralkan pikiran walau apapun yang kau dapat.[*]Terimalah dengan tulus hari, apapun yang telah kau usahakan.
13. Terlalu terang atau terlalu gelap mata tetap tidak tampak jelas. Dengan memakai mata hati melatih diri.[*]Dengan mata batin dapat melihat lebih jelas, latihlah.
14. Begitu kuat dan berat daya tarik bumi, begitu ringannya bunga kapas berterbangan.[*]Yang kuat tidak selalu dapat megalahkan yang lemah.
15. Pertemuan itu proses dari mperpisahan.[*]O Pertemuan adalah awal perpisahan.
16. Bumi senantiasa mengelilingi matahari. Begitupun karma dan kehidupan.[*]Siklus kehidupan adalah karma dan reinkarnasi.
17. Segi buruk dan baik sifat manusia dipadukan menjadi lingkaran.[*]Lingkaran kehidupan dibentuk oleh karma, kualitas roh dan sisi bebas.
18. Melatih keseimbangan tubuh tercapai keseimbangan pikiran.[*]Melatih mengatasi kelemahan jasmani untuk mencapai kejernihan pikiran.
19. Ladang, bibit, tanaman, pupuk disiram bersamaan, hasil berbeda.[*]Dalam menempuh laku spiritual, sulit untuk mencapai hasil yang sama.
20. Manisan di dalam toples diambil dengan gengaman tangan, tak dapat sebutirpun. Setelah dilepaskan gengaman dengan cepat dan cermat tangan dapat mengambil manisan itu satu per satu.[*]Dalam laku spiritual semuanya dilakukan satu tahap demi satu tahap. Tidak ada yang dapat diperoleh secara serentak.
21. Perjalanan menuju suatu tempat berliku-liku, hujan badai telah dilalui. Sesampai di tujuan diingat kembali, bagaikan kenangan paling indah.[*]Hasil suatu perjuangan berat, sangat indah untuk dinikmati.
22. Begitu gemulainya tarian, sangat terpesona mata memandang.[*]Godaan lewat panca Indra sangat mempesona, hati-hatilah.
23. Sebenarnya apa yang kau pijak itulah surga.[*]Apa yang kau jalani dengan benar, itulah jalan kebenaran.
24. Dalamnya lautan, tingginya gunung, indahnya lembah, curamnya jurang dan seluruh keajaiban dunia semuanya itu bukan untuk dilihat atau sekedar dikagumi.[*]Dalam laku spiritual, semua penderitaan dan kebahagiaan bukan untuk dikenang, tetapi untuk dijalani.
25. Dasar yang bersih dapat menyerap dengan mudah segala warna.[*]Hati nurani yang bersih penuh rasa kasih dapat menyerap semua penderitaan umat manusia.
26. Berharap alam menyesuaikan kita, sebaiknya kitalah yang menyesuaikan alam.[*]Hiduplah selaras dan menyatu dengan alam, bukan sebaliknya.
27. Menjaga diri jangan sampai masuk ke dalam lingkaran pusaran angin, air maupun apai.[*]Selalulah hati-hati, teliti dan waspada untuk tidak salah jalan ke jalan non Ilahi.
28. Kepercayaan di dalam keyakinan itu jimat terampuh bagimu.[*]Percaya dan yakin adalah modal utama untuk memulai jalan kebenaran.
29. Melatih diri membisu seribu kata, tidak berkeinginan untuk berbicara. Karena keinginan itu penuh dengan air mata.[*]Makin banyak kemauan, makin banyak masalah, berujung pada makin banyak penderitaan.
30. Begitu dasyat dan gemuruhnya derap kaki kuda yang sedang berperang. Begitupunhati yang sedang murka.[*]Gemuruhnya emosi dan angkara murka membuat banyak penderitaan.
31. Semakin berpengalaman si pengembara, semakin pandai dan hati-hati dia menempuh jalan yang akan dilalui.[*]Semakin tinggi kau mendaki, semakin luas pandangan dan kebajikanmu.
32. Penting suatu negara mempunyai benteng yang kuat dan kokoh. Begitupun manusia harus mempunyai iman yang kuat dan kokoh.[*]Dalam laku spiritual, peganganmu adlah iman dan ketaqwaan, jagalah jangan sampai salah satunya terlepas.
33. Berdiri dan berpijaklah di kakimu sendiri yang engkau tahu persis kekauatannya.[*]Jangan pakai orang lain untuk mengukur dirimu, ukurlah dirimu sendiri.
34. Apapun yang melalui proses penantian akan sangat lebih besar menghargai.[*]Apapun yang dijalani dengan penuh susah payah dan penderitaan, hasilnya akan membahagiakan.
35. Nilailah sebelum dinilai.[*]Bercerminlah sebelum menilai orang lain.
36. Wejangan dari Sang Hyang Budha Gautama yang diterima oleh Mira pada hari Tri Suci Waisak di Vihara Budhis Sunter pada tanggal 1 Juni 2007, 11.15 AM:
“ Bersandarlah pada keyakinan menelusuri semua masalah sambil mengupas kepedihan. Menitis ke lembah kesempurnaan.”
Sedikit penjelasan: (Wejangan ini khusus ditujukan untuk Mira)[*]Di dalam menjalani dan menghadapi semua masalah kehidupan, berpeganglah kepada keyakinan yang telah diajarkan oleh Sang Guru.[*]Sambil mengikis dan mengangsur semua kepedihan dan karma buruk, dengan tidak lari dari penderitaan.[*]Supaya dapat mencapai dan menitis ke lembah tingkat pencerahan dan kesempurnaan.

sekian buku ke V: Dialog dgn Alam Dewa

No comments:

Post a Comment